Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=verdana size=1><B>Pencemaran Nama Baik</B></font><br />Hanya Ingin Klarifikasi

Kasus pencemaran nama baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera bergulir ke pengadilan. Zaenal Maarif terancam masuk bui.

8 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ZAENAL Maarif kini harus bersiap untuk duduk di kursi pesakitan. Rabu pekan lalu Kejaksaan Agung menyatakan berkas pemeriksaan terhadap mantan Wakil Ketua DPR RI ini sudah P21 alias lengkap. Sederet pasal akan dijeratkan ke politikus yang ikut membidani kelahiran Partai Bintang Reformasi (PBR) ini.

Selain dakwaan primer melakukan fitnah, politikus asal Solo itu juga ditembak dengan dakwaan subsider: penghinaan dan pencemaran nama baik serta melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Ancaman hukumannya maksimal penjara empat tahun,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Thomson Siagian.

Koordinator jaksa penuntut umum kasus ini, Fitrasani, kepada Tempo menyatakan telah menyiapkan dakwaan terhadap Zaenal. ”Tapi, masih ada beberapa yang kami perbaiki,” ujar Fitrasani. Akankah Zaenal bakal ditahan? ”Saya belum tahu,” kata Fitrasani. Menurut Asisten Pidana Umum, Kejaksaan Tinggi DKI, itu, pekan ini polisi akan menyerahkan Zaenal dan sejumlah barang bukti ke kejaksaan.

Ketua tim penyidik, Ajun Komisaris Besar Tornagogo Sihombing, membenarkan ahwa dalam pekan-pekan ini pihaknya akan menyerahkan Zaenal dan sejumlah barang bukti. Barang bukti tersebut, antara lain, kliping pemberitaan sejumlah surat kabar yang menulis pernyataan Zaenal yang dianggap menghina SBY. ”Dokumen yang menurut Bapak Presiden menghina dirinya, kami serahkan sebagai bukti,” ujar Tornagogo.

Sebelas orang saksi sudah disiapkan untuk persidangan ini. Tornagogo membantah kasus ini cepat bergulir ke pengadilan lantaran pelapornya presiden. ”Tahapan pemeriksaannya sudah rampung. Jadi, bukan karena korbannya presiden,” kata Kepala Satuan Keamanan Negara Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya ini.

Kasus yang membuat Zaenal berurusan dengan SBY, dan kemudian masuk pengadilan, merupakan buntut pencopotan Zaenal dari kursi DPR. Awalnya adalah persaingan Zaenal dan Bursah Zarnubi dalam perebutan kursi pimpinan Ketua Umum PBR. Dalam perebutan tahun lalu itu Bursah menang dan Zaenal tersingkir.

Tak mendapat tempat di PBR, Zaenal lantas membentuk PBR tandingan. Kubu Bursah meradang dan Zaenal pun dicopot dari kursi wakil Ketua DPR.

Awal Januari lalu, Bursah mengirim surat kepada Presiden meminta Yudhoyono memberhentikan Zaenal. Ini lantaran pergantian wakil rakyat menurut ketentuan harus diputuskan Presiden. Zaenal protes. Pada 8 Januari 2007, ia menggugat putusan partai itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tapi, sebelum gugatan itu diputuskan pengadilan, pada 19 Juli 2006, SBY menerbitkan keputusan presiden yang isinya: menyetujui pergantian Zaenal. Zaenal pun ”terpental” dari gedung wakil rakyat. ”Presiden mestinya menunggu hasil keputusan di pengadilan sebelum memutuskan pemecatan ini,” kata Zaenal menyesalkan putusan Presiden.

Saat itu, entah dari mana, muncullah isu tak sedap, pemecatan Zaenal oleh Presiden lantaran campur tangan istri Presiden, Ani Yudhoyono. Gara-garanya, Zaenal menikah lagi. Dan yang terjadi kemudian memang ”peperangan” Zaenal melawan SBY. Di DPR Zaenal menyerang Presiden. ”Saya akan menyampaikan bahwa Yudhoyono pun pernah diisukan menikah sebelum masuk Akabri,” katanya. Hampir semua media massa lantas memberitakan pernyataan Zaenal ini. Saat itu, Presiden sedang mengunjungi sejumlah negara tetangga.

Tidak cuma gertak sambal, Zaenal membuktikan ancamannya dengan menyerahkan bukti ke sejumlah petinggi lembaga, yakni MPR, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah. Bukti yang dia bawa: cerita seorang perempuan yang direkam dalam format VCD tentang ”istri pertama” Yudhoyono itu. Menurut Zaenal, kalau rumor itu benar, jabatan Yudhoyono juga harus dicopot.

Diisukan tidak sedap, Yudhoyono tak tinggal diam. Akhir Juli, bersama Ani Yudhoyono, ia melaporkan ulah Zaenal ke Polda Metro Jaya. SBY merasa namanya dicemarkan. Sejumlah barang bukti ditenteng SBY: kliping berita yang menulis pernyataan Zaenal di sejumlah media massa.. Yudhoyono menekankan dirinya melapor dalam kapasitas sebagai warga negara. ”Bukan sebagai presiden.”

Polisi memang serius mengusut pengaduan SBY. Sejumlah saksi diminta keterangan, termasuk Ketua DPRD Pacitan, Lurah Pacitan, dan sejumlah kerabat Yudhoyono dari Pacitan. Beberapa wartawan juga dipanggil, antara lain Wakil Pemimpin Redaksi Detik.com, Didik Supriyanto, dan wartawan Pos Kota, Untung Sumarwan.

Achmad Michdan, kuasa hukum Zaenal, menegaskan bahwa kliennya tak melakukan kesalahan apa pun. Isu Presiden Yudhoyono pernah menikah sebelum masuk Akabri, katanya, pernah merebak sebelumnya. ”Tapi, kabar itu tidak pernah diklarifikasi,” ujar Achmad. Nah, di ujung masa tugasnya sebagai wakil rakyat, kata Achmad, Zaenal merasa perlu mengklarifikasi kabar tersebut. ”Pak Zaenal hanya bermaksud mengklarifikasi, karena ia dititipkan amanat dari rakyat, berupa dokumen soal itu,” kata Achmad. Karena itu, menurut dia, tak ada petunjuk yang dapat menyudutkan kliennya. ”Kami keberatan dengan tuduhan itu, karena tidak ada niat untuk mencemarkan nama baik,” kata Michdan.

Dokumen yang diserahkan Zaenal kepada para petinggi lembaga, menurut Achmad, juga tetap dirahasiakan. Isi rekaman di dalam data itu, katanya, mestinya dibuktikan lebih dulu kebenarannya sebelum jaksa mendakwa Zaenal. ”Kalau memang salah, tangkap dulu mereka.”

Ditemui di rumahnya di kawasan Jajar, Solo, Zaenal mengaku siap menghadapi persidangan. ”Strategi ada, tapi harus disimpan. Baru saya keluarkan nanti di sidang,” katanya.

Di mata pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudi Satrio, alasan Zaenal yang menyatakan dirinya hanya mengklarifikasi isu seputar perkawinan SBY sebelum masuk Akabri adalah janggal. ”Untuk kepentingan apa Zaenal mengklarifikasi itu?” kata Rudi. ”Dan kenapa mengklarifikasinya ke publik?” Menurut Rudi, dalam hukum pidana, jika informasi seperti ini sudah disampaikan ke publik, maka itu sudah merupakan bentuk tindak pidana.

Dimas Adityo, Imron Rosyid (Solo), Sandy Indra P., Ibnu Rusydi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus