SIANG itu studio TVRI di Senayan, Jakarta, penuh pengunjung dan
riuh tawa. Sebuah rekaman sedang berlangsung, untuk acara Kwis
Aneka yang disiarkan 22 Juli. Keempat panelis: Rahayu Effendi
(bintang film), dr. Amir Siregar SH (pengasuh acara TV 'Cepat
Tepat'), Ida Ayu Utami Pidada (anggota DPR) dan Chaerul Umam
(aktor, sutradara film) mencoba menebak seorang 'tamu gelap'
yang duduk di belakang dinding penghalang.
Banyak pertanyaan dilontarkan untuk menjajagi siapa sesungguhnya
sang tamu. Ketika sampai pada batas waktu (12 menit), dan para
panelis berembug sebentar untuk membulatkan dugaan, lalu
menyebut "Rudi Hartono", penonton bertepuk. Tebakan yang jitu.
Acara itu muncul di layar teve dua minggu sekali, pada hari
Ahad, sejak 10 Juni. Ini memang berbeda dengan kwis lainnya
seperti Pundi Kwis, Pantomim Ria, Suka Hati dan lain-lain,
meski pencetusnya dia-dia juga Ani Sumadi. "Ide untuk
menyelenggarakan Kwis Aneka sudah ada sejak tiga tahun lalu,"
kata Ani.
Tak heran jika bentuk permainan dalam kwis yang satu ini
diusahakan untuk selalu berbeda setiap kali. Yang pernah
ditampilkan misalnya: para panelis mengadakan tanya-jawab dengan
tamu gelap secara berhadapan untuk menebak profesinya. Ada lagi,
para panelis disuruh menebak dokter mana yang asli di antara
ketiga orang yang semuanya mengaku dokter. Dalam hal ini
pertanyaan panelis hanya dijawab dengan gerakan oleh para
"dokter" itu. Tentu saja, untuk jenis ini Ani Sumadi harus
memilih profesi standar yang bisa diungkapkan dengan gerak. Di
situlah tantangannya.
Apalagi karena untuk setiap pemunculan ditampilkan 2 jenis
permainan. Yang repot bahkan tak cuma Ani Sumadi -- para panelis
pun harus sangat tanggap dan sigap. Pun para tamu gelap.
Misalnya, panelis harus mampu membuat pertanyaan -- dalam
bentuk yang cuma meminta jawaban 'ya' atau 'tidak' -- yang bisa
menggiring tamu dalam waktu singkat sampai terbuka kedoknya. Dan
si tamu musti ikut bermain juga agar para panelis tak gampang
menebak, meski tentu ia harus jujur. Untuk menjaga kejujuran
itulah agaknya Kris Biantoro dipasang sebagai moderator atau
wasit.
"Di Amerika kwis semacam ini ini bertahan sampai dua puluh lima
tahun kata Kris. Lalu diakuinya karena penduduk Indonesia
terdiri dari berbagai suku agama dan kebudayaan, "agak sulit
mencari gaya yang sesuai."
Ia pun menyebut bahwa panelis akan selalu berjumlah 4 orang.
"Tidak setiap orang bisa menjadi panelis," ujarnya. Sebab
dibutuhkan pengetahuan luas, keberanian berbicara, ketelitian,
"dan sadar: bahwa ia sedang dibohongi," Kris menjelaskan.
Menurut Rahayu Effendi, "tim panelis harus kompak. Sebab di
akhir kwis kita harus membuat resume."
Dites
Menurut Ani Sumadi, dalam 6 bulan pertama hanya akan dibentuk 4
kelompok panelis. Yang sudah terbentuk baru Rahayu Effendi dan
kawan-kawan serta Rae Sita dkk. Apa yang jadi panelis harus
orang terkenal, atau pejabat? "Supaya lebih menarik, saya
mengusahakan agar dalam setiap tim, paling tidak, ada satu orang
terkenal," kata Ani.
Karena itu, "saya agak sulit mencari calon panelis maupun calon
mistery guest waktu itu, ketika acara ini akan dimulai,"
tuturnya. Dan sebagaimana biasa semua harus dites dulu -- oleh
Ani sendiri dan Kris Biantoro. Juga tamu gelap perlu dites dan
beberapa kali berlatih di rumah Ani -- terpisah dari panelis.
Apakah banyaknya peminat sekarang ini (untuk tamu maupun
panelis) disebabkan oleh adanya hadiah? Seorang panelis
misalnya, jika kelompoknya berhasil menebak, memperoleh Rp 40
ribu atau sebuah pundi yang isinya entah apa. Jika si tamu
gelap berhasil menyembunyikan diri, pun mendapat tabanas Rp 40
ribu. Tapi jika masing-masing gagal, hadiah cuma dari sponsor.
"Tapi saya senang pada permainan ini bukan karena hadiahnya.
Melainkan karena kita dipaksa berpikir dan ditantang," kata Ida
Ayu Utami Pidada. Yang penting dari acara ini memang segi
hiburannya. Dan bagaimana perasaan panelis kalau gagal menebak?
"Rasanya malu," ucap Ida Ayu. Padahal permainan ini cukup
sulit, meski kelihatannya gampang," kata Rahayu. "Pernah ada
orang bilang kami cuma main-main saja. Dikiranya semua itu sudah
diatur," kata Ida Ayu lagi.
Kris Biantoro punya usul. "Kalau bapak-bapak kita seperti Pak
Domo mau ikut serta sebagai mistery guest, misalnya pasti tambah
seru, deh! Lalu tambahnya: "Toh mereka juga manusia biasa yang
butuh hiburan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini