Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANGAN itu bermandikan cahaya keemasan, terpantul dari ukiran-ukiran kuning keemasan di dinding. Tirai berwarna merah-putih menjuntai, menghiasi kaca tinggi menjulang di sisi kanan-kiri ruangan Panti Perwira, Balai Sudirman, yang jembar. Sekitar 4.000 kursi berwarna biru tersusun rapi di dalamnya. Di deretan paling depan, kursi-kursi jati cokelat berderet. Itulah tempat duduk khusus untuk advokat senior dan para tamu istimewa.
Sekitar setengah sepuluh pagi Jumat pekan lalu, beberapa anggota Pasukan Pengamanan Presiden tiba di Balai Sudirman, Jalan Saharjo, Jakarta Selatan. Mereka menyibak kerumunan peserta Kongres Advokat Indonesia yang tengah antre masuk ruang Panti Perwira. Panitia mengira Presiden sebentar lagi datang. Ternyata keliru. ”Presiden tak jadi hadir,” kata Ahmad Yani, ketua pelaksana kongres itu, saat membuka acara.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang dijadwalkan membuka hajatan para pengacara ini selama dua hari, Jumat dan Sabtu pekan lalu. Konfirmasi kehadiran Presiden sudah pula diumumkan Adnan Buyung Nasution, salah satu penggagas Kongres yang juga menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Belakangan, agenda RI-1 menuai protes dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Otto Hasibuan, Ketua Perhimpunan, mengirim surat keberatan kepada Presiden. Salinan surat itu juga disebarkan ke berbagai media. Protes Otto dalam surat lima halaman itu rupanya menggoyahkan rencana Presiden ke Balai Sudirman. ”Kalau sampai hadir, pemerintah berperan memecah-belah advokat,” kata Otto Hasibuan.
Menurut Adnan Buyung Nasution, Presiden tak jadi datang demi menjaga netralitas. Presiden, ujar pengacara senior ini, tidak ingin dianggap memihak salah satu organisasi yang sedang berkonflik. ”Jadi tidak benar kalau karena surat dari Otto,” ujarnya.
Diikuti sekitar 3.000 advokat, kongres ini berjalan meriah. Inilah ”kumpulan” advokat yang tak sepaham dengan Perhimpunan. Mereka menyatakan Perhimpunan Advokat bukan organisasi yang sah lantaran dibentuk tidak lewat kongres. Melalui tim formatur, peserta kongres itu mengangkat pengacara Indra Sahnun Lubis dan Roberto Hutagalung sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Kongres Advokat Indonesia. Adnan Buyung Nasution didapuk sebagai Ketua Dewan Penasihat.
Seusai pemilihan, sejumlah pengacara delegasi asal Jawa Timur membakar kartu terbitan Perhimpunan Advokat Indonesia. Muncul aksi lain: sejumlah orang mengibarkan spanduk dan poster berisi tuntutan agar Perhimpunan Advokat dibubarkan. Di dekat panggung, belasan pengacara bersukaria. Mereka bernyanyi dan berjoget diiringi organ tunggal.
Kongres sudah mencapai tujuan: membentuk wadah tunggal profesi pengacara sebagaimana diminta Undang-Undang tentang Advokat. Perhimpunan Advokat Indonesia, yang berdiri pada 21 Desember 2005 atas prakarsa delapan organisasi advokat, dianggap cacat hukum. Delapan komunitas itu adalah Ikatan Advokat Indonesia, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia, Asosiasi Advokat Indonesia, Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia, Serikat Pengacara Indonesia, Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Penasihat Hukum Indonesia Zakirudin Chaniago, Undang-Undang Advokat mengamanatkan organisasi profesi pengacara disahkan melalui mekanisme kongres. ”Jadi, tanpa ada kongres, organisasi tunggal pengacara tidak sah,” ujar Zakirudin, yang juga menjadi panitia kongres tersebut.
Tudingan bahwa Perhimpunan tidak memiliki legitimasi dibantah Otto Hasibuan. Menurut Otto, organisasinya dibentuk pemimpin dari delapan organisasi sesuai dengan mandat masing-masing ”komunitas” advokat. Mandat itu dicetuskan melalui musyawarah. ”Kalau ada yang bilang tidak ada musyawarah, berarti mereka tidak hadir,” ujar Otto.
Menurut Otto, sebagai satu-satunya organisasi advokat, Perhimpunan dikuatkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 30 November 2006. Mahkamah menyatakan Perhimpunan sebagai organ negara yang bersifat mandiri. Kalau ada organisasi baru, ujar Otto, sifatnya cuma paguyuban. ”Mau ada seratus paguyuban, tak jadi masalah,” ujarnya.
Dia menambahkan, dalam waktu dekat, akan melayangkan surat ke lembaga hukum seperti Mahkamah Agung, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi, Kepolisian Negara, dan Kejaksaan Agung. Isinya menegaskan Perhimpunan adalah satu-satunya organisasi yang mengeluarkan kartu advokat beracara di pengadilan. ”Seandainya ada pengacara selain dari Peradi beperkara di pengadilan, itu berarti melanggar Undang-Undang Advokat,” katanya.
Tapi Indra Sahnun Lubis tak gentar dengan ancaman Otto itu. Ia menjamin kepada semua anggota Kongres Advokat, mereka tidak akan ditolak beracara di pengadilan. Semua peserta sudah diberi kartu anggota baru sebagai ganti kartu Perhimpunan. Pengadilan atau lembaga hukum lain, ujar Indra, tak bisa melarang advokat di luar Perhimpunan. ”Justru dengan kongres ini Peradi sudah tidak ada alias bubar,” ujarnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Advokat, saat ini memang sudah ada organisasi tunggal profesi pengacara. ”Kalau ada organisasi baru, itu sifatnya paguyuban,” katanya.
Mahkamah Agung, sebagai lembaga yang memayungi semua lembaga peradilan, belum menunjukkan sikap. Menurut Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Nonyudisial Harifin A. Tumpa, pihaknya belum memutuskan apakah organisasi baru itu bertentangan dengan undang-undang atau tidak. ”Kami akan mengkajinya,” katanya. ”Mahkamah belum bisa berpihak pada salah satu sebelum mempelajari dualisme organisasi dalam wadah tunggal,” ujarnya. Pekan-pekan mendatang, perang antaradvokat ini akan terus bergulir. Apalagi bila masing-masing pihak bertahan mengklaim diri sebagai organisasi advokat paling sah.
Elik Susanto, Sahala Lumbanraja, Munawwaroh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo