ADA pasar malam di Alun-alun Utara Yogya. Dibuka 30 Desember
tahun lalu, direncanakan selesai 9 Pebruari tahun ini. Ini pasar
malam Sekaten. Dan Sekaten kali ini jatuh di tahun Dal -- yang
menurut tradisi Jawa lalu harus dirayakan besar-besaran. Kali
ini panitia Sekaten diketuai oleh Walikota Yogya, Achmad --
sedang biasanya sepenuhnya hanya diselenggarakan pihak Kraton.
Pasar malam kali ini diisi macam-macam. Ada 'tong setan' --
ngebut pakai motor melingkari dinding dalam sebuah tong besar.
Ada permainan lempar gelang. Sasarannya rokok, sabun atau hanya
korek api. Ada juga Oriental Circus. Dan berbeda dari yang
sudah-sudah, pasar malam ini disertai pemungutan karcis masuk Rp
50. Bahkan penjaga stand konon harus beli karcis.
Maka ada yang protes. Bukan soal karcis itu. Generasi Muda
Ka'bah, eksponen pemuda dalam PPP Yogya, menunjuk
permainan-permainan dalam pasar malam sebagai menjurus ke
perjudian. Lebih lagi, dalam pertunjukan Oriental Circus,
ternyata ada kerja sama dengan Balai Mahasiswa Baptis. Mreka
menyebar selebaran propaganda Kristen kepada pengunjung.
Padahal, "perayaan Sekaten dimaksudkan sebagai media da'wah
Islam," tulis surat protes GMK 14 Januari 1979. Setidak-tidaknya
begitulah maksud Sekaten dulu-dulunya.
Tak hanya GMK. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Yogya pun protes.
Bahkan Fraksi PPP di DPRD Yogya mengeluarkan pernyataan tidak
setuju terhadap permainan yang menjurus ke judi dan penyebaran
selebaran tersebut. Sampai-sampai pihak Kraton, diwakili KRT
Wardan Diponingrat, juga menyatakan ketidak setujuannya lewat
Harian Masa Kini, Yogya.
Merasa surat protes 14 Januari tak ditanggapi, GMK mengeluarkan
surat lebih keras, 21 Januari. "Kami mengeluarkan pernyataan ini
sebab ingin membantu Pemerintah menegakkan keputusannya," kata
drs Aspanuddin, Ketua Umum GMK. Yang dimaksud ialah SK 70
Menteri Agama -- soal pedoman pcnyiaran agama.
Menurut pihak Pemda, semua itu di adakan karena biaya yang
tersedia ha nya Rp 2 juta. Sedang perayaan akar makan duit Rp
34,3 juta. Jadi terpaksa "dikomersilkan". Cuma, dari sumber yang
bisa dipercaya, sejak 30 Desember 1978 sampai 15 Januari ini,
uan masuk -- hasil karcis dan pajak-pajak lainnya -- sudah
mencapai Rp 36.484.347.
Menurut rencana, pada saat Sekatennya betul, 2-9 Pebruari,
karcis itu akan ditiadakan. Sedang permainan yang menjurus judi,
disetop. Hardjomuljo (53 tahun), Ketua Pelaksana 11 Perayaan
Sekaten yang sehari-hari menjabat Kepala Sub Direktorat Ekonomi
Kodya Yogya menanggapi pernyataan protes itu berkata "Dua hari
setelah mulai, penyebaran buletin sudah dihentikan. Sedang
permainan-permainan akan dihentikan tepat menjelang keluarnya
garnelan Sekaten dari Kratom" Soalnya, katanya, "tidak mungkin
menyetop secara drastis. Harus perlahanlahan."
Mungkin pihak polisi Yogya sudah mencium akan adanya protes. 13
Januarl ada surat keputusan dilarang menambah stand permainan,
dan yang sudah ada akan ditertibkan. Hanya kata 'ditertibkan' di
situ tentu saja tak jelas. Sementara panitia menunggu ketegasan
pihak kepolisian, ada yang mengatakan polisi sebenarnya segan
kepada panitia untuk bertindak tegas. Maklum.
Soal biaya itu sendiri tak begitu jelas: mengapa sampai begitu
besar. Padahal untuk tanahnya panitia tidak menyewa kepada
pihak kraton. "Karena Sekaten adalah acara milik Kraton," kata
GPH Poerbojo, kakak Sri Sultan IX. Tetapi menarik, bahwa sumber
yang dekat dengan panitia mengatakan kepada TEMPO: hasil karcis
masuk ternyata tak jelas ke mana larinya. Malahan "ada anggota
panitia yang membeli mobil atau sekuter begitu kepanitiaan mulai
bekerja."
Padahal menurut Aspanuddin: "Masyarakat kita sekarang lagi
payah. Mengapa musti ditipu pula dengan permainan gelang rotan
segala, yang mendidik orang banyak, terutama generasi muda,
untuk berspekulasi tanpa kerja keras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini