Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sektor pariwisata dinilai bisa turut membawa sejumlah dampak buruk bagi masyarakat jika tak dikelola dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada sejumlah contoh pengelolaan pariwisata yang akhirnya menimbulkan dampak negatif," kata Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Frans Teguh dalam forum di Yogyakarta, Kamis, 9 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam forum bertajuk Destination Management Forum itu, Frans mencontohkan, belakangan sempat heboh jual beli kepala wisatawan asal Cina di Bali. Dalam kasus itu, ada praktik transaksi terselubung yang melibatkan agen perjalanan dan pemandu wisata ketika menawarkan paket wisata.
Praktik ini jadi sorotan karena merusak ekosistem wisata, di mana agen perjalanan dan pemandu wisata meminta fee atau bayaran berdasarkan jumlah wisatawan yang berhasil dibawa, bukan berdasarkan omset belanja yang dihabiskan wisatawan selama di Bali. Dari praktik seperti ini, wisata pun dikhawatirkan jauh dari kualitas karena tak berdampak bagi ekonomi lokal.
Frans mencontohkan juga dampak pengelolaan wisata yang masih perlu optimalisasi, terutama soal monitoring perilaku wisatawan saat berada di area destinasi. "Dampak (perilaku wisatawan yang tak terawasi itu) seperti kerusakan ekologis karang di perairan Raja Ampat, Pantai Kuta yang penuh sampah hingga video wisatawan menginjak-injak stupa Candi Borobudur," kata dia.
"Jadi ini perlu penguatan manajemen destinasi, agar wisatawan yang datang sebagai tamu juga tahu persis nilai lokal yang harus dijunjung, alam yang harus dihormati, ekosistem wisata yang harus dijaga," Frans menambahkan.
Frans mengatakan pariwisata kini menjadi urusan semua orang, tak hanya pemerintah. "Sehingga sektor wisata berkulitas, yang memberi dampak positif bagi alam dan manusianya," kata dia.
Pembicara lain, Direktur Destinasi Pariwisata Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB) Agustin Peranginangin menyebut membentuk wisata berkulitas yang menjaga alam dan berkontribusi bagi kesejahteraan membutuhkan jejaring kuat. "Jejaring kuat itu yang akan otomatis menjaga ekosistem pariwisata, terutama unsur pelibatan masyarakat," kata dia.
Kepala Dinas Pariwisata DI Yogyakarta Singgih Raharjo menyebut jargon wisata berkelanjutan dan inklusif tak lantas dibiarkan sampai membuat kulitasnya menurun. "Pariwisata diandalkan menjadi pengungkit ekonomi masyarakat, jangan sampai berdampak sebaliknya akibat manajemen yang salah," ujarnya.
Singgih menggambarkan, saat kunjungan wisata melesat, maka perlu diimbangi gencarnya pelestarian. Tak hanya budaya tapi alam dan sosial di destinasi yang ada. "Jadi pariwisata jangan sampai membuat masyarakat pecah atau tidak rukun (karena berebut rejeki), harus terjadi kolaborasi," kata dia.
Pilihan Editor: Kepri Ingin Tingkatkan Lama Kunjungan Wisman yang Masih 4 Hari
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.