Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan peran aparat intelijen, polisi dan TNI diperlukan dalam menanggulangi terorisme di Indonesia. SBY menyampaikan pernyataan itu terkait kejadian bom bunuh diri di Surabaya pada Ahad, 13 Mei 2018 pagi hari. Dalam peristiwa itu belasan orang termasuk pelaku tewas dan puluhan orang luka-luka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam kaitan ini (penanggulangan terorisme), peran dari aparat intelijen, aparat kepolisian dan komando teritorial TNI amat penting,” kata dia melalui akun Youtube Suara Demokrat, Ahad, 13 Mei 2018.
Baca: Buntut Bom Surabaya, Kapolri Minta DPR Sahkan RUU Terorisme
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelibatan TNI dalam menanggulangi aksi teorisme yang diungkapkan SBY itu selama ini masih menjadi poin krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme di DPR. Poin itu menuai pro dan kontra.
Adapun Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto sependapat dengan SBY. Menurut dia, mengatakan keterlibatan TNI dalam menanggulangi terorisme diperlukan karena terorisme harus dilawan secara total.
Wiranto mengatakan di negara lain militer sudah terlibat secara utuh dalam pemberantasan terorisme. Dia pun menjamin pelibatan TNI tidak akan mengganggu penegakan hukum.
Baca: Aksi Teror Meningkat, Polri Singgung RUU Terorisme yang Mandek
Namun usul keterlibatan TNI dalam penganggulangan terorisme ditolak sebagian kalangan sipil. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menilai pelibatan TNI dalam terorisme tidak mendesak karena sudah diatur dalam UU TNI. YLBHI juga menilai melibatkan TNI dalam urusan penegakan hukum seperti terorisme justru merupakan kemunduran reformasi yang telah memisahkan kepolisian dan TNI.
Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai melibatkan TNI dalam penanggulangan terorisme sama dengan mengembalikan rezim Orde Baru. KontraS menganggap masih banyak pelanggaran HAM dilakukan militer dan belum diproses.