Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Kotawaringin Barat - Liberika, kopi dataran rendah yang ditanam di lahan gambut, punya karakter yang unik dan nikmat kala dicecap. Kopi itu punya rasa yang tertinggal di mulut atau after taste buah nangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenikmatan liberika muncul dari berbagai faktor. Misalnya dari keaslian karakter biji atau bean-nya. Lain itu, juga dari cara menyangrainya.
Nia Ponia, warga Desa Kumpai Batu Atas --daerah penghasil liberika di Kalimantan Tengah-- yang berprofesi sebagai penyangrai kopi, mengatakan liberika akan lebin nikmat bila disangrai dengan cara tradisional. "Kami masih menggunakan cara manual atau tradisional, tidak pakai alat," katanya saat ditemu di Desa Kumpai Batu Atas, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Sabtu, 17 Februari 2018.
Ada beberapa tip yang ia beberkan untuk menyangrai kopi secara manual.
Pertama, api di tungku harus stabil. Maksudnya, tak boleh redup. Apabila api meredup, Nia menyarankan penyangrai untuk menambahkan kayu bakar di tempat perapian. Bila api meredup, matangnya biji kopi bakal tak merata.
Kedua, mencampurkan beras atau jahe saat menyangrai. Hal ini dilakukan untuk menghindari gosong. Selain itu, menyangrai menggunakan campuran juga bakal membuat aroma kopi jadi lebih wangi.
"Bisa juga pakai kelapa yang diparut. Rasanya akan lebih gurih. Tapi kopi enggak tahan lama. Paling 4-5 hari" kata dia.
Ketiga, biji kopi dalam wajan harus diaduk terus sampai matang. Sebab, kalau didiamkan, biji-biji kopi bakal matang sebagaian alias tak merata.
Keempat, lama penggorengan berkisar 1 jam sampai 1,5 jam. Bila lebih dari 1,5 jam, biji kopi akan terlalu matang. Sementara itu, bila kurang dari 1 jam, biji tidak benar-benar matang.