PEMBANGKIT tenaga listrik disel Kawasaki 300 watt, di Kantor
Komando Rayon Militer (Koramil) Tanjung Lubuk (Kabupaten Ogan
Komering Llir, Sumatera Selatan), dihidupkan. Baru dua menit
saja asap solar dari knalpot menyusup ke kamar tahanan Koramil,
pintu sudan digedor-gedor dari dalam. Pintu dibuka. Dari sana
keluar 6 orang dewasa, dengan muka merah, dan batuk-batuk
kesakitan.
Itu hanya rekonstruksi kejadian, 24 Desember lalu. Bagaimana
jika yang berada dalam kamar tahanan itu 6 bocah yang berumur
antara 10 - 16 tahun dan diasapi semalam suntuk? Ya, mati! Dan
itu kejadian yang sesungguhnya, 21 Desember lalu.
Direndam
Keterangan resmi atas tewasnya 6 anak Desa Sugihwaras, masih
tetap. Saroni bin Saleh (16 tahun), Kamran bin Asli (10), Sayadi
bin Hasan (14), kakak beradik Tolhatop (16) dan Basir (14) bin
Basrin serta Kori bin Anwari (14). tewas karena paru-paru mereka
dipaksa menghirup asap solar. Selebihnya masih simpang siur. Ada
yang menyaksikan keenam mulut korban berbusa --seperti
tanda-tanda keracunan. Ada pula yang melihat tanda bekas
penganiayaan berat. Sayadi, yang baru lulus sekolah dasar tahun
lalu, hingga dikuburkan masih terlihat darah mengucur dari
mulut, mata dan telinganya. Hal begitu kelihatan juga pada mayat
Kori, yang tahun ini baru saja mulai duduk di kelas IV SD.
Tulang bahu sebelah kiri lepas, tanda hitam di dada kiri d1
mungkin patah tulang iga, tampak pada jenazah Saroni. Dada dan
bagian belakang jenazah Basir juga ada tanda bekas penganiayaan.
Penggawa Asil, ketika memandikan jenazah anaknya, Kamran,
melihat juga bekas-bekas kekerasan.
Pemeriksaan laboratorium kepolisian, dari Markas Besar di
Jakarta, sendiri yang diharapkan dapat memberi kejelasan
mengenai sebab-sebab kematian - belum menghasilkan apa-apa.
Sekaleng isi perut korban, yang diperoleh dari pembedahan mayat
dua korhan, dianggap tak memenuhi syarat untuk pemeriksaan.
Agaknya pemeriksa perkara, dari Pomdam Sriwijaya, menemui
kesulitan untuk melanjutkan pemeriksaan laboratorium. Atau perlu
menggali kembali makam korban?
Koramil Tanjung Lubuk, seperti juga kebiasaan petugas-petugas
Koramil di daerah lain, memang biasa melayani segala macam
pengaduan. Dengan begitu tak jarang pula bertindak di luar
urusan kemiliteran. Misalnya: Pernah seorang sopir, Simatupang,
disel di Koramil. Keluar dari tahanan militer, Simatupang muntah
darah. Badannya rusak dan perlu perawatan dokter. Rupanya ia
dianiaya. Padahal kesalahannya sepele: Cuma lancang melalui
jalan larangan. Nanguning lain lagi. Ia dikoramilkan hanya
karena menunggak membayar Ipeda. Entah apa urusan Koramil dengan
soal perpajakan. Penjudi-penjudi yang kena razia, selain
dikoramilkan, juga direndam di sungai dan dihajar. Pokoknya
penduduk sekitar Tanjung Lubuk banyak cerita tentang Koramilnya
- setelah kematian 6 orang anak itu.
Dan malam itu, 20 Desember, datang Cik Nung, 55, mengadu perihal
kenakalan anak-anak kampung Sugihwaras. Rupanya sekawanan
anak-anak nakal telah memasang kayu-kayu penghalang melintangi
jalan di muka rumahnya.
Kenakalan begitu, menurut beberapa orang penduduk di sana,
memang keIap terjadi. Dan mengganggu kendaraan umum. Sopir dan
penumpang bis yang lewat rintangan, di jalan berlubang-lubang
antara Palembang - Martapura, paling merasa terganggu. Mereka
sering dikompas uang atau makanannya oleh kawanan anak-anak
nakal itu (sehingga menurut Bupati Ogan Komering llir, Latief
Rais, mungkin saja anak-anak bandel itu tewas karena keracunan
eks makanan yang diberikan penumpang bis).
Atas laporan Cik Nung itulah anggota Koramil mencomot 6 orang
anak yang asyik nonton acara televisi. Apakah betul anak-anak
itu yang memalang jalanan dengan kayu? Itu tak dipersoalkan.
Setelah anak-anak itu kehabisan nafas, setelah dipaksa push up
beberapa kali, mereka digiring masuk kamar tahanan di Kantor
Koramil. Itu terjadi kira-kira jam 10 malam.
Mereka Sudah Kenyang
Kamar tahanannya sendiri baru. Kantor Koramil memang bangunan
baru. Ukurannya sekitar 1,40 m kali 2,50 m dan tingginya 2,40 m.
Kamar tahanan itu berjendela. Hanya sebagian lubang anginnya
memang ditutup dengan papan. Tapi, begitu diperhitungkan,
ruangan itu cukup memberikan udara untuk penghuninya bernafas.
Tapi ada sebab lain yang mengakibatkan keenam penghuni baru itu
kehabisan nafas sama sekali.
Yaitu penerangan Kantor Koramil diperoleh dari disel listerik.
Generator ditempatkan kurang setengah meter dari tembok kamar
tahanan. Dengan sendirinya asap solar juga semalaman mengalir
ke ruangan kecil yang dihuni 6 bocah Sugihwaras itu.
Diduga keras asap solar itulah yang mencekik pernapasan para
korban. Tak jelas kapan nafas mereka habis. Tapi ketika ditengok
jam 5 pagi mereka telah meninggal. Menurut visum dokter, mereka
meninggal 6 jam sebelum mereka diketahui tewas. Basir tewas
dalam pelukan abangnya, Tolhatop.
Keluarga korhan tak segera tahu ingin membezuk. Mereka membawa
makanan. Tapi oleh petugas, mereka hanya memperoleh keterangan:
Anak-anak sudah diangkut ke Kayu Agung. Dan tak usah bawa-bawa
makanan, "mereka sudah kenyang-kenyang," kata petugas. Tengah
hari, dari Pembarap Nur dan Pasiran Hasan Zen - setelah kedua
pejabat desa ini diberi keterangan oleh bupati di Kayu
Agung--barulah keluarga para korban tahu musibah apa yang telah
menimpa anak-anak mereka.
Secakusumah dan KASAD Jenderal Makmun Murod berta'ziyah dan
menyumbang keluarga korban masing-masing Rp 75 ribu dan Rp 100
ribu. Bupati Latief Rais menyumbang kain kafan. Keenam korban
dikebumikan di pemakaman umum di belakang kantor Koramil.
Jenderal Makmun Murod, kepada keluarga, menjanjikan tindakan
hukum bagi yang bertanggungjawab. Komandan Rayon Militer, Kapten
Abdul Latif Komba, telah ditahan untuk pengusutan bersama dua
sersan dan dua halsip bawahannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini