Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Cheng Beng di Bangka Belitung, Kuburan Berhiaskan Lampion

Warga Tionghoa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan menggelar ritual Cheng Beng atau sembahyang kubur pada 5 April 2018.

3 April 2018 | 19.58 WIB

Tempat sembahyang pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES
Perbesar
Tempat sembahyang pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Pangkalpinang - Warga Tionghoa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan menggelar ritual Cheng Beng atau sembahyang kubur pada 5 April 2018. Kegiatan ini adalah upacara spiritual perwujudan sikap masyarakat Tionghoa yang menghormati leluhur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ritual yang dilaksanakan setiap tahun tanggal 5 April kalender masehi atau 15 bulan Ngiat dalam sistem penanggalan Cina itu saat ini sudah menjadi simbol dan identitas wisata religi di Bangka Belitung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Cheng Beng sudah dilakukan sejak lama dan turun temurun. Ada berbagai macam versi, namun terkhusus untuk di Pulau Bangka, ritual ini lebih kepada penghormatan kepada leluhur yang dinilai sudah berjasa," kata Ketua Yayasan Sentosa Bangka Belitung Johan Ridwan Hasan kepada Tempo, Selasa, 3 April 2018.

Keturunan yang masih hidup mendoakan orang tua, kakek nenek atau buyut yang sudah meninggal sebagai bentuk penghormatan. Johan mengatakan 10 hari sebelum puncak ritual Cheng Beng, warga Tionghoa sudah mempersiapkan berbagai persiapan seperti membersihkan dan mengecat makam leluhur agar bersih dan cantik. Dan satu hari sebelum puncak ritual Cheng Beng, seluruh peralatan sembahyang dan berbagai macam makanan serta buah-buahan untuk sesaji sudah harus disiapkan.

"Ritual mendoakan para leluhur dilakukan di makam mulai pukul 03.00 WIB sebelum matahari terbit dan berakhir setelah matahari terbit antara pukul 07.00 WIB sampai 08.00 WIB. Banyak nilai filosofinya dari ritual ini. Yang paling utama adalah semakin eratnya keakraban sesama anggota keluarga," ujar Johan.

Saat Cheng Beng, anggota keluarga yang berada di perantauan baik yang berada di dalam dan luar negeri akan pulang. Inilah momen bersatunya anggota keluarga.

Johan mengatakan kepercayaan dalam tradisi Tionghoa, hanya anggota keluarga di perantauan yang dianggap terpanggil yang biasanya akan hadir. Meski di perantauan banyak uang, kata dia, kalau tidak terpanggil biasanya tidak hadir.

"Memang tidak ada sanksi jika tidak hadir. Hanya yang terpanggil yang hadir melaksanakan Cheng Beng. Uang banyak bukan jaminan akan hadir," ujar Johan.

Johan menuturkan banyak dampak positif saat digelarnya ritual Cheng Beng, baik secara ekonomi masyarakat maupun untuk industri pariwisata. Hal tersebut, kata dia, dapat dilihat dari membludaknya pemesanan hotel, jasa sewa kendaraan, omzet pedagang meningkat, dan ramainya pengunjung restoran.

"Ada yang berbeda dari pelaksanaan ritual Cheng Beng tahun ini jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini waktu tinggal warga Tionghoa dari perantauan saat pulang lebih lama dan lebih ramai," ucap Johan. "Ritual ini bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan industri pariwisata."

Johan menambahkan potensi pengembangan industri pariwisata di Bangka Belitung sangat besar dengan memanfaatkan momen Cheng Beng. Para pelaku industri pariwisata, kata dia, bisa mengembangkan wisata kuliner, packaging, budaya, dan industri kreatif lainnya.

"Banyak hal baik yang bisa dimanfaatkan. Kalau dari sisi Cheng Beng ini, masyarakat memang fokus ke spritualnya. Namun momen ini bisa dimanfaatkan untuk industri pariwisata," kata Johan. Dia berharap ritual ini semakin meningkatkan hubungan antara sesama keluarga dan juga komunitas lain yang ada di Bangka.

Kegiatan Cheng Beng dimulai dengan membersihkan kuburan atau Pendem yang dilakukan sepuluh hari sebelum pelaksanaan Cheng Beng karena Cheng Beng berarti bersih dan terang. Puncaknya pada dini hari hingga terbit fajar 5 April 2018. Mereka akan sembahyang dan meletakkan sesajian berupa aneka buah (sam kuo), ayam atau babi (sam sang), arak, aneka kue juga makanan vegetarian (chai choi), uang kertas (kim cin), dan membakar garu (hio).

Suasana di pekuburan sangat semarak dengan lampion, aroma hio yang menyengat hidung dan iringan musik Belaz band atau Tanjidor. Pada puncak acara Cheng Beng biasanya diadakan berbagai festival, seperti festival 1.000 lampion, karnaval lampion, bazar kuliner dan perlombaan barongsai.

SERVIO MARANDA

Servio Maranda

Servio Maranda

Kontributor Tempo di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus