Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Politik Universitas Parahyangan Bandung, Kristian Widya Wicaksono mengatakan wacana Presiden Prabowo Subianto maafkan koruptor merupakan metode yang problematik. Hal tersebut ia sampaikan karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam kontroversi tersebut saya tetap berpandangan bahwa secara etis, pendekatan ‘mengembalikan dana korupsi secara diam-diam’ merupakan metode yang problematik karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan. Koruptor itu tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merusak kepercayaan publik dan tatanan sosial,” kata dia saat dihubungi Tempo.co, Sabtu, 21 Desember 2024..
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Prabowo menyampaikan pidatonya mengenai wacana memberikan kesempatan dalam minggu dan bulan ini kepada koruptor untuk bertobat. Ia juga menyebutkan bagi para koruptor yang ingin mengembalikan hasil kejahatannya dapat dilakukan dengan diam-diam supaya tidak ketahuan.
Prabowo maafkan koruptor ini langsung menuai kontroversi antara berbagai pihak. Menko Yusril dan Habiburokhman sejalan menyebut strategi untuk pemulihan kerugian keuangan negara, tetapi banyak pula yang mengatakan pernyataan Prabowo cenderung menguntungkan koruptor dan melanggar peraturan.
Pengamat politik Unpar Kristian menjelaskan jika Prabowo benar meresapi semangat kekeluargaan dan gotong royong yang coba ia bangun di rezim pemerintahannya. Seharusnya ia berpegang pada prinsip pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Menurutnya koruptor tidak hanya mengembalikan hasil kejahatannya saja tetapi juga mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum. Hal seperti ini berpotensi menciptakan preseden yang buruk.
“Dalam jangka panjang kebijakan seperti ini berpotensi menciptakan preseden buruk, di mana korupsi dianggap sebagai "pinjaman" yang bisa dikembalikan tanpa konsekuensi berat. Kesan seperti ini tentunya dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi di masa depan,” kata dia.
Sejalan dengan itu, beberapa akademik lain juga melontarkan hal yang sama. Peneliti di Universitas Mulawarman Hamzah menjelaskan hal ini (langkah Prabowo) justru jadi upaya untuk melindungi para koruptor. Ia menambahkan isi pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999, di mana koruptor tetap harus menerima hukuman walaupun telah memberikan kerugian negara.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari juga menyebutkan, hukuman yang diberikan kepada koruptor adalah ganjaran atas perbuatannya. Walaupun menurutnya tetap ada sisi positifnya juga, yaitu jika merupakan upaya untuk mengungkap praktik korupsi yang tidak diketahui oleh penegak hukum.
Sebagai tambahan, Kristian juga menjelaskan wacana Presiden Prabowo maafkan koruptor ini justru diam-diam bertentangan dengan prinsip yang ia sampaikan dalam pidatonya mengenai pembertantasan korupsi. Menekankan transparansi, keadilan, dan efek jera.
Hendrik Khoirul Muhid berkontribusi dalam penulisan artikel ini.