Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

A Tjai Dan Saksi-saksinya Korupsi Dan A Tjai

A tjai alias Endang Wijaya dituduh korupsi dalam kasus Pluit dengan memanipulasi fasilitas BPO Pluit untuk mendapatkan kredit BBD. Pihak bank berlaku ceroboh dalam memeriksa keabsahan surat jaminan.(krim)

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAMAN Bonsai, di sebuah sudut halaman belakang rumah A Tjai di Jalan Pluit Samudera 17, merupakan perbukitan hijau mini yang indah. Itu saja sudah cukup menggambarkan betapa kemewahan seisi rumah. Jangan tanya berapa harganya. Yang dihadiahkan kepada para pejabat saja bisa berharga Rp 100 juta sampai lebih dari Rp 200 juta. Berjenis-jenis mobil lux yang dimilikinya: mulai dari Range Rover (lengkap dengan peralatan modernnya), Mercy, Jaguar sampai BMW. Belum lagi kekayaan yang tertanam di Proyek Pluit: bangunan dan prasarana kelas I di Pluit Baru, Muara Angke dan Muara Karang. Berapa banyak harta kekayaan A Tjai alias Endang Wijaya alias Yap Eng Kui, 46 tahun, yang kini duduk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghadapi tuduhan subversi dan korupsi? Gani Djemat dalam eksepsi 14 Oktober lalu -- sebelum dicabut surat kuasanya, 17 Oktober -- menyatakan: Seluruh kekayaan A Tjai, kira-kira Rp 28 milyar. Ini sebenarnya cukup untuk menutup kerugian negara, yang menurut jaksa mencapai jumlah lebih dari Rp 23 milyar itu. Kalau tak percaya, begitu Djemat, boleh didatangkan ahli taksir bertaraf internasional untuk menghitungnya. Pernyataan Djemat ini tentunya bukan untuk memamerkan kekayaan kliennya. Kemacetan kredit, kata pengacara ini, adalah soal perdata. Artinya boleh diurus oleh BUPN (Badan Urusan Piutang Negara) saja. Artinya lagi, jika kerugian berhasil ditutup dengan harta kekayaan A Tjai, setidaknya tuduhan boleh lepas dari soal subversi. Begitu maunya pembela. "Saya sudah mendapat ijin dari A Tjai sendiri maupun keluarganya untuk menawarkan perhitungan assets itu," kata Gani Djemat pula. Tapi ternyata bagi majelis hakim yang dipimpin oleh H.M. Soemadijono SH, hal itu tak perlu. "Tak ada relevansinya." Jaksa bilang, "tidak peduli kekayaan Endang Wijaya itu Rp 28 milyar, Rp 100 milyar atau 1 sen, kalau didapat dari kejahatan dapat dirampas untuk negara." "Kejaksaan tidak menagih hutang," lanjut Jaksa Anas Bhisma SH. Dalam kasus Pluit ini, menurut jaksa, yang ditinjau ialah "cara tertuduh mendapatdan menggunakan kreditnya." Secara jahat atau tidak. Gani Djemat tak dapat melanjutkan perdebatan tentang harta kekayaan A Tjai dengan kerugian negara. Sebab, tiga hari setelah membacakan eksepsinya, kuasanya telah dicabut. Surat pencabutan diketik rapi, dengan mesin ketik IBM di atas meterai, tanpa menyebutkan alasan yang jelas. Menurut Djemat, lazimnya, pencabutan surat kuasa didasarkan atas dua hal: pembela minta bayaran terlalu tinggi atau karena tidak becus berperkara. "Saya tidak minta bayaran sepeserpun untuk berdiri di pengadilan," kata pengacara ini. Sedangkan becus tak becus, dia sudah lama menjadi pengacara tetap A Tjai, sejak Juni 1976. Jadi? "Saya tidak ada komentar!" Tinggallah dua pembela di samping A Tjai. Dua-duanya bekas Jaksa Tinggi. Budi Sutrisno SH dari Jawa Tengah dan Azwar Karim dari DKI Jakarta. Dengan pembela ini, soal perhitungan kekayaan - A Tjai tak jadi persoalan. Hakim pun terus melanjutkan pemeriksaan. Jaksa Penuntut Umum telah minta kepada majelis agar mengajukan 82 orang saksi. Nama-nama penting lain, seperti bekas Walikota Jakarta Utara dan Ketua BPO Pluit, Dwinanto Prodjosupadmo, diminta oleh jaksa agar ditampilkan. Berikutnya, masih dalam nomor urut utama, diharapkan hadir sebagai saksi Wagub DKI, ir Prajogo Padmowihardjo, pejabat DKI dan BPO lain. Juga bekas Dir-Ut BBD (Bank Bumi Daya) R.A.B. Massie, bekas Direktur Kredit, Natalegawa, berikut beberapa pejabat BBD lainnya. Tak ketinggalan beberapa pejabat pajak, seperti drs. Hussein Kartasasmita (bekas Sekretaris Ditjen Pajak) dan beberapa pejabat pajak di tingkat DKI Jakarta. Dwinanto, misalnya, Letkol (Laut) yang menyandang berbagai bintang jasa, diharapkan tampil untuk memberi kesaksian tentang apa dan bagaimana fasilitas BPO diberikan kepada A Tjai. Bekas Walikota ini juga menganggap, sampai tahun 1970, belum kelihatan ada investor yang berani terjun ke Pluit. A Tjai muncul. Fasilitas pun diberikan berdasarkan perjanjian kontrak untuk membangun 2500 rumah mewah. Baru, setelah kasus Pluit terbongkar, ia menyatakan "baru mengetahui" kalau segala surat keterangannya digunakan, atau disalahgunakan, untuk memperoleh kredit dari BBD. Tapi tak pernah dapat tegoran dari atasannya, ir Prajogo maupun Bang Ali. Yang mengherankannya, semua surat keterangannya ternyata oleh bank dapat diterima sebagai jaminan kredit - setidaknya penguat -- bagi A Tjai. Padahal menurut mestinya bukankah BBD harusnya lebih membutuhkan sertifikat tanah daripada mengandalkan surat keterangannya? Betapapun Dwinanto merasa telah "terlalu mempercayai bawahannya" yang menyodorkan berbagai surat untuk ditekennya. Dia dijebloskan dalam kesulitan untuk mempertanggungjawabkan semua surat yang pernah ditekennya. Kecerobohannya, telah mempercayai A Tjai, tanpa mencek bonafiditasnya. Apalagi, sedikit-sedikit, A Tjai selalu bilang sudah lapor pada Ali Sadikin. Bagaimana dengan pemberian-pemberian dari A Tjai? Tak dibantahnya. Tapi, disebutkan, itu semua tidak dalam rangka memperlancar kontrak. Rumah di Pluit, mula-mula, akan dihadiahkan A Tjai kepadanya. Tapi ditolak. Akhirnya diterima sebagai pinjaman. "Mobil-mobil telah saya kembalikan kepada yang berwajib," katanya. Wakil Gubernur, ir Prajogo, diharapkan akan memberi kesaksian sekitar pnandatanganan kontrak pemerintah dengan A Tjai. Ada beberapa kontrak yang ditekennya. Ada beberapa tak diketahuinya. Dia baru tahu ada manipulasi oleh A Tjai, setelah terbit berita di koran. Sulit untuk dibantah, bahwa ia telah menerima beberapa hadiah dari A Tjai. Itu disesalkannya -- dan merupakan pengalaman pahit seumur hidupnya. Kesaksian Natalegawa, bekas Direktur Kredit BBD, bakal tak kurang menariknya dari yang lain. Dia tidak mendapat laporan bawahan, seberapa jauh mutu jaminan yang digunakan A Tjai untuk memperoleh berbagai kredit BBD. Sejauh yang dilaporkan, katanya, "tidak ada hal-hal yang membahayakan." Barulah setelah diteliti, ternyata, jaminan OV (ijin penggunaan tanah BPO yang dibawa A Tjai dari Dwinanto, tidak bernomor dan bertanggal. Tak urung hal itu harus diakuinya sebagai kecerobohan BBD. Karena sebelumnya pejabat BBD sangat mempercayai A Tjai. Orang ini banyak mendapat jaminan-jaminan lisan dari para penggede. Bahkan, dalam kesempatan meresmikan Pluit II, Bang Ali setengahnya berdiri di belakang A Tjai. Pidatonya, yang mengecam kelambatan kredit BBD kepada PT Jawa Building, sangat berkesan. Sebuah sumber TEMPO sementara itu menyatakan, Natalegawa memang sangat membantu A Tjai. Untuk menggolkan kredit A Tjai dari PT ASEAM (badan ini dananya dari pemerintah dan swasta asing), kata sumber TEMPO itu, Natalegawa sampai mau berpidato di Paris meyakinkan pihak asing. Kredit BBD macet. Direksi baru BBD, 1976, pernah memanggil A Tjai untuk segera membereskan semua yang berkenaan dengan hutangnya. BBD memberi waktu 5 tahun. A Tjai menawar sampai 7 tahun. BBD keberatan. Sementara menghitung-hitung, Opstib merentang kegiatannya. A Tjai pun terjaring dengan hutang yang membengkak. Para hakim kini sedang menimbang-nimbang tuduhan di pundak A Tjai. Tapi nama-nama pejabat lain, yang 'ternoda' bersama kasus Pluit, tentunya harus dicuci juga -- biar jelas salah tidaknya. Sementara itu yang terasa agak lowong ialah tidak dimintanya Ali Sadikin sebagai saksi. Padahal bekas gubernur ini menyatakan bersedia untuk didengar kesaksiannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus