Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Sihir Seorang Bintang Pemalu

Chrisye menggelar konser Badai Pasti Berlalu. Karcisnya laris manis jauh hari sebelum pertunjukan berlangsung.

20 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARMAN "Gigi" Maulana, Dewa Bujana, Nicky Astria, Aning Katamsi—bahkan Waljinah— boleh saja memancing histeria ribuan penonton. Namun, bintang sesungguhnya dari konser Badai Pasti Berlalu, Jumat malam pekan silam, adalah lelaki pemalu bernama Chrisye, yang daya pikatnya bahkan terlalu samar untuk ukuran seorang bintang.

Malam itu, di atas panggungnya di Plenary Hall Balai Sidang Jakarta, Chrisye, 51 tahun, seakan mengukuhkan dirinya sebagai legenda dalam sejarah musik pop Indonesia. Lelaki yang menyanyikan Badai Pasti Berlalu lebih dari dua dasawarsa silam itu sejatinya bahkan tak memerlukan histeria siapa pun untuk sekadar menjadi bintang. Tapi penonton itu ada di sana, dan dari berbagai generasi—era 1970 hingga para ABG (anak baru gede) pencinta MTV. Mereka lengket di panggung hingga menit terakhir, ikut menggumamkan serta menjeritkan setiap bait dari syair-syair lagu album Badai Pasti Berlalu, yang diaransemen kembali oleh Erwin Gutawa.

Ada pertanyaan menggoda yang bisa dilontarkan setelah menyaksikan pertunjukan konser itu. Benarkah Chrisye memang mampu memikat penonton dari generasi berbeda, yang mahir melafalkan lagu-lagunya yang lahir lebih dari dua dasawarsa silam? Ataukah karena ada sekian penyanyi dari generasi berbeda yang turut manggung bersama dengannya malam itu?

Malam itu, penyanyi bernama lengkap Chrismansyah itu mengawali konsernya dengan sebuah tembang lawas Sabda Alam. Gayanya santun. Dibalut jas berpotongan kimono dan sarung hitam karya Oscar Lawalata, hampir tak ada yang berubah dari sosok Chrisye. Rambut gondrong menutup kuping. Suaranya masih bening dan khas. Gerakannya hemat. Kecuali mengangkat tangan dan sedikit menggoyang badan ke kiri dan kanan, aksi panggung peraih empat Golden Record ini nyaris nihil, seperti biasanya jika ia manggung. Untung, seting panggung yang sederhana tapi efektif, dan pencahayaan yang sangat atraktif, menolong penampilan Chrisye, yang miskin gerak.

Chrisye layak berterima kasih kepada sang penata artistik, Jay Subiyakto, juga Erwin Gutawa, yang sangat mendukung penampilan Chrisye dengan kekayaan aransemen pada lagu-lagunya. Chrisye sendiri, ketika ditemui dalam acara geladi resik sehari sebelum konser, menyatakan penghargaannya kepada semua pendukungnya itu. "Apa yang mereka buat adalah untuk menutup kelemahan saya. Kemampuan saya, seiring dengan umur yang makin tua, makin terbatas," katanya.

Mengawali konser dengan nomor-nomor lama di luar album Badai seperti Sabda Alam, Zamrud Khatulistiwa, Resesi, dan Anak Jalanan, Chrisye langsung memikat sekitar lima ribu penonton. Didukung ribuan watt lampu sorot warna-warni, sinar laser yang menjilat-jilat, dan paduan suara merdu Impromptu beserta empat penyanyi latar, daya pikat Chrisye makin bertambah. Apalagi Erwin Gutawa Orchestra malam itu tampil amat prima hingga menambah warna kemegahan konser yang cuma dipersiapkan sebulan itu. Tak jarang, penonton bergoyang dan ikut melantunkan lirik lagu hit Chrisye seperti Selamat Jalan Kekasih, Gita Cinta, atau Galih dan Ratna. Ibarat oase, Chrisye memuaskan dahaga penonton yang sudah sekian lama tak pernah mendapat suguhan tontonan bermutu.

Dan, Chrisye adalah sihir. Malam itu ia berhasil membius penonton yang sejak dua pekan sebelum pertunjukan telah memborong habis tiket masuk seharga Rp 195 ribu (VIP), Rp 95 ribu (kelas I), Rp 75 ribu (kelas II), Rp 45 ribu (kelas III), dan Rp 65 ribu (festival). Di antara penonton dari pelbagai tingkat usia itu terlihat artis seperti Sylvana Herman, Andi Meriem Mattalata, Christine Hakim dan suami, juga Eko Patrio. Suatu petunjuk betapa luas penggemar bekas pemain bas Gipsy Band ini. Merekalah kalangan yang pernah akrab dan tak pernah bosan mendengar lagu-lagu Chrisye sampai sekarang.

Chrisye sendiri sebenarnya tidak terlalu prima malam itu. Beberapa kali ia mengalami undertone, gagal menjangkau nada tinggi, dan sempat kehabisan napas. Pada awal-awal penampilannya ia tampak seperti kehilangan tenaga untuk bersuara. Tapi siapa peduli?

Penonton telanjur kesengsem pada timbre (warna suara) penyanyi yang oleh Erwin Gutawa disebut tiada duanya itu. Sederet bintang tamu yang menemaninya malam itu hanya semakin menegaskan siapa bintangnya. Puncaknya ketika Chrisye berduet dengan Aning Katamsi, membawakan lagu legendaris Badai Pasti Berlalu. Aroma seriosa yang melodius terdengar dari vokal Aning—menggantikan peran Berlian Hutauruk dalam nomor asli Badai. Nomor itu tampil paling dahsyat dan memesona. Penonton bertepuk tangan.

Sayang, pertunjukan bagus biasanya cepat berlalu. Setelah lima nomor bonus, yeah ..., Chrisye pun mengakhiri konser yang sudah berlangsung dua setengah jam itu. Di pintu keluar, penonton berjejal pulang. Satu dua orang terdengar sayup-sayup menyiulkan potongan syair lagu Cintaku. "Cinta, akan kuberikan bagi hatimu yang damai...."

Wicaksono, Dewi Rina Cahyani, Hermien Y. Kleden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus