Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perayaan Hari Raya Idul Adha tahun ini tampaknya akan berjalan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kemeriahannya mungkin sedikit berkurang karena hari raya kurban tahun ini bertepatan dengan pelaksanaan Penberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beragam tradisi yang biasanya digelar menjelang Idul Adha tiba mungkin harus dibatalkan atau digelar dengan terbatas. Salah satunya adalah tradisi Apitan yang biasanya digelar oleh masyarakat Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tradisi Apitan ini merupakan tradisi yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Indonesia Travel, tradisi ini merupakan kebiasaan para Wali Songo dulu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur di perayaan Idul Adha.
Biasanya, tradisi Apitan digelar oleh masyarakat Jawa yang ada di Semarang, Demak, Grobogan dan lainnya. DiSemarang, tradisi ini biasa diisi dengan pembacaan doa yang dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani, ternak dan nantinya hasil tani yang diarak ini akan diambil secara berebutan oleh masyarakat setempat.
Tak hanya gunungan berupa hasil tani atau arak-arakan ternak, siapa pun yang menyaksikan tradisi Apitan ini juga akan disuguhkan dengan hiburan khas kearifan lokal. Sepintas mirip dengan tradisi Gerebeg di Yogyakarta.
Apitan sendiri konon berasal dari nama bulan Apit dalam kalender Jawa. Bulan Apit jatuh setelah bulan Syawal dan sebelum bulan Dzulhijah (bulan haji). Apit juga berarti kejepit karena berada di antara Idul Fitri dan Idul Adha.