Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MARINA Ratna Dwi Kusumajati masih mengingat jelas hari pertama ia bekerja sebagai Direktur Utama Perusahaan Daerah Dharma Jaya. Hari itu, pada Desember 2014, Marina langsung memeriksa laporan keuangan perusahaan pengelola rumah potong hewan dan penyimpanan daging milik pemerintah DKI Jakarta tersebut.
Marina tercengang melihat banyak catatan pengeluaran yang janggal. Misalnya ada catatan pembelian, tapi barang yang dibeli tak jelas wujudnya. Ada juga pengeluaran uang yang jumlahnya diduga digelembungkan. "Dua jam saya bolak-balik laporan itu, makin banyak catatan pengeluaran yang sulit dipertanggungjawabkan," ujar Marina di kantornya, Kamis pekan lalu.
Sejak itu Marina menduga, sebelum ia menjabat direktur utama, uang perusahaan kerap ditilap. Dugaan itu tak berlebihan. Senin pekan lalu, Kejaksaan Agung menetapkan bekas Direktur Usaha Dharma Jaya, Agus Indrajaya, dan mantan Direktur Keuangan Basuki Ranto sebagai tersangka korupsi anggaran perusahaan periode 2008-2011. Keduanya menyusul mantan Direktur Utama Dharma Jaya, Zainuddin, yang menjadi tersangka beberapa bulan sebelumnya.
Kepala Subdirektorat Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Sarjono Turin menyebut para bekas direktur itu sebagai satu komplotan. Menurut Sarjono, mereka diduga bermufakat mengisi jabatan strategis di perusahaan agar mudah menilap anggaran. "Dengan mengatur pengisian direksi, uang apa pun mudah dicairkan," ujar Sarjono, Selasa pekan lalu.
Sejauh ini baru Zainuddin yang ditahan. Dia menjadi penghuni Rumah Tahanan Salemba setelah dijemput paksa oleh jaksa pada April lalu. Meski begitu, Sarjono memastikan bahwa ketiga bekas direktur Dharma Jaya tersebut bakal dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
DUGAAN korupsi di PD Dharma Jaya terendus tim Badan Pemeriksa Keuangan yang memelototi laporan keuangan perusahaan periode 2008-2011. Dalam laporan hasil pemeriksaan terbitan Juli 2009, misalnya, BPK mengungkap penyimpangan anggaran sebesar Rp 25 miliar. Lalu, pada laporan hasil pemeriksaan terbitan Juni 2012, tercatat pengeluaran kas perusahaan sebesar Rp 1,119 miliar untuk kegiatan fiktif. Laporan kegiatan fiktif juga terjadi pada pengeluaran kas direksi sebesar Rp 1,424 miliar.
Nah, pengusutan oleh Kejaksaan Agung mengacu pada dua laporan hasil pemeriksaan tersebut. Zainuddin, Basuki, dan Agus dijerat karena pada 2008-2011 mereka menduduki kursi direktur Dharma Jaya.
Menurut seorang penyidik, Zainuddin yang mengatur pengisian jabatan direktur dan pencairan uang perusahaan. Caranya, pada 17 Juni 2010, Zainuddin mengeluarkan surat Instruksi Pelaksanaan Nomor 43 Tahun 2010. Lewat surat itu, Zainuddin menunjuk Agus sebagai direktur usaha dan Basuki sebagai direktur keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan mempermasalahkan terbitnya instruksi tanpa sepengetahuan Gubernur DKI Jakarta kala itu, Fauzi Bowo. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 88 Tahun 2003 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah, hanya gubernur yang bisa menunjuk susunan direksi.
Untuk mengatur pencairan uang perusahaan, pada 28 April 2010, Zainuddin juga mengeluarkan Instruksi Direksi Nomor 22 Tahun 2010 tentang pembuatan kas khusus direksi. Uang kas direksi diambil dari anggaran perusahaan dan bisa dicairkan dengan dua tanda tangan direktur saja.
Badan Pemeriksa Keuangan telah merekomendasikan agar Zainuddin mencabut surat instruksinya, tapi rekomendasi itu tak ditanggapi.
Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto, kedua instruksi itulah yang memberikan kemudahan kepada Zainuddin untuk menilap anggaran Dharma Jaya. Dengan menempatkan dua orang kepercayaannya, Zainuddin bisa mencairkan kas yang melebihi pagu anggaran atau tidak sesuai dengan peruntukan. Ketika dimintai laporan pertanggungjawaban, Zainuddin tinggal memerintahkan kedua orang itu membuat laporan fiktif.
Sejumlah pegawai Dharma Jaya mengkonfirmasi keterangan Amir. Seorang bekas bawahan Zainuddin di bagian administrasi menuturkan, dalam satu periode waktu, bosnya bisa mengambil uang perusahaan hingga Rp 25 juta setiap pekan. "Entah untuk apa, kami tak pernah diberi tahu," ujarnya.
Bekas bawahan Zainuddin lainnya yang pernah diperiksa penyidik juga bercerita. Zainuddin kerap meminta dibuatkan laporan pertanggungjawaban fiktif untuk menutupi aksinya. Biasanya Zainuddin memanggil dia ke ruang kerjanya. Di sana, Zainuddin membisikkan jumlah uang yang harus dilaporkan sebagai biaya kegiatan fiktif. Misalnya program pendidikan dan pelatihan, pembuatan modul, atau penataan taman yang tidak pernah terjadi. Penuturan anggota staf ini klop dengan laporan BPK. Salah satu kegiatan rekaan Zainuddin, menurut BPK, adalah pembuatan modul kerja fiktif seharga Rp 209 juta.
Meski mengetahui banyak kejanggalan dalam laporan keuangan perusahaan, Marina Ratna Dwi Kusumajati mengaku tak begitu tahu sepak terjang Zainuddin dkk. Alasan dia, Zainuddin dan dua orang dekatnya itu terakhir bekerja di Dharma Jaya pada 2012. "Itu dua tahun sebelum saya menjabat," kata Marina.
Penasihat hukum Zainuddin, Jamin Ginting, menolak mengklarifikasi tuduhan jaksa atas kliennya. Jamin beralasan, ia sudah lama tak berkomunikasi dengan Zainuddin. "Jadi saya tak bisa berkomentar apa-apa soal kasusnya," ucap Jamin melalui telepon, pekan lalu.
Ketika dihubungi, Agus dan Basuki pun tidak mengangkat telepon. Mereka juga tak membalas pesan pendek yang dikirim Tempo. Menurut seorang penyidik, sampai ditetapkan sebagai tersangka, Agus dan Basuki belum menunjuk kuasa hukum.
Berdasarkan penghitungan sementara jaksa, gara-gara ulah Zainuddin dan kedua koleganya, negara merugi sekitar Rp 4,231 miliar. "Zainuddin memakai sekitar Rp 2,5 miliar," ujar Amir. Zainuddin dkk memang sudah mengembalikan uang yang mereka gangsir ke kas Dharma Jaya, ketika laporan BPK beredar pada akhir 2013. Namun jaksa menganggap pengembalian kerugian negara tak menghapuskan tindak pidana. Karena itu, menurut Amir, kejaksaan tetap mengusut perkara ini.
Jaksa rupanya belum berhenti pada tiga tersangka. Dalam waktu dekat, menurut seorang penyidik, jaksa akan memeriksa beberapa pejabat Dharma Jaya lainnya. Bahkan Kejaksaan Agung berencana memanggil anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diduga terlibat bancakan uang perusahaan ini.
Istman M.p., Gangsar Parikesit
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo