Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga tamu itu terpaksa menunggu lebih dari tiga jam sebelum akhirnya mendapat kursi. Ketika mereka datang pukul 13.00, warung elektronik Surya.com di Jalan Letnan Jenderal Suprato, Jember, Jawa Timur, pada 25 Januari lalu itu penuh orang. Isinya sebagian besar remaja. Baru sekitar pukul 16.00, satu per satu remaja itu pergi. Saat itulah ketiga orang yang jauh-jauh datang dari Jakarta ini segera masuk, duduk di depan komputer di sana.
Sekitar tujuh jam mengutak-atik dan mencocokkan data yang mereka miliki, ketiganya yakin dari sinilah sumber kejahatan itu berasal. Tiga tamu itu memang bukan orang sembarangan. Mereka dari Unit Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Markas Besar Kepolisian RI. Yang mereka cari malam itu juga tengah berada di sana: Wildan Yani Ashari. Sehari-hari pemuda pendiam tersebut teknisi sekaligus penjaga Surya.com, warnet milik Afi Kurniawan, kakak sepupunya.
Malam itu juga tim pimpinan Inspektur Satu Grawas Sugiharto itu memboyong Wildan terbang ke Jakarta. Pemuda 20 tahun ini hanya membawa baju yang melekat di tubuh. Esok paginya, Afi Kurniawan terkejut melihat warnetnya berantakan. Selain tak melihat Wildan, dia menemukan dua komputernya sudah raib dari tempatnya. "Dua telepon seluler Wildan saat itu juga tak bisa dihubungi," katanya kepada Tempo.
Afi segera ke rumah orang tua Wildan di Desa Balung, sekitar 30 kilometer selatan Jember. Di sana orang tua Wildan rupanya sudah mendapat kabar tentang anaknya itu. Polisi menitipkan surat penangkapan Wildan kepada perangkat desa. Sri Haryati, ibu Wildan, menangis menggerung-gerung mengetahui anak kesayangannya ditangkap dan dibawa ke Jakarta.
Rabu, 9 Januari lalu, Eman Sulaeman, pemilik webhosting Jatirejanetwork.com mendapat panggilan telepon dari seseorang yang mengaku bernama Anjar, pengelola www.presidensby.info. Kepada pengusaha yang melayani domain (nama situs) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, Anjar melapor bahwa situs Presiden dibajak. Jika diklik, bukan berita atawa foto Yudhoyono yang muncul, tapi blok hitam bertulisan, "Hacked by MJL007! This is a Payback From Jember Hacker Team!" Tampilan itu juga dilengkapi ikon semacam gambar pocong. Itu saja yang selalu muncul jika situs tersebut diklik. Eman meminta Anjar menjelaskan detail soal pembajakan itu lewat e-mail. "Tapi tak ada balasan," ujarnya.
Berita situs Presiden dibajak segera meruak ke mana-mana. Eman langsung melaporkan kasus itu ke bagian Cyber Crime Mabes Polri. "Setelah saya telusuri, ternyata itu hanya illegal redirection atau pengalihan alamat," katanya. Pembajakan itu tak lama. Dua jam kemudian situs tersebut dapat "disembuhkan".
Kendati demikian, Markas Besar Polri tetap mengusut kasus itu dan langsung membentuk tim khusus. Sekitar dua pekan bekerja, tim akhirnya menemukan jejak pelakunya. Bukan dari luar negeri seperti sempat diberitakan, melainkan dari Jember. "Ternyata berasal dari sebuah IP address warung Internet di Jalan Letjen Suprapto, Kebonsari, Jember," ujar Ajun Komisaris Aditya, penyidik Cyber Crime Mabes Polri. Maka, 25 Januari lalu, dipimpin Grawas Sugiharto, sebuah tim berangkat memburu sang 007 dari Jember itu.
Pengadilan Negeri Jember, Rabu pekan lalu, untuk ketiga kalinya menyidangkan Wildan. Jaksa membidik Wildan melanggar Undang-Undang Telekomunikasi serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kendati ancaman hukumannya termasuk berat, yakni enam tahun penjara, pemuda lulusan jurusan bangunan sekolah menengah kejuruan di Kecamatan Balung itu menolak didampingi pengacara. "Enggak saja," katanya. Persidangan kasus ini selalu disesaki pengunjung. Mereka, antara lain, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember dan sejumlah anggota komunitas Jember Hacker Team (JHT).
Ananda, salah satu anggota JHT, mengakui Wildan memang anggota komunitas mereka. Komunitas ini memiliki hobi sama: mendiskusikan apa saja yang berkaitan dengan teknologi Internet. Menurut Ananda, Wildan, yang masuk JHT pada 2011, terhitung anggota pasif. Tak banyak ikut diskusi di dunia maya. Hanya, ia memang dikenal rajin berulah: "memermak" e-mail, password, akun Facebook, dan Yahoo Messenger teman-temannya. "Sejumlah senior JHT memarahinya. Mereka bilang, kalau mau meretas, coba cari situs yang kuat pengamanannya," ujar Rizki, anggota JHT lain. Beberapa anggota JHT menduga, inilah yang membuat Alwin lalu membidik situs Presiden sebagai target.
Kendati Wildan terancam hukuman penjara, sejumlah orang mengharap hakim membebaskannya. "Tindakannya itu hanya upaya mencari perhatian," ujar Kepala Pelayanan Teknis Teknologi Informasi Universitas Jember, Sudarko. Hal yang sama diungkapkan Dedy, anggota senior JHT. "Wildan itu hanya iseng. Kalau tidak, tak mungkin dia meninggalkan jejaknya MJL 007. Itu ibarat masuk rumah orang meninggalkan KTP," ujarnya. Adapun Eman menyatakan sudah memaafkan Wildan. "Saya hanya salut pada kemampuannya," katanya.
"Rekor" bocah Desa Balung meretas situs Presiden ternyata menarik perhatian para perwira di Cyber Crime Mabes Polri. Kepada Tempo, Rabu pekan lalu, Grawas bercerita, para petinggi Mabes Polri sudah membahas kasus Wildan dan berencana menyekolahkan serta menempatkan pemuda itu kelak sebagai anggota staf di Unit Cyber Crime. "Ini pertama kalinya kami merekrut orang seperti ini," ujar Grawas.
Wildan tak mau banyak komentar mengenai tawaran kepolisian tersebut. Dia hanya berharap hakim membebaskannya. Kepada Tempo, ia mengaku sudah pernah "memermak" ribuan situs, baik situs luar maupun dalam negeri. "Saya menyesal. Saya tak mau menyusahkan orang tua lagi," katanya.
LRB, Mahbub Djunaidy (Jember)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo