Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Kabupaten Gunungkidul sedang merayakan hari jadi kabupatennya yang ke-193 tahun. Gunungkidul merupakan sebuah wilayah yang kini terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir dua abad kabupaten ini berdiri, tentu banyak peristiwa yang telah terjadi Tempo mengulas kilas balik lahirnya Kabupaten Gunungkidul. Berikut jabarannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari bappeda.gunungkidulkab.go.id, sebelum menjadi kota, dahulu Gunungkidul adalah hutan belantara. Di sana terdapat sebuah desa yang dihuni oleh sekelompok pelarian dari Majapahit. Desa tersebut awalnya dipimpin oleh R. Dewa Katong, saudara raja Brawijaya, namun kemudian putranya R. Suromejo membangun kembali desa Pongangan setelah ayahnya pindah ke desa Katongan 10 kilometer utara. Desa ini mulai berkembang pesat, hingga akhirnya R. Suromejo pindah ke Karangmojo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berita tentang perkembangan ini sampai ke telinga Sunan Amangkurat Amral dari Mataram, yang kemudian mengutus Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso untuk memastikan kebenarannya. Setelah kebenaran berita itu terbukti, Tumenggung Prawiropekso menyarankan R. Suromejo untuk meminta izin kepada raja Mataram karena wilayah tersebut berada di bawah kekuasaannya.
Namun, R. Suromejo menolak dan hal ini memicu peperangan yang berujung pada kematiannya, serta kedua anak dan menantunya. Anaknya, Ki Pontjodirjo, akhirnya menyerahkan diri dan diangkat menjadi Bupati Gunungkidul I oleh Pangeran Sambernyowo. Namun, masa kepemimpinan Mas Tumenggung Pontjodirjo tidak berlangsung lama karena penetapan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan Yogyakarta dan Mangkunegaran II pada tanggal 13 Mei 1831.
http://bappeda.gunungkidulkab.go.id/gambaran-gunungkidul/
Dikutip dari gunungkidulkab.go.id, berdasarkan buku Peprentahan Praja Kejawen karya Mr. Raden Mas Suryodiningrat tahun 1939, kabupaten ini secara resmi berdiri pada tahun 1831, setahun setelah Perang Diponegoro. Pembentukan Gunungkidul bersamaan dengan berdirinya kabupaten lain di Daerah Yogyakarta. Hal ini menjadi bagian dari upaya pengaturan ulang administratif pascakonflik.
Awalnya, Gunungkidul termasuk dalam wewengkon paraden dengan pusat pemerintahan di Pati Desa Genjahan Kecamatan Ponjong. Di bawah kepemimpinan Tumenggung Pontjodirjo. Gunungkidul tumbuh dan berkembang dengan dibukanya hutan Nongko Doyong, yang menjadi langkah awal dalam perpindahan pusat pemerintahan ke Wonosari, sebuah peristiwa yang mengukuhkan wilayah ini sebagai entitas administratif yang mandiri.
Pelacakan Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul membutuhkan riset dari fakta sejarah, penelitian, pengumpulan data dari tokoh masyarakat, pakar serta daftar kepustakaan yang ada, akhirnya ditetapkan bahwa Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul pada Jumat Legi, tanggal 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758, sebagaimana tertulis dalam Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 yang ditandatangani oleh Bupati saat itu, Drs KRT Sosro Hadiningrat, pada tanggal 14 Juni 1985.
Secara hukum, status Kabupaten Gunungkidul sebagai bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 melalui Undang-Undang No 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950, saat kepemimpinan Gunungkidul dipegang oleh KRT Labaningrat.
Untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul, didirikan sebuah prasasti berupa tugu di makam bupati pertama Mas Tumenggung Pontjodirjo, yang bertuliskan Suryo sangkala dan Condro sangkala dengan makna NYATA WIGNYA MANGGALANING NATA HANYIPTA TUMATANING SWAPROJO. Suryo sangkala tahun 1831 dibalik menjadi 1381, sedangkan Condro sangkala tahun 1758 dibalik menjadi 8571.
Selama perjalanannya, Kabupaten Gunungkidul telah dipimpin oleh 29 Bupati yang berdedikasi untuk memajukan wilayah ini dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Keberadaan mereka tidak hanya mencerminkan perjalanan administratif, tetapi juga semangat gotong royong dan kerja keras masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
GUNUNGKIDUL KAB | BAPPEDA GUNUNGKIDUL
Pilihan editor: Cokelat Hasil Penelitian BRIN Ini Aman Dikonsumsi Penderita Diabetes