Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JARUM jam menunjukkan pukul empat petang ketika tiga anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha keluar dari ruang sidang di lantai satu. Kantor mulai sepi. Terlihat satu per satu pegawai Komisi meninggalkan kantor, menembus terik matahari yang memanggang Jalan Juanda, tempat gedung Komisi berada. ”Sejak siang, kami memutus dan memeriksa dua perkara,” kata Anna Maria Tri Anggraini, salah satu komisioner, mengingat pekerjaannya Selasa pekan lalu itu.
Dua perkara itu adalah soal proyek tender yang terjadi di Kendari dan Jakarta yang diduga melanggar Undang-Undang Praktek Monopoli. Pemimpin sidang dua perkara itu Mohammad Iqbal, 53 tahun. Iqbal terhitung senior dalam komisi ini. Tidak hanya ia sudah dua periode menjadi anggota Komisi, pria yang dikenal ramah itu juga pernah menjadi pucuk pemimpin komisi tersebut. Adapun Anna dan Tresna Priyana Soemardi menjadi anggota majelis. Bertiga, sepanjang siang itu, berkutat dengan tumpukan dokumen. ”Ia memimpin sidang hingga selesai, kemudian salat asar dan pergi,” kata Anna. Menurut Anna, sebelum sidang, Iqbal menyatakan ia akan menemui seseorang seusai sidang.
Tapi Anna tak menyangka kepergian koleganya kali ini berbuntut lain. Seusai magrib ia mendapat kabar mengejutkan. Iqbal ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran tertangkap tangan menerima duit Rp 500 juta dari Billy Sindoro. Komisi menangkap kedua orang itu di Hotel Aryaduta di kawasan Jakarta Pusat. Billy Sindoro, yang dikenal sebagai eksekutif Grup Lippo, memang kerap bertandang ke hotel tersebut. ”Saya tidak menyangka kepergiannya untuk bertemu dengan Billy,” ujar Anna.
Sumber Tempo mengatakan bahwa Billy adalah orang kepercayaan James Riady, pemilik Grup Lippo. Hingga 13 Juni lalu, Billy tercatat sebagai Presiden Direktur First Media, dengan anak usaha PT Ayunda Prima Mitra. Ayunda, lewat anak usahanya, PT Direct Vision, merupakan operator siaran televisi berbayar Astro asal Malaysia. Pada 29 Agustus lalu, Komisi Pengawas memutus kasus dugaan monopoli siaran Liga Inggris oleh Direct. Komisi Pemberantasan menduga pemberian uang itu erat kaitannya dengan putusan kasus siaran Liga Inggris itu.
Sehari setelah menangkap Iqbal dan Billy, Komisi langsung bergerak mencari bukti lainnya. Ruang kerja Iqbal dan tempat kerja Billy di gedung Lippo E-net di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang, digeledah aparat Komisi Pemberantasan. Aparat juga mendatangi rumah Iqbal di Bukit Golf, Lippo Karawaci, Tangerang. Tapi, di sini, aparat terpaksa balik kanan tanpa hasil. Rumah itu tergembok rapat. Sejak Iqbal tertangkap, istri dan dua anaknya mengungsi ke rumah saudara mereka.
Menurut kuasa hukum Iqbal, Maqdir Ismail, pertemuan kliennya dengan Billy di Aryaduta bukan yang pertama kali. ”Mereka sempat dua-tiga kali bertemu,” katanya. Maqdir mengatakan lagi, sebelumnya Billy telah empat kali meminta bertemu dengan Iqbal. Namun Iqbal selalu menolak. Dalam beberapa kali pertemuan itu, Billy meminta Iqbal memasukkan beberapa poin dalam keputusan Liga Inggris. ”Iqbal menolak permintaan tersebut,” ujar Maqdir. Maqdir menduga uang yang diterima Billy itu hanyalah tanda ”terima kasih” setelah Komisi menelurkan keputusannya.
Kuasa hukum Billy, Otto Hasibuan, mengatakan pertemuan itu semata ”urusan profesional”. Dia mengaku belum mendapat keterangan dari kliennya soal uang itu. ”Tapi saya kira itu tidak ada kaitannya dengan vonis Astro,” kata Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia itu kepada wartawan Tempo, Muhammad Nur Rochmi.
Berbeda dengan Otto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra Hamzah yakin uang itu berkaitan dengan putusan Komisi Pengawas tentang monopoli Liga Inggris yang ikut ditentukan Iqbal. ”Pemberian uang BS (Billy Sindoro) kepada MI (Mohammad Iqbal) terkait dengan perkara tersebut,” ujar Hamzah.
KASUS monopoli Astro ini diperiksa Komisi Pengawas sejak 29 Januari lalu. Majelis pemeriksa dipimpin oleh Anna Maria, dengan anggota Mohammad Iqbal dan Tresna Priyana. Belakangan Tresna diganti Benny Pasaribu.
Kasus ini berawal ketika Astro Nusantara, stasiun televisi berbayar yang dioperasikan Direct Vision, menjadi penyiar tunggal pertandingan sepak bola Liga Utama Inggris, musim kompetisi 2007-2010. Sebelumnya, sejak 1991, Liga Inggris selalu disiarkan stasiun televisi bebas. Pada musim 2004-2007, ada stasiun televisi berbayar yang menyiarkan, tapi siaran di layar televisi bebas tetap ada.
Siaran eksklusif Astro itu dituding sebagai tindakan monopoli, antara lain, oleh tiga stasiun televisi berbayar lain, yaitu Indovision, Telkomvision, dan Indosat Mega Media. Mereka pun membawa kasus ini ke Komisi Pengawas. Ketiga pelapor mengaku mengalami kerugian sekitar Rp 2,5 triliun.
Selain itu, yang menjadi terlapor adalah Astro All Asia Network, Plc. (Astro Malaysia), All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC, dan ESPN Star Sports. All Asia adalah anak usaha Astro Malaysia yang menyuplai content siaran ke Direct. Adapun ESPN adalah penjual hak siar Liga Inggris. All Asia membeli hak siar tersebut dari ESPN dan disalurkan ke Astro Nusantara.
Perusahaan-perusahaan ini dituding membuat kesepakatan yang mengakibatkan monopoli. Adapun Direct adalah perusahaan yang dibuat Ayunda Prima, anak usaha First Media, setelah kesepahaman antara Lippo dan Astro All Asia, Maret 2005. Sesuai dengan kesepakatan, masing-masing pihak akan memiliki 49 dan 51 persen saham Direct.
Seiring dengan pemeriksaan kasus Liga Inggris, muncul sengketa antara Lippo dan Astro gara-gara tak ada kesepakatan dalam negosiasi pembagian saham. Negosiasi dilakukan karena pada Agustus 2005, pemerintah menerbitkan peraturan yang melarang investor asing memiliki lebih dari 20 persen saham dalam industri penyiaran di negeri ini. Walhasil, Astro harus hengkang dari Indonesia atau melepas sebagian calon sahamnya.
Ketika kesepakatan dibuat, Astro Malaysia, melalui All Asia, sepakat menyuplai teknologi, termasuk isi siaran, ke Direct, yang nilainya diklaim Rp 2,2 triliun. Karena tak ada pembayaran dari Direct, pada 18 Agustus lalu Astro mengumumkan pemutusan hubungan dengan Direct. Meski demikian, sesuai dengan perjanjian, Astro masih memberikan content siaran hingga akhir bulan ini.
Menurut sumber Tempo, kisruh Astro-Direct inilah yang mewarnai putusan kasus Liga Inggris. Dalam vonisnya, Komisi Pengawas menyatakan perjanjian yang dibuat antara All Asia dan ESPN mengakibatkan terjadinya praktek monopoli. Tak ada pihak yang dijatuhi hukuman. Komisi hanya memerintahkan pembatalan perjanjian antara ESPN dan All Asia.
Tapi di sini muncul sebuah poin yang menguntungkan Direct. Dalam butir kelima putusan, Komisi memerintahkan All Asia tetap menyediakan siaran buat Direct hingga ada kepastian ihwal kepemilikan Direct. Kuasa hukum All Asia dan Astro, Alexander Lay, menganggap aneh diktum tersebut. ”Ini bukan kewenangan Komisi Pengawas,” kata Alexander. Menurut dia, putusan itu di luar perkara tentang monopoli Liga Inggris.
Putusan itu tak pelak menjadi senjata bagi Ayunda, pemilik Direct, buat menekan All Asia agar tetap menyiarkan content Astro. ”Jika putus, berarti (Astro) tidak menghormati pemerintah Indonesia,” kata kuasa hukum Ayunda, Hotman Paris Hutapea.
KONGKALIKONG putusan yang menguntungkan Direct itulah yang kini diselisik aparat Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut seorang penyelidik Komisi Pemberantasan, pihaknya sudah mengendus akan adanya serah-terima duit itu sekitar sebulan lalu. Sumber Tempo lainnya di Komisi Pemberantasan menyebut informasi kepastian penyerahan duit itu mereka terima pada Ahad pekan lalu. ”Sejak itu sejumlah aparat Komisi Pemberantasan kami terjunkan di sekitar Hotel Aryaduta,” ujar sumber itu. Karena itulah, Rabu pekan lalu, aparat menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan perjalanan putusan tersebut.
Sumber itu memastikan Komisi tidak asal main tangkap dalam kasus ini. Chandra Hamzah pun menyatakan, jikapun Iqbal menampik duit tersebut tak ada kaitannya dengan kasus Astro, itu adalah haknya. ”Kami tidak memerlukan pengakuan mereka,” katanya.
Karena vonis terhadap Astro itu diambil secara kolektif, ”pandangan” kini memang mengarah ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kepada Tempo, seorang penyelidik yang pernah mengusut kasus jaksa Urip Tri Gunawan tidak yakin jika dalam kasus semacam ini Iqbal ”bermain” sendiri.
Anna pun menolak tudingan adanya permainan uang di balik putusan yang dijatuhkan akhir Agustus lalu. ”Tidak ada itu, saya mempertaruhkan integritas saya,” katanya. Menurut Anna, diktum putusan yang memerintahkan All Asia menyediakan siaran buat Direct semata diambil demi melindungi konsumen Astro Nusantara.
Kendati demikian, Anna mengakui bisa saja kemudian ada orang yang memanfaatkan celah untuk mengambil keuntungan dari putusan semacam itu. Walau putusan itu kini mendapat sorotan lantaran tertangkapnya Iqbal, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Syamsul Ma’arif menegaskan vonis terhadap kasus Astro tak akan berubah.
Kasus Iqbal ini akan menggelinding laju. Sumber Tempo memastikan pekan-pekan ini Komisi Pemberantasan akan memanggil dua komisioner yang ikut memeriksa kasus Astro. ”Pemeriksaan kami jelas mengarah ke sana,” ujar sumber Tempo itu.
Adek Media, Ramidi, Vennie Melyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo