Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Stop Kegiatan Seni Tradisi, Desa di Yogyakarta Dapat Rp 50 Juta Lebih, Buat Apa?

Sultan Yogyakarta memerintahkan seluruh kegiatan seni tradisi di desa berhenti selama PPKM.

1 Agustus 2021 | 21.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pertunjukan seni kuda lumping alias jathilan putri dalam Festival Merapi 2018 di Tlogoputri, Kaliurang, Yogyakarta, Sabtu, 22 Desember 2018. Festival ini juga digelar sebagai ajang promosi pariwisata di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. TEMPO/Bernadus Guntur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X menginstruksikan seluruh kegiatan seni tradisi yang biasanya meramaikan desa-desa dan perkampungan tidak digelar sementara waktu. Selama kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM berlaku, maka kegiatan seni tradisi itu disetop untuk mencegah penularan Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sultan juga memerintahkan pengelola tempat seni, budaya, sarana olahraga, dan kegiatan sosial yang dapat memicu keramaian dan kerumunan tutup sementara selama masa PPKM Level 4 ini. Desa-desa di Yogyakarta pun sunyi dari aktivitas kesenian tradisi beberapa waktu terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kegiatan seni tradisi di Yogyakarta selama ini turut mendapatkan alokasi dari Dana Keistimewaan, sehingga bisa terus berlangsung dan menjadi daya dukung desa menggenjot promosi wisata di wilayahnya. Lantas buat apa Dana Keistimewaan itu jika seluruh kegiatan seni tradisi dilarang?

Paniradya Pati atau Kepala Lembaga Paniradya Kaistimewan DI Yogyakarta, Aris Eko Nugroho mengatakan pemerintah DI Yogyakarta akan memanfaatkan Dana Keistimewaan tersebut untuk mempercepat penanganan Covid-19. Total Dana Keistimewaan sebesar Rp 22,6 miliar untuk penanganan Covid-19 di 392 desa dan cair pada awal Agustus 2021.

"Dengan dana ini, nantinya setiap desa akan mendapatkan alokasi dengan rentang Rp 50 juta dan paling tinggi Rp 145 juta," kata Aris pada Sabtu, 31 Juli 2021. Besar kecilnya Dana Keistimewaan yang diterima suatu desa bukan berdasarkan banyak sedikitnya jumlah penduduk atau luas wilayah desa tersebut.

Aris menjelaskan, perbedaan besaran Dana Keistimewaan yang diterima setiap desa ini disesuaikan dengan berbagai hal. Di antaranya ada tidaknya komunitas Jaga Warga, jumlah Rukun Tetangga atau RT zona merah, dan jumlah penduduk yang menjalani isolasi mandiri.

Dana Keistimewaan ini boleh dipakai untuk mengedukasi masyarakat tentang protokol kesehatan, pemulasaraan jenazah, operasional shelter, bantuan sembako, sampai penguatan satgas Covid-19 di desa. Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta mendorong desa-desa supaya lebih cepat menyerap dana tersebut untuk mengantisipasi kedaruratan penanganan Covid-19 di wilayah masing-masing.

Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X telah bertemu dengan DPR DI Yogyakarta pada akhir Juli 2021 untuk membahas penggunaan Dana Keistimewaan. Sultan menyampaikan dana yang biasanya digunakan bagi kegiatan seni tradisi itu dialihkan demmi menangani Covid-19. Sultan mewanti-wanti agar pemakaian Dana Keistimewaan itu jelas karena tetap harus ada pertanggungjawabannya.

Baca juga:
Tempat Isolasi Mandiri yang Asri dan Nyaman di Hutan Wanagama UGM Yogyakarta

Rini Kustiani

Rini Kustiani

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus