Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembuatan dan peredaran uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ternyata tak sesederhana yang dibayangkan. Berdasarkan pengungkapan oleh kepolisian, sindikat ini telah direncanakan sejak belasan tahun lalu. Selain itu juga melibatkan berbagai pihak dari akademisi hingga politikus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil penulusuran kepolisian dari beberapa tersangka yang sudah ditangkap sejak awal Desember 2024. Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Yudhiawan Wibisono, mengungkapkan para tersangka yang terlibat ada 17 orang dengan latar pekerjaan yang berbeda-beda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagaimana disampaikan dalam konferensi pers di Polres Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis, 19 Desember 2024, inisial dari 17 tersangka tersebut masing-masing AI, MN, KMR, IRF, SAR, JBP, ST, SKM, AK, IL, SM, MSD, STR, SW, MGB, AA, dan RHM. Selain itu, masih ada tiga orang yang masuk dalam daftar pencairan orang (DPO).
Para tersangka yaitu dua pegawai Bank BUMN, satu pejabat sekaligus dosen UIN Alauddin Makassar, empat aparat sipil negara (ASN), satu honorer, pengusaha, hingga juru masak. Ada pula tersangka yang pernah ingin mencalonkan diri sebagai Wali Kota Makassar dan ikut Pilkada Kabupaten Barru, serta calon anggota legislatif pada Pemilu 2024 lalu.
Mereka memproduksi uang palsu di Kampus II Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Polisi menyebut Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, berinisial AI, memiliki peran sentral dalam sindikat ini. AI disebut menyediakan ‘tempat aman’ untuk memproduksi uang, surat berharga negara (SBN) hingga sertifikat deposit BI bernilai ratusan triliunan rupiah.
“Perannya berbeda-beda, tapi peran sentralnya di AI dan juga saudara MS. Kemudian ada ASS tapi saya sengaja tidak sebutkan (sebagai tersangka) karena belum memiliki kekuatan hukum yang tetap,” kata Yudhiawan dalam konferensi pers di Polres Gowa, Kamis.
Modus operandi
Sementara itu, menurut Yudhiawan, modus operandi jaringan produksi uang palsu berawal dari proses pembuatan di rumah pelaku yang kini masuk daftar pencarian orang atau DPO inisial ASS di Makassar pada 2010 silam. Sejauh ini ASS diduga sebagai donatur pabrik uang palsu tersebut. Proses pembuatan uang palsu itu berjalan hingga 2012.
“Timeline pembuatan dan peredaran uang palsu ini dimulai dari Juni 2010, udah lama ini. Kemudian lanjut 2011 sampai dengan 2012,”
Yudhiawan menjelaskan, produksi uang palsu itu sempat terhenti. Para pelaku sibuk mempersiapkan perencanaannya dengan matang hingga kembali bergerak pada 2022. Tak tanggung-tanggung, mesin percetakan uang palsu didatangkan dari China. Mesin ini dibeli di Surabaya dengan harga Rp 600 juta.
Setelah para pelaku mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan untuk mencetak uang palsu, produksi pun dimulai pada Mei 2024. Pada Juni 2024, para pelaku yang terlibat aktif bertemu dan berkomunikasi. Rencana peredaran uang palsu dibahas para pelaku yang tergabung dalam grup WhatsApp.
“Oktober 2022 sudah mulai membeli alat cetak dan pemesanan kertas, kemudian 2024 kemarin bulan Mei sudah mulai produksi,” kata Yudhiawan.
Pada September 2024, mesin percetakan uang palsu akhirnya diangkut ke gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Mesin itu diangkut atas peran AI. Pada pekan kedua November 2024, sindikat ini sudah mulai mengedarkan uang palsu senilai Rp 150 juta hingga Rp 250 juta.
“Sekitar bulan September 2024, ini berkomunikasi dengan AI untuk mengangkut peralatan untuk kemudian mulai membuat uang palsu di TKP 2 (gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar),” katanya.
Polisi menyita sejumlah barang bukti pembuatan uang palsu di Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Gowa, yakni satu uni mesin cetak besar GM-247IIMP-25 offset printing machine, 738 lembar kertas bergambar uang pecahan Rp100 ribu emisi 2016 belum dipotong. 397 lembar kertas bergambar uang pecahan Rp100 emisi 2016 belum terpotong.
Selanjutnya, mata uang rupiah Rp100 ribu emisi 2016 sebanyak delapan lembar total Rp800 ribu sudah terpotong. 199 lembar kertas gagal produksi karena rusak. Sebanyak 460 lembar kertas gagal produksi karena kosong. Sebanyak 957 lembar kertas bergambar uang pecahan Rp100 ribu gagal produksi.
Sebanyak 6.139 lembar kertas bergambar uang pecahan Rp100 ribu yang gagal produksi. Mata uang rupiah Rp100 ribu emisi 2016 sebanyak 19 lembar senilai Rp1,9 juta gagal produksi serta peralatan pendukung produksi pencetakan uang palsu tersebut.
Barang Bukti Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar
Total barang bukti yang dirilis di Polres Gowa yakni mata uang rupiah pecahan Rp100 ribu emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar. Mata uang rupiah Rp100 ribu emisi 1999 sebanyak enam lembar. Sebanyak 234 lembar kertas bergambar uang pecahan Rp100 ribu emisi 2016 yang belum dipotong.
Mata uang Korea sebanyak satu lembar senilai 5.000 Won. Mata uang Vietnam sebanyak 111 lembar senilai 500 Dong. Mata uang rupiah sebanyak dua lembar dengan pecahan 1.000 emisi 1964. Mata uang rupiah Rp100 ribu emisi 2016 sebanyak 234 lembar.
Satu lembar kertas foto copy certificate of time Deposit (BI) senilai Rp45 triliun. Satu lembar kertas Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp700 triliun. Satu bungkus bubuk aluminium, satu kaleng tinta masing-masing warna putih, merah dipesan dari Cina. Kaleng tinta warna hitam. 13 tinta printer, timbangan digital dan sembilan lembar plat khusus serta peralatan pendukung lainnya, sembilan ponsel, satu sepeda motor dan dua mobil telah disita petugas.