Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Di Pidie, Semua Seakan Terhenti

Beberapa pejabat penting di kab. Pidie ditahan dan diperiksa Laksusda. Sejumlah anggota DPRD tidak mau bersidang sebelum bupati Pidie, Sayed Zakaria diganti. Banyak yang tidak menyukai Sayed. (dh)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Di Pidie, Semua Seakan Terhenti
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
GEDUNG DPRD Kabupaten Pidie (Aceh) sepi sejak April lalu. Hampir tak ada kegiatan. Ruang sidang dan kursi-kursi berdebu, karena lama tak diduduki. "Kami tak punya kegiatan sejak 3 bulan terakhir ini" kata seorang pejabat sekretariat badan itu. Dan RAPBD yang sudah lama digarap Bupati Sayed Zakaria mandeg dan menumpuk di atas mejanya. Pemandangan hampir serupa terlihat juga di kantor bupati. Para karyawannya lebih banyak yang datang hanya untuk mengisi absen dan apel siang. Selebihnya mereka bebas berleha-leha. Seorang staf Pemda mengeluh kepada TEMPO, "kalau keadaan ini berlarut terus, mekanisme pemerintahan di daerah ini akan hancur." Apa sebenarnya yang telah terjadi, mudah dijawab jika kesibukan di kantor Detasemen Polisi Militer Sigli (ibukota Kabupaten Pidie) pekan lalu diikuti secara cermat. Di sini sebuah tim dari Banda Aceh sedang bekerja siang malam. Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Pidie berikut beberapa orang pejabat staf bupati sedang diperiksa tim tersebut. Selama 8 hari terakhir ini 20 orang penting di kabupaten ini telah ditanyai tim. "Saya ditanyai tim tentang kasus surat permintaan pengunduran diri Bupati Sayed Zakaria," ungkap A. Madjid Rahmany (52 tahun) anggota DPRD dari Fraksi PPP. Menurut Madjid, ia ditanyai sampai 10 jam dan menghasilkan 60 lembar kertas berita acara. "Sama sekali saya tidak mundur dari permintaan agar Bupati Sayed Zakaria berhenti," tutur Madjid lagi menceritakan pengakuannya di hadapan tim, "apakah bisa dipertahankan seorang pimpinan yang akhlaknya sudah hancur." Sementara itu 12 orang anggota DPRD Pidie telah membuat pernyataan, "tak akan menghadiri sidang sebelum Bupati Zakaria diganti." Yang Ditahan Kisah tentang Bupati Pidie belum lengkap jika tak diselusuri dari awal. Dimulai ketika DPD Tingkat II Golkar Kabupaten Pidie melangsungkan rapat 23 April lalu. Rapat yang diadakan dengan sepengetahuan bupati (selaku dewan pembina) ini beracara tunggal reorganisasi komisaris kecamatan. Hasil yang diumumkan tak ada yang menarik. Tapi rapat-rapat selanjutnya menyusul lagi. Dan mulai membuat Bupati Zakaria tak enak. Lebih-lebih setelah rapat di rumah Sekwilda (waktu itu) drs. Baharuddhin Yahya selaku Wakil Ketua DPD Golkar Pidie. Sebab dari rumah Baharuddin ini pecah kabar, bahwa rapat itu menghasilkan pernyataan agar Zakaria ditarik dari jabatannya sebagai Bupati Pidie. Tapi ini dibantah Abdullah Benseh, Ketua DPD Golkar Pidie. "Kalau pun ada pernyataan itu, datangnya dari Fraksi Persatuan di DRPD," kata Abdullah. Tapi lanjutan cerita itu ada. Mulamula Baharuddin Yahya dicopot dari jabatannya sebagai Sekwilda dan dipindah ke kantor gubernur di Banda Aceh. Selanjutnya Baharuddin diciduk Laksusda dan sampai sekarang ditahan. Sumber TEMPO menyebut, Bupati Zakaria menganggap Baharuddin sebagai biang kericuhan. Sementara itu penangkapan juga berlangsung di Sigli. Awal Juni 5 orang anggota DPRD ditahan atas perintah Danres setempat, dengan alasan PNPS No. 11/1963 (subversi). Di antara mereka yang telah dibebaskan menyatakan rasa tak puas, karena "dengan demikian tidak menyelesaikan masalah." Lalu akhir Juni di RTM Banda Aceh ditahan pula Dahlan Siregar (Dansek Kota Sigli), Harun BA (Ketua AMPI Pidie), Affan Abdullah (Wakil Ketua DPRD Pidie Fraksi PPP) dan Azhar BA (anggota DPRD Fraksi PPP). Tapi akhir minggu lalu sejumlah pimpinan Golkar Propinsi Aceh dipanggil Laksusda, termasuk Diah Ibrahim, Sekretaris DPD Golkar Tingkat I dan Wakil Ketua DPRD Aceh. "Saya dilarang bicara tentang kasus ini, nanilah kita bicara," hanya itu komentar Bupati Sayed Zakaria ketika ditanya Darmansyah dari TEMPO. Pejabat-pejabat kabupaten maupun propinsi dan juga Laksusda rupanya masih tutup mulut Gubernur Aceh, Madjid Ibrahim, tak mau ditemui untuk soal ini. Sehingga apa latar belakang sebenarnya dari keributan ini belum terungkap. Madjid Rahmany (anggota DPRD Pidie) hanya menyebut alasan "kerusakan moral bupati". Katanya "Tak usah saya heberkan kepada anda, cukup tahu saja apa yang terjadi di pendopo kabupaten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus