Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Akibat Foto Montase Presiden

Pemeriksaan terhadap pemilik blogger dinilai berlebihan. Polisi masih mencari saksi dan bukti lain.

19 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HERMAN Saksono tak biasa berurusan dengan polisi. Saat aparat berseragam cokelat datang ke kantor Gama Techno di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Senin pekan lalu, dia kaget bukan kepalang. ”Apalagi setelah tahu jumlahnya banyak, sekitar enam orang,” kata pemilik jurnal harian di internet (blog) hermansaksono.blogspot.com ini.

Pria 24 tahun ini baru mengerti duduk masalahnya setelah polisi bicara soal ”foto mesra” di blognya. Dalam jurnal harian digital di internet milik Herman tersebut terpampang karya foto montase yang diambil dari foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian ditempel, menggantikan gambar salah satu wajah yang sedang berduaan, yang diduga merupakan foto Mayangsari dan Bambang Trihatmodjo. ”Bisa ngobrol sebentar?” kata sang polisi.

Kreasi foto montase itu, yang membuat Herman kemudian diperiksa polisi dari pukul 12 siang sampai 22.30 di Kepolisian Daerah Yogyakarta. Mahasiswa Fakultas Teknik Elektro UGM ini pun dijerat pasal penghinaan kepala negara. Ancaman hukumannya lumayan berat, enam tahun penjara.

Polisi meminta Herman mencabut foto Yudhoyono dari blognya. Namun, ketika itu Herman keberatan. Menurut dia, karya tadi merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Akhirnya, polisi kembali menggiring Herman ke Kepolisian Daerah Yogyakarta. Dia menjalani pemeriksaan selama 10 jam. Polisi juga menunjukkan Pasal 134 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penghinaan terhadap Kepala Negara.

Setelah itu, ”foto mesra” Yudhoyono pun menghilang dari blog Herman. Sebagai gantinya, pada blog itu tertera tulisan: ”Dengan segala maaf posting-an saya tentang ’foto Mayangsari’ adalah rekayasa harus dihapus karena alasan yang tak bisa dijelaskan di sini.” Herman mengakui foto itu memang dicabut. ”Biar nggak lebih ruwet.” ujarnya.

Sebelum Herman diperiksa polisi, Roy Suryo Notodiprojo, pakar telematika mengirimkan pesan singkat via ponsel kepada Afrizal, atasan Herman. ”Seorang karyawan Anda, Herman Saksono, melakukan tindakan yang bisa fatal. Dia merekayasa foto Presiden SBY dan hal tersebut dianggap serius oleh Paspampres, kini sedang ditangani Polda DIY.

Pesan singkat tadi menurut Roy, yang kebetulan menjabat Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika Partai Demokrat, diniatkan agar nama kampus UGM tidak tercemar. Dia membantah sebagai penyebab ditangkap dan diperiksanya Herman. ”Hebat betul kalau saya bisa mengomando Polda DIY maupun Paspampres untuk mengusut kasus ini,” katanya sengit. ”Tapi, kalau ditanya apakah saya mendukung pemeriksaan Herman, saya katakan, ya.”

Menurut Roy, ”foto mesra” di blog Herman diketahuinya saat menghadiri pertemuan di satu hotel di Kuala Lumpur, Malaysia, 11 Desember lalu. Waktu itu dia bertemu dengan orang-orang dekat Presiden, termasuk Juru bicara Presiden, Andi Malarangeng. Mereka langsung menunjukkan ”foto mesra” Yudhoyono yang dicetak dari blog Herman.

Pihak kepolisian pun membantah kasus ini diusut karena pesanan seseorang. ”Anak buah saya buka-buka website. Dari situlah kemudian polisi berinisiatif melakukan pemeriksaan,” kata Kepala satuan Reserse Kriminal Kepolisian Kota Besar Yogyakarta, AKP Ayi Subardan .

Menurut Subardan, pemeriksaan Herman telah selesai. Hanya saja, kata dia, apakah akan diteruskan ke pengadilan atau tidak, tergantung beberapa hal. Di antaranya, kebijakan pemimpinnya, plus saksi-saksi dan alat pembuktiannya. ”Meski pemeriksaan telah selesai, unsur-unsur pembuktiannya belum terpenuhi,” kata Subardan. Polisi masih mencari saksi dan bukti lain.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Uli Parulian, menilai kasus ini masih merupakan wilayah kebebasan berekspresi, sehingga tak perlu dihadapi dengan jaring pidana. Apalagi menggunakan pasal peninggalan pemerintahan kolonial yang dikenal sebagai hatzaai artikelen. ”Ini kan berlebihan sekali,” kata dia. Parulian berharap kasus ini tak perlu diteruskan.

Abdul Manan, Heru Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus