Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA pengemudi kendaraan serta pengguna dan penyelenggara jalan yang selama ini mengabaikan aturan lalu lintas kini mesti ekstrahati-hati dan siap merogoh kantong lebih dalam. Mulai awal tahun ini, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diterapkan. Sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, beleid baru ini berisi 326 pasal, 44 pasal di antaranya memuat aturan pidana.
Ancaman hukuman dan denda terhadap pelanggaran aturan yang disahkan pada 22 Juni tahun lalu itu tergolong berat. Pengendara kendaraan bermotor yang tak mempunyai surat izin mengemudi, misalnya, diancam denda Rp 1 juta. Setiap pengendara mobil yang tidak melengkapi kendaraannya dengan ban cadangan akan mendapat pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
Penyelenggara jalan pun kini tak luput dari sasaran tembak. Ada pasal dengan ancaman sanksi pidana bagi penyelenggara jalan yang lalai atau membiarkan jalan dalam keadaan rusak. Hukuman maksimal lima tahun kurungan atau denda Rp 1,5 juta hingga Rp 120 juta menanti.
Ancaman itulah yang membuat Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengundang wartawan pada Kamis pekan lalu. Didampingi empat pejabat eselon dua, Hermanto menyampaikan rencana departemennya membentuk unit pengelola dana preservasi jalan agar terhindar dari jerat undang-undang lalu lintas yang baru. ”Mudah-mudahan bisa efektif pada Juni mendatang,” katanya.
Preservasi jalan adalah proses pemeliharaan rutin, rehabilitasi, dan peningkatan struktur jalan. Rencananya, unit kerja yang akan dibentuk hingga wilayah kabupaten ini bertugas mempertahankan kondisi jalan di seluruh Tanah Air—sekitar 372 ribu kilometer—dalam kondisi prima.
Pembentukan unit itu penting dan mendesak karena beleid baru tak pandang bulu. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Suroyo Alimoeso bahkan telah menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi pemerintah menunda penerapan aturan lalu lintas. ”Kalau ditunda-tunda terus, kapan bisa diterapkan?” kata Suroyo, setelah meresmikan kawasan percontohan lalu lintas di Makassar, Senin pekan lalu.
Jika pernyataan Suroyo bisa dipegang, berarti setiap kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Departemen Pekerjaan Umum hingga tingkat kabupaten.
Inilah yang membuat Dardak bereaksi. Dia mengatakan instansinya belum siap menerima sanksi tersebut. ”Butuh masa transisi dua-tiga tahun,” katanya. Dia ingin proses preservasi itu berjalan sesuai dengan mekanisme yang ditentukan tanpa kekhawatiran terjerat aturan. ”Apakah wajar sanksi itu diterapkan sekarang?” katanya.
Bukan hanya Departemen Pekerjaan Umum yang khawatir, masyarakat pun mengemukakan reaksi yang berbeda-beda. ”Undang-undang yang sebelumnya pun saya enggak ngerti,” kata Andrianto, 32 tahun, pengguna kendaraan bermotor di Jakarta. Apalagi di beleid ini banyak pasal baru yang bersifat wajib, misalnya menyalakan lampu pada siang hari bagi kendaraan roda dua, larangan menggunakan telepon seluler pada saat berkendara, juga aturan ”belok kiri tak boleh langsung”.
Aturan itu sebenarnya penting dan mendesak di tengah situasi dan kondisi jalan raya yang telah menjelma bagaikan rimba raya. Masalahnya, beberapa kalangan menganggap sosialisasi beleid baru ini belum cukup. Di jalan, pengendara bermotor terlihat masih bisa leluasa belok kiri. Padahal aturannya sekarang dilarang belok kiri kecuali ada rambu yang menentukan lain.
Menanggapi minimnya sosialisasi itu, Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengatakan lembaganya akan terus berupaya mensosialisasi aturan lalu lintas agar dipahami masyarakat. ”Kita terapkan bertahap,” kata Edward.
Menurut Edward, pasal yang baru pun dipastikan masih dalam batas sosialisasi dengan penindakan berupa teguran. Penerapan aturan lainnya masih menunggu terbentuknya peraturan pemerintah dan peraturan presiden. ”Polisi tak akan sewenang-wenang,” katanya. Jika ada polisi yang main mata dengan pelanggar aturan lalu lintas, Edward meminta masyarakat melapor.
Efektifkah aturan baru ini mengatasi kesemrawutan lalu lintas? Koordinator Advokasi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan perilaku pengendara, aparat terkait, dan ketiadaan infrastruktur seperti jalan dan pola transportasi massal yang memadai membuat aturan main sulit ditegakkan. ”Sosialisasi harus gencar, jangan sampai merugikan masyarakat,” katanya.
Sosialisasi, kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio, sangat penting. ”Minimal butuh 2 sampai 5 tahun,” katanya.
Rudy Prasetyo, Kartika Candra, Tri Suharman (Makassar)
Jerat Pasal Lalu Lintas
Aturan lalu lintas baru tak hanya menjerat pengendara bermotor, penyelenggara jalan yang dianggap lalai pun bisa kena sanksi. Inilah beberapa aturan itu.
Menjaga Pejalan Kaki dan Pengendara Sepeda
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda bisa dijerat pasal 284.
Sanksi: kurungan maksimal 2 bulan atau denda Rp 500 ribu.
Perlengkapan Kendaraan Tak Komplet
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segi tiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) bisa dijerat pasal 278.
Sanksi: pidana kurungan maksimal 1 bulan atau denda maksimal Rp 250 ribu.
Tak Memenuhi Persyaratan Teknis
Pengendara mobil yang tidak memenuhi persyaratan teknis, meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu pengukur arah dan kedalaman alur ban bisa dijerat pasal 285 ayat 2.
Sanksi: kurungan maksimal 2 bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu.
Tak Punya SIM
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM) dijerat pasal 281.
Sanksi: kurungan maksimal 4 bulan atau denda maksimal Rp 1 juta.
Lampu Wajib Menyala
Pengemudi sepeda motor yang tak menyalakan lampu utama pada siang hari melanggar pasal 293 ayat 2.
Sanksi: kurungan maksimal 15 hari atau denda maksimal Rp 100 ribu.
Tidak Konsentrasi, Menelepon, atawa Mabuk
Setiap orang yang mengemudi kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi bisa dijerat pasal 283.
Sanksi: kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp 750 ribu.
Pengelola Jalan Bisa Dituntut
Penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan dengan korban luka ringan atau kerusakan kendaraan/barang, luka berat, dan meninggal dunia bisa dijerat pasal 273.
Sanksi: kurungan maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 120 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo