Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAIN Atang Latief, pemerintah kini sedang ”memu-tar otak” mencari cara manjur agar para pengemplang dana BLBI segera mengembalikan uang negara. Terca-tat, sekitar Rp 140-an triliun dana pemerintah yang di-raup para pengemplang lewat 42 bank yang mendapat dana BLBI.
Sebelumnya, di era Mega, lewat Inpres Nomor 8/2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya, pemerintah membebaskan para penilap dana BLBI dari hukuman jika mere-ka membayar utangnya. Syaratnya, harus mendapat surat ke-terangan lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Yang mendapat SKL ini, antara lain, peng-usaha Syamsul Nursalim, The Ning King, dan Bob Hassan.
Belakangan, peraturan yang dikenal dengan ”Inpres tentang release and discharge” ini menimbulkan pro-kontra. Sejumlah pakar hukum dan ekonom menyatakan tindakan pe-merintah jauh dari rasa keadilan. Menurut ahli hukum Indriyanto Seno Adji, dalam perkara tindak pidana korupsi, pengembalian yang negara tidak menghapuskan dugaan tindak pidana korupsi.
Badan Pemeriksa Keuangan memang menyebut tiga pe-langgaran hukum yang dilakukan para pemilik bank yang mem-buat negara rugi: aset tak sesuai jaminan, penya-lur-an kredit ke kelompok usahanya sendiri, serta pelanggaran ba-tas maksimum pemberian kredit (BMPK) oleh bank penerima BLBI.
Tapi, pemerintah sementara ini tampaknya memang menitikberatkan pada kembalinya uang negara. Pada Maret lalu, misalnya, keluar keputusan Menteri Keuangan yang isinya membebaskan para debitor dari jerat hukum jika me-reka memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu paling lambat Desember 2006.
Adapun setelah 2006, sebuah jurus baru tengah dirancang oleh Tim Teknis Kasus BLBI pimpinan J.B. Kristiadi, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. Tim yang terdiri unsur Kejaksaan Agung, Polri, dan Departemen Keuangan itu sedang mengkaji dua alternatif penyelesaian masalah BLBI ini: merangkum persoalan perdata dan pidananya atau memisahkan perkara pidana dan perdatanya.
Yang pertama mirip penyelesaian model release and discharge; sedangkan yang kedua, persoalan utang diserahkan ke Departemen Keuangan dan pidana ke Kejaksaan Agung. Dua pilihan ini, rencananya, dalam waktu dekat akan di-bicarakan dengan Menteri Keuangan.
L.R. Baskoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo