Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menelusuri jejak Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya kini semakin mudah. Hanya dengan ikut tur bus Surabaya Heritage Track, wisatawan bisa menapaktilasi pertempuran heroik Arek-arek Suroboyo melawan pasukan Sekutu tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program yang digagas House of Sampoerna itu menawarkan kepada wisatawan untuk menikmati dan mengenal sejarah Kota Surabaya. Terdapat enam tur reguler yang ditawarkan dari Selasa-Minggu. Salah satunya tur Surabaya Kota Pahlawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cara menikmati tur ini juga mudah. Anda hanya perlu melakukan reservasi tanpa dipungut biaya. Wisatawan akan didampingi seorang pemandu wisata untuk dibawa keliling menggunakan bus. Bentuk bus wisata ini juga unik, menyerupai trem, yang mengantar wisatawan ke tempat dan bangunan cagar budaya, yang menjadi saksi Pertempuran 10 Nopember.
Lokasi pertama yang dilewati adalah Penjara Kalisosok. Penjara ini hanya berjarak sekitar 300 meter dari House of Sampoerna. Penjara legendaris yang dibangun pemerintah Hindia Belanda itu merupakan tempat Kapten Huijer dari Angkatan Laut Belanda ditawan.
Penjara Kalisosok dibangun pada 1808, tokoh pergerakan dari HOS Tjokroaminoto hingga Bung Karno pernah ditawan di penjara ini. Foto: @surabayapunyacerita
Wakil Sekutu pertama yang ditugasi untuk mengetahui kondisi Kota Surabaya ini dibebaskan oleh pihak Inggris (Sekutu). "Dan itu menyalahi perjanjian," kata Bagus Prasetya, pemandu wisata, kepada Tempo yang juga ikut tur, Selasa, 5 November 2019.
Di penjara ini pula sejumlah tokoh kemerdekaan pernah ditahan. Sebut saja pencipta lagu Indonesia Raya, WR Supratman. Selain itu ada Haji Oemar Sadi Tjokroaminoto dan KH Mas Mansur. Tokoh yang terakhir ini bahkan meninggal dunia di sana.
Bus selanjutnya melintasi Jalan Rajawali dan berhenti di depan Gedung Internatio. Gedung dua lantai itu dulu markas pasukan Sekutu. Tepat di depannya berdiri bangunan yang juga jadi markas pasukan Surabaya. Bangunan itu kini menjadi Plasa Telkom Garuda.
Peserta lalu diajak berjalan menuju Taman Sejarah dan Jembatan Merah. "Di sinilah salah satu tempat pertempuran tiga hari (28-30 Oktober 1945) terjadi," katanya sambil menunjuk Jalan Rajawali yang dekat Jembatan Merah. Di lokasi inilah Brigjen AWS Mallaby tewas.
Kematian Komandan Brigade ke-49 Allied Forces In the Netherlands East Indie itu menyulut Pertempuran 10 Nopember. "Mereka ingin balas dendam," katanya. Sebanyak 24 ribu pasukan tambahan didatangkan. Mereka bergabung bersama 50 ribu pasukan Mallaby.
Pertempuran Surabaya selama tiga hari terjadi di sekitar Jembatan Merah. Inggris butuh waktu 21 hari untuk menguasai Surabaya. Foto: @itdhamayanti
Dengan jumlah pasukan sebanyak itu dan perlengkapan persenjatan perang yang dimiliki, pihak Inggris sesumbar hanya butuh waktu tiga hari untuk membumihanguskan Kota Surabaya. "Faktanya Inggris butuh waktu 21 hari untuk bisa menaklukkan Surabaya," katanya.
Inggris tak memperhitungkan jumlah pasukan Iawan. Selain dari Surabaya, pasukan itu di antaranya dari Madura, Malang, Yogyakarta, Aceh, Bali, Tapanuli, Sulawesi, hingga Maluku. "Ada 130 ribu pasukan. Tapi kita kehilangan 20 ribu pasukan yang gugur," terangnya.
Dari Jalan Rajawali, perjalanan dilanjutkan ke Jalan Veteran. Di Jalan menuju Tugu Pahlawan ini, bus melewati kantor Polrestabes Surabaya atau Hoofdcommissariaat van Politie te Soerabaja. Dari tempat itu, Arek-arek Surabaya merampas senjata dari pihak Jepang untuk bertempur melawan sekutu.
Mereka juga mendapatkan tank dan panser dari Gedung Lindeteves--kini kantor Bank Mandiri Surabaya. Semasa pendudukan Jepang, gedung yang berada di sudut Jalan Pahlawan dan Kebon Rojo itu jadi tempat penyimpanan peralatan perang dan bengkel kendaraan tempur.
Jalan Veteran terdapat gedung Hoofdcommissariaat van Politie te Soerabaja (Polres Surabaya), Gedung Lindeteves (Bank Mandiri), dan Gedung Domie (Antara) tempat Bung Tomo menyebarkan berita Proklamasi. Foto: @andhikayawanda
Masih satu deretan dengan Gedung Lindeteves, berdiri gedung Pelni Heritage. "Itu dulu kantor berita Domie (Antara)," ujarnya. Di kantor itu Bung Tomo menyebarkan berita proklamasi dengan menggunakan bahasa Jawa dan Madura untuk menghindari sensor Jepang.
Sebelum kembali ke House of Sampoerna, bus berhenti di Tugu Pahlawan. Landmark Kota Surabaya ini merupakan monumen yang dibangun untuk memperingati Pertempuran 10 Nopember. Di sana kita bisa masuk ke dalam Museum 10 Nopember.
NUR HADI