Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT kabinet terbatas Selasa pekan lalu itu dihiasi senyum hambar dan kecut para menteri. Pangkalnya, selembar salinan paspor seseorang bernama Sony Laksono yang dibawa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Di kertas itu tertera foto seseorang memakai wig, berkumis jarang-jarang dan mengumpul di ujung bibir, serta memakai kacamata bergagang tebal.
Itulah foto Gayus Halomoan Pertahanan Tambunan. Wajah dan penampilan terdakwa kasus korupsi pajak dan pencucian uang ini sama persis dengan foto dirinya saat ketanggor menonton tenis di Bali, November lalu. Hanya, di paspor ini, Gayus mengenakan dasi yang tak simetris dengan kerah bajunya.
Paspor bernomor T 116444 ini, menurut Patrialis, dipakai Gayus bepergian ke Makau dan Kuala Lumpur pada 26-30 September 2010. Padahal, pada tanggal itu, bekas penelaah keberatan pajak ini mestinya mendekam di sel Markas Komando Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat. Para menteri yakin itu Gayus karena sewaktu ke Bali menumpang pesawat Lion Air, ia juga menyamar sebagai Sony Laksono.
Sejenak guyonan pun pecah dalam ruang rapat itu. ”Wah, saudaranya Pak Agung ternyata kembaran Gayus,” kata Dewi Fortuna Anwar, staf khusus Wakil Presiden. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, yang diledek, hanya tersenyum kecut. Adapun menteri yang lain hanya senyam-senyum mendengar olok-olokan Dewi.
Denny Indrayana, staf khusus presiden bidang hukum yang hadir dalam rapat itu, lalu menyampaikan hipotesisnya. Gayus, ujarnya, ke luar negeri ada kemungkinan untuk menyelamatkan ratusan miliaran duit yang didapatnya dari perusahaan pajak. ”Ini kemungkinan paling logis,” kata Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ini.
Gayus, lagi-lagi, memberi kejutan. Belum lagi kisah pelesirannya menonton tenis di Bali yang menghebohkan itu hilang dari ingatan, tiba-tiba kejutan baru muncul lagi. Ternyata, sebelum ngelencer ke Pulau Dewata untuk menonton tenis di Nusa Dua itu, ia sudah berkali-kali melanglang buana ke luar negeri, antara lain ke Singapura dan Makau.
Kepergian Gayus ke Singapura terkuak berkat cerita Devina yang dimuat di kolom surat pembaca harian Kompas edisi 2 Januari lalu. Warga Perumahan Raffles Hills, Depok, Jawa Barat, itu menulis laporan pandangan mata saat ia duduk di ruang tunggu Bandar Udara Soekarno-Hatta pada 30 September 2010. Kala itu Devina hendak ke Singapura menumpang pesawat Air Asia nomor penerbangan QZ 7780, pukul 11.20.
Tiba-tiba mata Devina tertumbuk pada sosok pria gempal memakai wig dan kacamata. Wajah dan penampilannya serasa dikenalnya. Devina menyesal tak bisa memotret laki-laki itu lantaran jarak mereka yang terlalu rapat. Belum lagi bisa menebak-nebak siapa sosok yang seperti dikenalnya itu, petugas sudah memerintahkan semua penumpang masuk kabin.
Tiga bulan kemudian barulah Devina mengirimkan pengalamannya bertemu dengan pria yang diyakininya Gayus itu ke Kompas. Dia yakin pria gempal yang dilihatnya itu Gayus setelah semua media menayangkan foto Gayus di Bali. Foto pada 5 dan 6 November 2010 itu juga memakai wig dan kacamata. Kendati sempat membantah ke Bali, belakangan Gayus mengakui orang yang ada di foto itu dirinya.
Devina menolak untuk diwawancarai. Rumahnya lengang-lengau. Melalui secarik kertas yang dititipkan kepada petugas keamanan, perempuan ini meminta tak lagi diburu untuk menceritakan kembali pertemuannya dengan Gayus. ”Apa yang saya tahu sudah saya tulis semua di surat itu,” tulisnya.
Menurut anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, sebenarnya Devina tak hanya melihat Gayus di ruang tunggu. Dari catatan manifes Air Asia yang diterima Satuan, Devina duduk sebaris dengan Sony Laksono alias Gayus. Gayus duduk di bangku nomor 11-F, sedangkan Devina 11-B. ”Jadi dia berada sangat dekat dengan Gayus,” kata Santosa.
Belakangan diketahui, tak hanya ke Singapura, Gayus juga kelayapan ke Makau dan Kuala Lumpur, pada 24 dan 26 September 2010. Menurut polisi, Gayus menumpang maskapai Mandala Airlines untuk sampai ke Makau, teritori khusus di negeri Cina yang terkenal sebagai pusat perjudian. Paspor palsu itulah modalnya untuk lolos di pintu imigrasi.
Ditilik dari nomornya, Menteri Patrialis memastikan dokumen itu dikeluarkan Kantor Imigrasi Jakarta Timur. Ini nomor paspor yang mestinya atas nama Margaretha, anak perempuan lima tahun. Hanya, karena orang tua Margaretha tak sempat meneruskan pembuatannya, paspor itu dibatalkan.
Nomor yang seharusnya dimusnahkan itulah yang lalu dipakai untuk ”memasukkan” nama Sony Laksono. Patrialis menyangkal jika dikatakan pembuatan paspor itu di kantor anak buahnya. Menurut dia, seseorang memalsukan paspor itu di luar kantor Imigrasi. Alasannya, pemakaian foto biometrik dilarang memakai penutup wajah. ”Kami sedang menelisik bagaimana berkas paspor itu bisa keluar,” kata Patrialis.
Gayus kini mendekam di penjara Cipinang. Ia dipindahkan dari penjara Brimob setelah ketahuan menyuap sipir untuk pergi ke Bali dan kelayapan keluar penjara—yang totalnya 67 hari—selama mendekam di tahanan Brimob dari 1 Agustus hingga 6 November silam. Setelah berkelit ke sana-sini, Gayus akhirnya mengaku ia memang pernah pergi ke Singapura, Kuala Lumpur, dan Makau selama berstatus tahanan.
HINGGA kini polisi masih mengorek keterangan Gayus perihal motifnya yang demikian sering keluar dari sel tahanan. Seorang penyidik di Markas Besar Kepolisian RI hakulyakin Gayus tak sekadar ingin vakansi atau mengobati kemumetan di penjara seperti alasan yang ia pakai sewaktu ke Bali. ”Ada sesuatu yang dia urus,” kata sumber ini. Soalnya, saat Gayus ke Singapura itu, misalnya, polisi mendapat informasi pada hari yang sama, ada seorang eksekutif perusahaan besar yang terlibat mafia pajak juga berada di Negeri Singa.
Dugaan penyidik itu sama dengan kecurigaan Denny Indrayana. Sebab, kepada Denny dan Achmad Santosa yang ”menjemput”-nya di Singapura, Maret 2010, Gayus mengaku memiliki sembilan kotak deposit berisi uang hasil setoran dari perusahaan pengemplang pajak yang ”dibantu”-nya. Uang itu di luar Rp 28 miliar pemberian tiga perusahaan Grup Bakrie seperti yang disebut Gayus.
Duit sebanyak itu ketahuan setelah polisi menyidik vonis bebas Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Polisi pernah memeriksa empat kotak deposit yang disimpan di Bank Mandiri Kelapa Gading, Jakarta Utara. Seorang anggota staf Pia Nasution, pengacara Gayus, pernah ikut memeriksa ketika polisi menghitung lembar-lembar fulus hasil setoran wajib pajak yang bermasalah tersebut.
Jumlah harta Gayus itu sekitar Rp 75 miliar, terdiri atas dolar Amerika Serikat, dolar Singapura, serta emas batangan. Uang sebanyak ini berasal dari satu kotak deposit, sedangkan tiga kotak lainnya ternyata sudah kosong. Pekan lalu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menghitung ulang uang di kotak itu. ”Jumlahnya sekarang berkurang jadi Rp 73 miliar karena nilai dolar sedang turun,” kata Yunus Hussein, Kepala PPATK.
Menurut Achmad Santosa, dilihat dari bundelannya, lembaran dolar tersebut tak diambil dari bank atau agen di dalam negeri. Ini, kata Achmad Santosa, menunjukkan, ”Transaksi Gayus selalu di luar negeri.” Gayus tak mau membeberkan asal uang ini. Menurut Santosa, Gayus baru mau membukanya jika polisi berhasil membongkar asal-usul duit Rp 28 miliar di rekeningnya.
Ia sudah memulainya dengan menyebut siapa yang menikmati uang haramnya tersebut. Kesaksiannya itu ia berikan setiap kali habis pelesiran. Misalnya, soal guyuran uang dari Bakrie, ia tegaskan lagi saat bersaksi untuk terdakwa Andi Kosasih—pengusaha Batam yang mengaku-ngaku pemilik uang di rekening Gayus. Pengakuan itu ia beberkan pada 28 September 2010, sehari setelah ia ke Singapura.
Seorang sumber membisikkan, selain di dalam negeri, Gayus ada kemungkinan menyimpan harta bendanya di luar negeri. Istrinya, misalnya, disebut-sebut memiliki rekening di Bank UOB Singapura. Hingga kini PPATK masih menelusuri informasi perihal harta dan rekening Gayus serta istrinya di luar negeri. Gayus sendiri mengaku kepada polisi, istrinya, Milana Anggraeni, memang ikut saat ia ke Singapura, September silam. ”Tapi dia belum mengaku ketemu siapa dan untuk apa ke sana,” kata penyidik ini.
Alhasil, motif Gayus vakansi ke luar negeri pun hingga detik ini masih misteri. Yang pasti, terkuaknya—lagi-lagi—pelesiran Gayus ini membuat banyak orang ternganga: betapa ”sakti”-nya Gayus sekaligus bobroknya mental aparat kita. Takluk di depan gumpalan duit yang dijejalkan bekas karyawan pajak itu.
Bagja Hidayat, Erwin Dariyanto, Yophiandi Kurniawan, Ananda Badudu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo