Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajahnya tampak murung dan pucat. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Nazaruddin Sjamsuddin, juga tak lagi banyak senyum pada siang Rabu pekan lalu. Duduk gelisah di kursi pesakitan di ruang sidang, dia mendengarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim yang dipimpin Kresno Menon menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara untuk Nazaruddin. Dalam amar putusan itu, ia juga diperintahkan membayar uang pengganti sebesar Rp 5,3 miliar dan denda Rp 300 juta kepada negara.
Tak butuh waktu lama untuk berpikir. Usai putusan dibacakan, Nazaruddin langsung mengajukan banding. Istrinya, Nurdina, yang berada di larik bangku pengunjung tak mampu menyembunyikan kekagetannya mendengarkan hukuman yang diterima suaminya.
Nazaruddin menolak putusan majelis yang mengatakan dirinya mengkorupsi dana asuransi keselamatan bagi petugas Pemilihan Umum 2004 senilai Rp 14,8 miliar. Begitu pula dengan dana rekanan KPU yang ia bagi-bagikan secara tidak sah.
Menurut majelis, Nazaruddin bersama Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin telah melanggar aturan main, yakni Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan barang dan jasa. Kerja Sama KPU dengan PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 tidak lewat tender dan tanpa didahului rapat pleno.
Semua bukti hukum tak diakui Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, itu. Dia beralasan kerja sama dengan perusahaan asuransi itu dilakukan dalam suasana sangat mendesak. ”Surat sudah diparaf oleh Sekretaris Jenderal. Artinya, semua kan sudah clear,” ujarnya.
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengusut kasus ini menilai Nazaruddin menyalahi aturan. Kerja sama dengan perusahaan asuransi itu dilakukan di saat panitia pengadaan belum terbentuk, prakualifikasi belum ada, harga perkiraan sendiri belum ditetapkan, tanpa negosiasi harga, dan belum ada penjelasan pekerjaan (aanwijzing).
Apa pun bantahan Nazaruddin , majelis hakim sudah mengetuk palu. Ia pun harus mendekam di tahanan Polda Metro Jaya sebagai tahanan titipan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Akankah ada tersangka baru setelah Nazaruddin divonis bersalah? Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas membantah ada tersangka baru. ”Belum ada tersangka baru sampai saat ini,” ujarnya lewat pesan singkat kepada Tempo.
Sejauh ini baru Hamdani dan Nazaruddin yang digiring ke pengadilan untuk kasus korupsi dana asuransi dan pengadaan barang dan jasa. Padahal dalam dakwaan, Hamdani membeberkan kepada jaksa sejumlah nama yang ikut menikmati imbalan jasa asuransi yang ia terima. Uang sebanyak US$ 566.795 dibagikan kepada 12 anggota KPU dalam dua tahap.
Tahap pertama pada Agustus 2004. Nazaruddin (Ketua KPU) menerima US$ 45 ribu dan Ramlan Surbakti (Wakil Ketua KPU) US$ 35 ribu. Sedangkan 10 anggota KPU, yakni Hamid Awaludin, Rusadi Kantaprawira, Mulyana W. Kusumah, Anas Urbaningrum, Chusnul Mar’iyah, Valina Singka Subekti, dan Daan Damara masing-masing menerima US$ 30 ribu.
Sedangkan Sekretaris Jenderal KPU Safder A. Yusacc dan wakilnya, Sussongko Suhardjo, masing-masing menerima US$ 10 ribu. Seorang pegawai KPU, Syaukani, menerima US$ 3.600.
Tahap kedua pada September 2004, Nazaruddin menerima US$ 30 ribu dan Ramlan US$ 20 ribu. Sedangkan 10 anggota KPU lainnya menerima US$ 10 ribu. Sedangkan Safder dan Sussongko masing-masing menerima US$ 5.000 dan Syaukani mendapat US$ 6.541.
Maria Hasugian/Edy Can
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo