Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENDETA Luspida Simanjuntak tergolek lemah di kamar 201 Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi. Selang infus menancap di lengan kanannya. Perban tebal membungkus luka di dahinya. Ahad pekan lalu, Luspida diserang sekelompok orang saat ia, bersama ratusan anggota jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), bergerak dalam konvoi ke Kampung Ciketing Asem, Mustika Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Rencananya, mereka menggelar kebaktian di sana.
Ini kejadian kedua bagi Luspida. Sebulan lalu, perempuan 38 tahun ini mengaku dipukuli sekelompok orang yang menolak pendirian gereja di Kampung Ciketing. Saat penyerangan pekan lalu itu, ujar Luspida, ia sebenarnya hendak menolong Asia Lumbantoruan Sihombing, penatua gereja HKBP, yang terlihat memegangi perut dan berdarah.
Namun, belum lagi upayanya berhasil, para penyerang yang sebagai besar berbaju putih itu memukul pelipis dan pinggangnya dengan benda semacam stik golf. Belakangan, Luspida baru tahu Asia ditusuk para penyerang itu.
Peristiwa Ahad pagi itu diduga merupakan buntut dari gesekan yang hampir setiap pekan terjadi—selama tiga bulan terakhir—antara warga dan jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi. Perseteruan itu dipicu penolakan warga terhadap rencana pendirian gereja HKBP di lahan seluas 220 meter persegi di kampung tersebut.
Menurut Luspida, penyerangan terjadi ketika jemaat tengah berjalan beriringan menuju lokasi kebaktian di lahan kosong itu. Mendadak delapan orang mengendarai sepeda motor berboncengan menyerang mereka. Salah satu penyerang, dengan cepat, menusuk Asia hingga penatua (pengurus gereja) itu tersungkur.
Jemaat pun serta-merta berhamburan, kabur. Luspida mengaku mengenali sebagian penyerangnya karena kerap melihat mereka ikut berdemo setiap kali pihaknya menggelar kebaktian. Aparat keamanan sudah menetapkan sepuluh tersangka penyerangan jemaat HKBP itu. Satu di antaranya Ketua Front Pembela Islam Wilayah Bekasi Muharli Barda.
Pengacara para tersangka penyerangan jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Shalih Mangara Sitompul, punya versi lain atas bentrokan berdarah ini. Menurut dia, ini kasus pengeroyokan. ”Sembilan anak kita dikeroyok 200 anggota jemaat HKBP,” ujar Shalih dalam forum pertemuan umat Islam di Masjid Islamic Center, Bekasi, Jumat pekan lalu.
Saat itu, kata Shalih, sembilan kliennya, dengan bersepeda motor, tengah melintas di dekat jemaat HKBP yang sedang berkonvoi. Tiba-tiba di depan mereka melintas mobil, yang menyerempet salah satu motor kliennya. Jemaat HKBP yang berjalan di depan, kata Shalih, saat itu berteriak, ”Maling… maling….” Mendengar teriakan itu, para pengendara sepeda motor berhenti. Lalu mereka pun terlibat perkelahian dengan ratusan anggota jemaat. ”Akibat bentrokan itu, empat klien saya luka-luka,” ujar Shalih.
Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Komisaris Besar Imam Sugianto mengaku belum bisa memastikan siapa menyerang siapa. Sebab, kata Imam, di pihak jemaat dan mereka yang disebut-sebut sebagai penyerang, sama-sama jatuh korban. Ade Firman dan Ismail, yang kini ditahan polisi, ujarnya, menderita luka-luka. Tulang tangan kiri Ade ”lepas” dari siku, sementara kepala Ismail ”bocor” ditusuk payung.
Menurut Imam, bentrokan ini memang tak lepas dari kemarahan warga yang tak setuju atas pembangunan gereja HKBP di Kampung Ciketing itu. Imam menduga para pengendara sepeda motor tersebut bersimpati terhadap warga yang menolak itu. ”Sepuluh tersangka itu semuanya warga luar, dari Tambun, Kabupaten Bekasi,” ujarnya.
Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, menyatakan kesepuluh tersangka dijerat pasal penganiayaan, termasuk Muharli Barda. Muharli dijerat pasal berlapis, dari melakukan penghasutan di muka umum, turut serta dalam tindak kekerasan, membiarkan terjadinya tindak pidana, hingga memaksa seseorang melakukan tindak kekerasan.
Kisruh rencana pendirian gereja HKBP itu terjadi sejak Juli lalu. Setelah rumah di Jalan Puyuh Raya 14, Perumahan Pondok Timur Indah, yang dijadikan tempat ibadat, disegel Pemerintah Kota Bekasi karena tidak punya izin, jemaat berpindah ke sebuah tanah kosong di Ciketing.
Di sini pun jemaat tak aman dari ”teror”. Hampir setiap pekan, saat mereka menggelar kebaktian, sekelompok warga unjuk rasa meminta mereka membubarkan diri. Pada 8 Agustus lalu, ”bentrokan” kecil terjadi. Menurut Imam, beberapa pengurus HKBP melaporkan banyak anggota jemaatnya luka-luka karena didorong-dorong warga yang berupaya membubarkan kebaktian. ”Tapi dicek ternyata tak ada,” ujarnya.
”Peristiwa 8 Agustus” rupanya tak menyurutkan jemaat HKBP menggelar ibadat di sana. Mereka kemudian, setiap kali akan beribadat di Ciketing Asem, melakukan konvoi dari bekas tempat mereka beribadat di Jalan Puyuh Raya yang disegel itu ke tanah kosong di Ciketing, yang berjarak sekitar 2,5 kilometer.
Menurut Imam, sejak semula pihaknya dan Pemerintah Kota Bekasi meminta jemaat menahan diri dan tidak melakukan konvoi karena tindakan itu bisa memancing provokasi. Pemerintah Bekasi, ujarnya, juga telah mencarikan lokasi alternatif tempat ibadat. ”Tapi tak didengar.”
Menurut Ketua Rukun Warga 06 Kampung Ciketing Asem, Rimin, warga Ciketing mayoritas muslim. Adapun jemaat HKBP tercatat ada empat keluarga. ”Itu pun mereka tidak ikut kebaktian di lahan yang diprotes warga,” ujarnya. Jemaat yang menggelar kebaktian di tanah kosong di kampung itu, kata Rimin, berasal dari luar Ciketing Asem. ”Warga yang memeluk agama Katolik beribadatnya juga di luar Ciketing. Mereka ke gereja di Kota Bekasi.” Menurut Rimin, warga menolak kehadiran gereja HKBP karena tempat ibadat itu terletak di tengah perkampungan muslim.
Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi Hasnul Kholid menyebutkan pengurus Gereja HKBP Pondok Timur Indah tidak menaati aturan. Sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, ujarnya, setiap pendirian rumah ibadat harus mendapat rekomendasi FKUB. ”Sampai hari ini, FKUB tidak pernah menerima selembar surat pun dari HKBP,” katanya.
Juru bicara Gereja HKBP Pondok Timur Indah, Manorangi Siahaan, menolak mengomentari tuduhan-tuduhan yang menyudutkan pihaknya. ”Saya belum bisa kasih komentar. Kami mau rapat dulu,” ujarnya Jumat pekan lalu.
Pemerintah Kota Bekasi sendiri telah memutuskan melarang jemaat HKBP menempati lahan seluas 220 meter persegi di Kampung Ciketing Asem itu. ”Ini keputusan pemerintah. Siapa pun harus taat,” kata Wali Kota Bekasi Mochtar Muhammad. Pemerintah, ujar Mochtar, telah menawarkan dua lokasi alternatif bagi HKBP: lahan 2.500 meter persegi di perumahan PT Timah dan lahan 1.984 meter persegi milik Yayasan Strada di Kelurahan Mustikasari, Bekasi.
Untuk pembebasan lahan ini, pemerintah Bekasi siap mencarikan donatur. ”Sehingga HKBP tidak perlu mengeluarkan uang,” kata Mochtar. Dua lahan tersebut berlokasi tak jauh dari lokasi semula yang ditentang, berjarak sekitar 2,5 kilometer.
Kini, untuk sementara, pemerintah Bekasi menyediakan lokasi eks gedung Organisasi Pemenang Pemilu di Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, untuk jemaat HKBP. Namun keputusan pemerintah ini hingga Jumat pekan lalu belum mendapat tanggapan dari para pengurus HKBP Pondok Timur Indah. ”Jemaat akan tetap beribadat di Ciketing Asem,” kata Saor Siagian, kuasa hukum HKBP Pondok Timur Indah.
Ramidi, Anton Aprianto, Martha Warta, Hamluddin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo