Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA kepala sekolah dikumpulkan di ruang rapat lantai dua Dinas Pendidikan DKI Jakarta di kawasan Gatot Subroto. Jumat pekan lalu, sekitar satu jam Taufik Yudi Mulyanto, Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, memberikan arahan kepada Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 190, SMPN 95, SMPN 84, SMPN 67, dan SMPN 28 itu. Isinya berkaitan dengan kekalahan mereka melawan Indonesia Corruption Watch seperti diputuskan Komisi Informasi Pusat.
Senin pekan lalu, Majelis Komisioner Informasi Pusat memerintahkan lima kepala SMP itu dan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan salinan surat laporan pertanggungjawaban serta kuitansi penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) kepada ICW. Majelis menyatakan dua dokumen itu bisa dibuka ke publik, ”Setelah hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan diserahkan ke legislatif,” kata Ketua Majelis yang juga Ketua Komisi Informasi Pusat, Ahmad Alamsyah Saragih.
Atas putusan itu, Majelis memberi waktu 14 hari kepada Dinas Pendidikan dan lima sekolah itu untuk menentukan sikap, menerima atau ”melawan” putusan tersebut. ”Saya menyerahkan sepenuhnya kepada kepala sekolah untuk menentukan langkah hukum selanjutnya,” kata Taufik kepada Tempo.
Sengketa informasi ini berawal dari permintaan ICW kepada lima kepala SMP tersebut untuk membuka kuitansi dan laporan pertanggungjawaban dana bantuan operasional pendidikan (BOP) dan BOS pada 2007, 2008, dan 2009. Dokumen itu diperlukan sebagai data pendukung mengusut kasus dugaan korupsi dana BOS di lima SMP tersebut.
Permintaan itu ditolak lima sekolah tersebut. Alasannya, dokumen surat laporan pertanggungjawaban, BOS, dan BOP merupakan dokumen yang dirahasiakan. Dokumen tersebut hanya bisa diberikan kepada lembaga auditor pemerintah, yakni Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Hasil audit dari BPK terhadap dana BOS dan BOP untuk 2007 sampai 2008 sudah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Adapun hasil audit 2009 baru akan diserahkan Desember tahun ini.
Kepala SMPN 95, Eko Sri, menyatakan selama ini hasil audit penggunaan dana itu sudah diumumkan ke publik. Hasil audit 2007 dan 2008, misalnya, sudah ditempel di majalah dinding sekolah dan juga ditayangkan di Internet. ”Jadi kurang apa lagi?” ujar Eko.
Penolakan itu juga didasarkan atas Buku Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional. Buku itu menyatakan hanya data rekapitulasi penggunaan dana yang bisa dibuka ke publik. Adapun kuitansi dan laporan pertanggungjawaban tetap menjadi dokumen rahasia, bukan untuk dibuka ke masyarakat. Merasa dihalang-halangi, ICW pun membawa perkara ini ke Komisi Informasi.
Untuk memutuskan sengketa antara ICW dan para kepala sekolah, Majelis Komisioner Informasi mendatangkan saksi ahli dari BPK, BPKP, dan Departemen Pendidikan Nasional. Di persidangan, saksi ahli dari BPKP, Jenri Sinaga dan Hermansyah, serta saksi ahli BPK, Surachmin, menunjuk salinan kuitansi BOS bukan dokumen rahasia. Dokumen itu bisa dibuka ke publik. Bahkan, ujar Surachmin, dengan bisa dibuka ke publik, masyarakat bisa mengawasi kinerja aparat pemeriksa keuangan.
Lima kepala sekolah itu sendiri langsung bergerak begitu Majelis menyatakan ICW menang dalam sengketa informasi tersebut. Sehari setelah putusan diketuk, mereka menggelar pertemuan, merencanakan sikap yang akan mereka ambil. ”Sudah ngomong-ngomong, tapi belum ada keputusan,” kata Eko Sri.
Hingga kini ICW masih menanti sikap lima kelapa sekolah tersebut, termasuk apakah mereka akan mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau tidak atas putusan itu. Menurut peneliti ICW, Febri Hendri, pihaknya akan menagih salinan kuitansi dana BOS jika para kepala sekolah itu akhirnya menerima putusan Majelis. ”Dan bila ternyata sampai batas waktu yang ditetapkan dokumen tersebut tidak dibuka, kami akan lapor polisi,” kata Febri.
Belajar dari pengalaman berhadapan dengan lima sekolah itu, ICW, menurut Febri, akan meminta Departemen Pendidikan merevisi Buku Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS. Dokumen kuitansi dan surat pertanggungjawaban dana BOS, ujarnya, harus dinyatakan terbuka untuk publik. ”Ini demi transparansi penggunaan dana BOS.”
Erwin Dariyanto, Ratnaning Asih
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo