Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Asyiknya Berburu Kuliner Pagi di Pasar Kanoman Cirebon

Di pasar Kanoman terdapat beragam jejak peninggalan sejarah, termasuk jenis kuliner-nya, yang masih bertahan dari dulu.

21 Desember 2017 | 06.44 WIB

Neneng, penjual docang, di pasar Kanoman, Cirebon, sedang menyiramkan kuah docang ke mangkuk. Tempo/Francisca ChristyRosana
Perbesar
Neneng, penjual docang, di pasar Kanoman, Cirebon, sedang menyiramkan kuah docang ke mangkuk. Tempo/Francisca ChristyRosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Cirebon - Denyut nadi perekonomian warga pesisir kota Cirebon bermula dari pasar yang terletak di muka Keraton Kanoman ini. Segala akivitas jual-beli, berter sumber daya alam, dan menikmati kuliner khas bermuara di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada zaman Belanda, pasar ini dibangun oleh kolonial untuk menggembosi kekuasaan dan wibawa keraton. Para pedagang dari segala penjuru digiring ke pasar tersebut supaya makin ramai dan eksistensi keraton makin pudar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dari latar cerita yang demikian, tak heran bila kini, di pasar itu terdapat beragam jejak peninggalan sejarah, termasuk jenis kuliner-nya, yang masih bertahan.

Docang, Makanan Para Wali

Pagi-pagi benar, orang-orang Cirebon gemar menyantap penganan ini untuk menu sarapan, selain nasi Jamblang. Penampakannya sangat sederhana. Dalam sepiring docang, hanya terdapat lontong, bodo atau baceman oncom, irisan daun singkong, tauge, dan kerupuk. Lantas, semua komplemen itu disiram dengan kuah rebusan oncom yang diproses dalam waktu 4-5 jam.

Dilihat sekilas, docang memang mirip dengan lontong sayur. Hanya, kuahnya lebih bening lantaran tidak menggunakan santan. Rasanya juga tak macam-macam karena tak kaya bumbu. Orang Jawa bilang, masakan ini cenderung tercecap anyep. Juga, ada rasa getir yang tersisa di lidah setelah sesuap docang masuk ke perut.

Kendati punya rasa dan penampakan yang sangat sederhana, docang memiliki jejak histori yang tak main-main. Makanan ini oleh warga setempat dipercaya sebagai penganan para wali zaman dulu.R Racikan sederhana  ini disesuaikan dengan kehidupan para penyebar agama yang penuh keprihatinan.

Docang mulai sulit ditemukan di Cirebon. Orang-orang setempat bilang, tak banyak yang bisa atau mau memasaknya. Di Pasar Kanoman, makanan ini hanya dapat ditemukan di depan deretan warung oleh-oleh di seberang gapur autama.

Docang PasarKanoman

Alamat: PasarKanoman, Lemahwungkuk, Cirebon

Harga per porsiRp 12 ribu

Bukamulaipukul 06.00-10.00

Tahu Gejrot, Teman MinumTeh

Wardi menggelar tampah pikulnya di sudut Pasar Kanoman, tepat di pojok perempatan jalan menghadap ke arah Mall Cirebon. Tampah pikul itu berisi penuh tahu pong dan botol-botol air gula Jawa—disebutj uga juruh. Kalau dihitung-hitung, ada sekitar 3.000 biji tahu dan puluhan botol juruh di sana.  “Ini pasti habis dalam sehari,” kata pria 40-an itu, yang sedang sibuk membuat ulekan bawang merah dan cabai hijau—bumbu utama tahu gejrot. Bumbu itu ditaruhnya di piring tanah atau layah berkuran segenggaman tangan orang dewasa.Sepuluh biji tahu dimasukkan kedalamnya, diiris-iris, lantas disirami juruh hinggatampak mengambang memenuhi piring.

Yang namanya tahu gejrot, kata Wardi, sudah mendarah daging buat orang Cirebon. Apalagi buatanak-anak muda. Penganan ini biasanya menjadi teman nongkrong sambil menyeruput teh. “Kalau Manado punya pisang goreng, kami punyatahu gejrot,” katanya.

Dua belas tahun sudah pria itu membuka  lapak kecilnya di Pasar Kanoman. Setiap jam tampah pikulnya ramai di kerubuti pengunjung yang kelar belanja. Memang, tahu gejrot Wardi punya rasa yang khas. Apalagi, tak seperti penjaja tahu gejrot lain, Wardi tak memakai bawang putih untuk memberi rasa gurih pada racikannya. Cukup bawang merah dan cabai rawit hijau. “Kuncinya perbanyak  bawang merahs upaya rasa gurihnya lebihk eluar,” tuturnya. Wardi menyediakan kemasan tahu gejrot bungkus buatpengunjung yang kepingin membawanya sebagaio leh-oleh.

TahuGejrotWardi

Alamat: PasarKanoman, Lemahwungkuk, Cirebon

HargaRp10 ribuper porsi

 

Apem Rasa AkulturasiApem Cirebon yang dijual di Pasar Kanoman. Tempo/Francisca Christy Rosana

Lain Jawa Tengah, lain lagiJawa Barat. Lain bahasanya, lain pula karakter penganan daerahnya. Apem, misalnya. Jawa Tengah punyajajanan ini.J awa Barat pun demikian. Sama bentuk dan penampakan luarnya. Bahan dasarnya juga tak jauh beda.  Namun keduanya memiliki rasa yang berlainan. Di Jawa Barat, apem, yang umum dijual para penjaja penganan tradisional, punya rasa yang gurih dan cenderunga sin. Berbeda dengan JawaTengah yang memiliki rasa manis.

Namun, kala bertandang ke Pasar Kanoman, perpaduan lidah Sunda dan Jawa justru tercitra dari makanan yang punyawujud bulat tersebut. Lantaran berada di wilayah pertemuan dua masyarakat dari kelompok yang  berbeda ini, apem, sebagai makanan tradisional, pun terdampak akulturasi.

Apem di Cirebon memiliki padanan rasa yang gurih bercampur manis. Manisnya berasal dari air gula Jawa yang disiramkan di atasnya. Kala menyantapa pem Cirebon, yang terbayang adalah pertemuan lidah Sunda dan Jawa dalam sebuah produk budaya.

JajananPasarKanoman

Alamat: PasarKanoman, Lemahwungkuk, Cirebon

Harga per porsiRp 6.000

FRANCISCA CHRISTY ROSANA (Cirebon)

Berita lain:

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus