Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jangan tinggalkan Istanbul tanpa masuk ke Museum Panorama. Inilah satu-satunya museum di Turki yang hampir setiap hari dijejali ribuan pengunjung dari berbagai negara, terutama Asia dan Eropa. Museum yang terdiri atas tiga lantai itu tidak hanya berisi biografi dan gambar-gambar Sultan Mehmed II, tapi juga memuat peta dan sejarah dari abad-abad perjalanan Konstantinopel berikut para penguasanya. Pemerintah Turki memerlukan waktu empat tahun untuk membangun museum seluas 2.500 hektare tersebut, yang melibatkan delapan pelukis terkemuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diresmikan pada 31 Januari 2009, museum yang terletak di kawasan Topkapi, Istanbul, Turki, itu pada pertengahan Desember lalu dipenuhi wisatawan dari berbagai negara, plus puluhan pelajar Turki. Patung setinggi sekitar 2 meter menyambut setiap pengunjung Museum Panorama 1453. Sosok patung itu adalah Muhammad al-Fatih, yang merebut Konstantinopel pada 1453 sekaligus menundukkan Kekaisaran Romawi Timur yang berumur hampir 1.500 tahun. Patung lilin di lantai 1 tersebut hanya satu dari sekian banyak patung Al-Fatih di museum ini. Tempat parkir museum yang seluas sekitar separuh lapangan sepak bola dijejali bus pariwisata yang datang silih berganti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Sensasi Domba Lunak Ala Turki
Muhammad al-Fatih alias Sultan Mehmed II memang tak bisa dilepaskan dari sejarah ibu kota Turki tersebut. Riwayatnya harum karena keberhasilannya menundukkan Konstantinopel, yang kemudian ia ubah namanya menjadi Islambul-yang berarti "Islam keseluruhan"-sebelum kemudian berubah lagi menjadi Istanbul hingga kini.
Salah satu bagian terbaik museum adalah ruangan paling atas, yang memiliki langit-langit seperti langit asli lengkap dengan awan putih yang berjalan. Nah, di sekeliling ruangan itu, dengan penataan cahaya dan suara yang canggih, kita bisa menyaksikan bagaimana Sultan Mehmed II yang masih berusia 21 tahun bersama 250 ribu pasukannya menggempur benteng Konstantinopel hingga jebol.
Kaisar Romawi yang sadar musuh setiap saat bisa menyerang benteng mereka tidak hanya memagari Konstantinopel dengan dinding tinggi dan parit, tapi juga memagari laut dengan lantai. Melalui cara ini, kapal-kapal akan sulit menembus blokade rantai di depan mereka. Tapi pasukan Mehmed berputar arah dan mengepung benteng selama sekitar 50 hari.
Suasana pertempuran semacam itulah yang tersaji dalam gambar-gambar tiga dimensi yang dilukis di bawah pimpinan seniman Turki terkenal, Hasyim Vatandas. Pengunjung yang berada di tengah ruangan itu seperti sedang menonton pertempuran yang terjadi pada 1453. Teriakan-teriakan ribuan prajurit, ingar-bingar dentuman meriam, bunyi ringkik kuda, juga suara denting pedang, benar-benar memenuhi kuping kita. Di antara lukisan yang seperti nyata itu digeletakkan pula benda-benda yang dipakai dalam pertempuran itu: meriam, pedang, panah, dan sebagainya.
Untuk memasuki museum ini, setiap pengunjung harus membayar tiket 25 lira atau sekitar Rp 125 ribu. Disediakan fasilitas audio dalam bahasa Inggris yang menceritakan isi museum. Untuk mendengar audio ini, kita mesti membayar lagi 5 lira. Sebaiknya, sebelum mengunjungi museum, kita membaca dulu riwayat Sultan Mehmed dan Kekaisaran Romawi Timur.
Karena isi dan penyajiannya sangat menarik, kata Davut, museum ini tak pernah sepi. Pada masa libur sekolah, museum ini dijejali pelajar Turki dari tingkat SD hingga SMA. Satu-satunya hal yang kurang, menurut saya, adalah nyaris semua informasi di dalam museum ini memakai bahasa Turki.
Sekeluar dari museum, saya membayangkan, bagaimana jika museum di Tanah Air menerapkan konsep Panorama Turki dengan mengambil sepenggal sejarah kepahlawanan, misalnya kisah Pangeran Diponegoro melawan Belanda? Pasti menarik dan membuat orang berduyun-duyun mendatangi museum.…
L.R. BASKORO