Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=verdana size=1>Universitas Nasional</font><br />Menjelang Subuh di Kampus Pejaten

Polisi menyerbu kampus Universitas Nasional setelah mahasiswa perguruan tinggi itu menggelar aksi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak. Ada dugaan pelanggaran hak asasi.

2 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI masih gelap. Sabtu, dua pekan lalu, Yuli dan 16 mahasiswa pencinta alam yang berasal dari berbagai kampus itu masih pulas tertidur. Mereka kelelahan setelah melakukan latihan panjat dinding hingga tengah malam. Tiba-tiba, mereka dikejutkan bunyi ledakan berkali-kali. Belum lagi menyadari apa yang terjadi, tercium bau di sekretariat Himpunan Pencinta Alam Universitas Nasional, tempat ia dan teman-temannya merebahkan diri. Ada gas air mata. ”Kami langsung berhamburan ke luar,” kata Yuli, mahasiswa Jurusan Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar.

Di luar, menjelang subuh itu, ratusan polisi ternyata sudah mengepung kampus Universitas Nasional. Aparat merangsek ke dalam kampus. Menyadari ada yang tak beres, bersama sejumlah temannya, Yuli balik kanan, lari, dan bersembunyi di salah satu ruang kelas yang gelap. Tapi polisi dengan cepat menyapu satu demi satu ruang di kampus itu. Yuli tertangkap. ”Kami lalu digiring ke lapangan,” katanya. Di sana ia digabungkan dengan puluhan mahasiswa lainnya.

Yuli tak berkutik. Aparat tak menerima alasan keberadaannya di universitas itu yang sekadar datang untuk latihan bersama dengan pencinta alam mahasiswa Universitas Nasional. ”Mereka memaki-maki saya dengan kata-kata kotor,” ujarnya. Dari lapangan, bersama lebih dari 140 mahasiswa lainnya, Sabtu pagi itu, Yuli diangkut ke Markas Kepolisian Jakarta Selatan.

Yuli mungkin satu dari ratusan mahasiswa yang bernasib sial, ”berada di tempat yang salah”. Ratusan polisi menyerbu kampus yang terletak di kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan itu setelah sejumlah mahasiswa berunjuk rasa menentang kenaikan harga bahan bakar minyak. Unjuk rasa itu dilakukan sejak malam hingga subuh di gerbang kampus, setelah pemerintah mengumumkan kenaikan itu.

Nasib serupa dialami Evan Nugroho. Pada Jumat dua pekan lalu, mahasiswa fakultas pertanian ini diminta dekannya menginap di kampus karena harus menjaga sejumlah tanaman yang akan dipamerkan dalam acara Green Campus Universitas Nasional, yang akan digelar sepanjang pekan lalu. Akibat peristiwa tersebut, tak hanya festival itu batal, tangan kiri Evan juga patah, terinjak aparat keamanan. Dijenguk kedua orang tuanya pada Rabu pekan lalu di Markas Kepolisian Jakarta Selatan, Evan lebih banyak diam. Seorang petugas menempel dirinya jika dijenguk siapa pun.

l l l

UNJUK rasa menentang kenaikan harga minyak itu, menurut Mochamad Khadafi, mahasiswa Universitas Nasional, tidak mereka rencanakan jauh hari. Aksi itu, ujarnya, hasil omong-omongan sejumlah mahasiswa di Taman Kotak, dekat gerbang kampus. ”Kami lakukan malam karena pemerintah mengumumkan kenaikan harga pada malam hari. Rencana kenaikan itu pun kami ketahui dari media,” katanya. Awalnya, tak lebih dari 20 mahasiswa yang ambil bagian memulai aksi.

Unjuk rasa dimulai pukul delapan malam dengan menyalakan lilin dan orasi di Taman Kotak. Sejam kemudian, tempat aksi bergeser ke Tugu Universitas Nasional, di depan gerbang. Kali ini ada sekitar sepuluh mahasiswa lain bergabung. Lalu pengunjuk rasa menutup Jalan Sawo Manila, jalan di depan kampus mereka. Saat itulah, beberapa polisi kemudian datang, meminta mahasiswa menghentikan aksi lantaran hari sudah malam. Para demonstran menolak. Mereka terus berorasi.

Suasana makin meriah. Puluhan mahasiswa dari berbagai universitas, antara lain Universitas Indonesia, Universitas Kristen Indonesia, dan Universitas Dr. Moestopo, ikut bergabung. Para mahasiswa silih berganti melakukan orasi, menentang kenaikan harga minyak. Para mahasiswa mulai membakari ban-ban. Pada sekitar 11 malam, terjadi aksi dorong-mendorong antara mahasiswa dan polisi yang ingin membubarkan unjuk rasa. Lantaran jumlahnya tak seimbang, polisi memilih mundur.

Bentrokan antara mahasiswa dan polisi terjadi lagi pukul empat dini hari. Versi polisi, sepanjang malam hingga pagi terjadi tiga kali bentrokan. Pemicunya, ulah mahasiswa yang melempari aparat dengan batu, botol, dan bom molotov. ”Tangan saya terkena lemparan bom molotov,” kata seorang perwira dari Kepolisian Jakarta Selatan. Penyerbuan aparat ke kampus, menurut perwira yang emoh disebut namanya itu, juga didahului hujan batu yang membuat sejumlah polisi terluka. Ketika itu sekitar 150 polisi diterjunkan ke sana.

Menurut Kepala Kepolisian Sektor Pasar Minggu, Komisaris Maryoto, pihaknya membubarkan unjuk rasa itu karena permintaan warga. ”Para demonstran membakar ban dan menutup jalan. Padahal pagi hari warga mulai beraktivitas,” kata Maryoto. Tapi, kepada Tempo, ada warga yang menganggap demo mahasiswa itu biasa. ”Saya tidak merasa terganggu, asal mereka tidak masuk ke permukiman,” kata Nani, seorang warga yang rumahnya berhadapan dengan kampus Universitas Nasional.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira, membantah adanya penyerbuan ke dalam kampus. Menurut Abubakar, polisi hanya mengejar pengunjuk rasa yang melempari petugas. Yang dilakukan polisi, katanya, sudah sesuai dengan prosedur. Kendati demikian, lantaran mendapat kecaman dari sana-sini, sejumlah perwira yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa itu kini diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Metro Jaya.

Sejumlah saksi mata yang melihat aksi itu menyatakan, polisi jelas mengejar dan menyerbu masuk kampus Universitas Nasional. Menurut Adam, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik universitas tersebut, beberapa saat setelah saling lempar antara aparat dan mahasiswa, aparat mendobrak pintu gerbang yang sudah ditutup petugas keamanan kampus. ”Mereka menembakkan gas air mata berkali-kali,” katanya. ”Petugas satuan keamanan tak bisa mencegah polisi masuk,” kata mahasiswa semester enam ini.

Mahasiswa yang tidak tertangkap polisi, kata Adam, bersembunyi di masjid dan lantai paling atas gedung kuliah. Adam sendiri ngumpet di lantai 4 blok 4. Dari tempat ia bersembunyi, Adam menyaksikan teman-temannya dipukuli dan dinjak-injak di lapangan sepak bola. ”Padahal mereka sudah terduduk, angkat tangan dan meminta ampun,” ujarnya.

Selain menangkap semua mahasiswa yang mereka temui, aparat, menurut Adam, juga merusak sejumlah fasilitas kampus. ”Kaca koperasi dipecahkan, air minum dan roti diambil,” kata Adam. Sejumlah mahasiswa yang datang ke kampus pagi-pagi ikut diangkut, dibawa ke kantor polisi. Akibat kerusuhan itu, tercatat sekitar 60 sepeda motor dan tiga mobil yang ada di kampus rusak dan berantakan. Pihak Universitas Nasional memperkirakan, kerugian yang mereka alami tak kurang dari Rp 600 juta.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah menerjunkan timnya untuk menyelidiki kasus ini. Menurut komisioner pemantauan penyelidikan Komisi Nasional, Nur Kholis, dari penyelidikan awal, pihaknya menemukan tindakan kekerasan yang dilakukan polisi. ”Itu terjadi ketika polisi masuk kampus,” kata Nur. Komisi ini juga sudah memeriksa sejumlah warga yang melihat kerusuhan itu. ”Pada pertengahan bulan ini kami harapkan ada pengumuman hasil penyidikan,” katanya.

Hingga Jumat pekan lalu, masih ada sekitar 30 mahasiswa yang ditahan di Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Selain tuduhan melakukan kekerasan, sebagian kini terancam tudingan melanggar Undang-Undang Psikotropika lantaran urine mereka mengandung narkoba. Polisi juga mengaku menyita ganja, obat penenang, minuman keras, dan dua granat dari kampus yang didirikan oleh budayawan Sutan Takdir Alisjahbana itu.

Mochamad Khadafi menyatakan bahwa ia dan sejumlah temannya tak tahu-menahu perihal ganja dan granat itu. Tapi, tentang botol minuman itu, ia menyatakan diambil aparat dari ruang klub bartender. ”Ini merupakan sekretariat kelompok mahasiswa yang menaruh minat seni meramu dan menyajikan minuman,” katanya.

Adek Media, Amandra Mustika Megarani, Nur Rochmi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus