Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Putra kedua Raditya Oloan dan Joanna Alexandra, Zeraiah Moria menuliskan salam perpisahan untuk ayahnya yang meninggal pada Kamis petang ini, 6 Mei 2021. Ia menuliskan kenangan untuk ayahnya sekaligus menyemangati dirinya sendiri dengan kalimat yang mengharukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Daddy telah melalui rasa sakit yang cukup, dia sekarang dalam damai dengan Tuhan," tulisnya memulai salam perpisahannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai anak kecil yang belum bisa mengendalikan emosinya, ia merasa marah harus berpisah dengan ayahnya. "Hal-hal yang membuat marah: ayah saya tidak ada di sana untuk menyemangati saya, saya tidak bisa menonton film dan anime bersamanya, dan saya tidak akan bisa begadang di malam hari menonton film bersamanya," tulisnya menambahkan.
Tapi sebagai anak pendeta yang mendapatkan pelajaran iman dan kasih sayang dari ayah ibunya, ia tetap menuliskan perasaan yang membuatnya senang. "Hal-hal yang harus saya senangi: ayah saya dalam damai dan tidak ada lagi rasa sakit, Tuhan tetap di sisi saya selamanya," tulisnya.
Raditya Oloan. Foto/Instagram
Raditya Oloan meninggal pada Kamis, 6 Mei 2021 pukul 18.13 dalam usia 36 tahun. Sebelum meninggal, ia dan juga keluarganya berjuang melawan Covid-19. Raditya, Joanna Alexandra, tiga anak mereka, dan beberapa staf rumah tangga dinyatakan positif Covid-19 dan membuat mereka dirawat di Wisma Atlet. Hanya satu anaknya, perempuan, yang negatif.
Lantaran kondisinya terus memburuk, Raditya Oloan dilarikan ke RS Persahabatan, Jakarta Timur pada 18 April 2021. Setelah diswab PCR, Raditya dinyatakan negatif Covid-19.
Tapi Raditya Oloan memiliki komorbid asma yang membuatnya sesak napas. Ia pun mengalami badai sitokin. Pasien terinfeksi COVID-19 dan bahkan influenza bisa meninggal karena reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh yang disebut badai sitokin. Sitokin adalah protein kecil yang dilepaskan oleh banyak sel berbeda di dalam tubuh, termasuk sistem kekebalan tubuh tempat mereka mengkoordinasikan respons terhadap infeksi. Reaksi berlebihan itu akhirnya memicu peradangan.