Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan Majalah Tempo, pada 1990, Leo Kristi dituntut untuk berperan sebagai Bung Tomo dalam film Soerabaia 45. Mengacu indonesianfilmcenter, film garapan sutradara Imam Tantowi ini menceritakan tentang peristiwa 10 November di Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu peristiwa bersejarah, pertempuran Surabaya yang ditampilkan dalam film adalah adegan Bung Tomo mengobarkan semangat kepada para pemuda.
Profil Leo Kristi
Pemilik nama asli Leo Imam Sukarno lahir pada 8 Agustus 1949 di Surabaya, Jawa Timur. Ia lahir dan tumbuh di keluarga berkecupan. Ayah Leo merupakan birokrat pajak yang mewariskan gitar untuk sang anak berkarier di dunia musik. Bakat musik Leo memang sudah terlihat sejak masih muda. Ia kerap bernyanyi bersama anak kampung diiringi kecrekan tutup botol.
Leo menempuh pendidikan di SMP Negeri 4 Surabaya. Ia juga belajar di Sekolah Musikan Rakyat Surabaya yang pemimpinnya asal Belanda. Pemantapan suaranya dalam dunia musik juga dipengaruhi oleh dua guru kesenian, yaitu Nuri Hidayat dan John Topan. Ia mempunyai teknik vokal unik nyaris mirip seriosa. Suara Leo juga penuh tikungan falseto tidak terduga.
Setelah berhasil lulus dari jenjang sekolah, Leo sempat menempuh perguruan tinggi di Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Namun, ia lebih memilih untuk berkecimpung dalam dunia musik. Ia pun bertemu Gombloh dan Franky Sahilatua. Pertemuan tersebut melahirkan grup musik Lemon Tree's pada akhir 1960-an. Di tengah perjalanan bersama grup musiknya, ia lebih memilih berkarier dengan Konser Rakyat, sedangkan Gombloh tetap meneruskan.
Leo memulai karier bermusik tanpa Lemon Tree’s pada awal 1970-an. Ia hadir saat anak muda Indonesia mencari genre musik berbeda dari Koes Bersaudara-Koes Plus yang sedang marak dengan genre folk song. Ia juga pernah berkolaborasi dalam musik dengan desainer, Harry Dharsono. Bahkan, ia pernah berduet dengan Titi Ajeng dalam duo Leo Christy.
Menurut Koran Tempo, Leo melanjutkan karier bermusik dengan Naniel dan Mung Sriwiyana. Mereka pun membentuk Konser Rakyat Leo Kristi pada 1975 bersama kakak-adik Jilly Jonathans dan Lita Jonathans. Kehadiran grup musik ini mencuri perhatian majalah musik Aktuil untuk melakukan rekaman sehingga lahir album pertama berjudul Nyanyian Fajar. Setelah itu, grup ini merilis beberapa album, seperti Nyanyian Tanah Merdeka (1977), Lintasan Hijau Hitam (1984), Catur Paramita (1993), dan Hitam Putih Orche (2015). Selama berkarier, Leo bereksperimen dengan aneka nuansa etnik dan bunyi tradisi dalam setiap lagu.
Leo dengan ciri khas menggunakan bros bendera dan garuda di baju melahirkan lagu-lagu yang liris, patriotik, dan asmara, tetapi tidak sedih. Setiap peringatan kemerdekaan Indonesia, ia selalu berkesempatan menyanyi di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Lagunya menyuarakan keadaan di sekitar, seperti kehidupan rakyat kecil, pertanian, dan bencana.
Pada 21 Mei 2017, Leo Kristi telah berpulang ke pangkuan Sang Pencipta. Ia meninggal dunia di Rumah Sakit Emmanuel, Bandung setelah melakukan perawatan sejak akhir April 2016. Bintang film Soerabaia 45 ini mengalami penyakit diare yang terlambat ditangani dan masalah ginjal. la meninggalkan dua anak, Panjirangi Pidada dan Rayu Rana Ramadhani. Ia dimakamkan di Pemakaman Iqro, Jatimakmur, Jatiwaringin, Bekasi.
RACHEL FARAHDIBA R (MAGANG PLUS) | L.N. IDAYANIE, HERU C.N. | ANWAR SISWADI I VINDRI FLORENTIN I SDA
Pilihan Editor: 17 Agustus 2017, In Memoriam Leo Kristi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini