Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Binsar Aljen Nababan hampir menyelesaikan laporan hariannya di pos penjagaan Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Komandan jaga itu tak begitu memperhatikan lagi sekitar 850 tahanan yang semestinya bersiap mengikuti apel sore sebelum masuk sel. Di akhir laporannya, Binsar hampir saja menuliskan bahwa keadaan penjara hari itu aman dan terkendali. Tapi, tiba-tiba, "Punggung saya tertimpa kursi besi," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Terjatuh, Binsar berusaha bangkit. Tapi pria 48 tahun itu roboh lagi setelah kursi besi kembali menghajar tubuhnya. Ia mengaku tak bisa melihat jelas wajah narapidana yang menyerang. Yang dia ingat, satu dari tiga pelaku bertopi putih dan berkemeja kotak-kotak. Dari dalam penjara, Binsar mendengar riuh teriakan sahut-menyahut, "Bakar.... Bakar!" Ahad sore, 18 Agustus lalu, kerusuhan melanda lembaga pemasyarakatan kelas II A yang berjarak 120 kilometer dari Kota Medan itu.
Binsar tertatih-tatih meloloskan diri dari pos penjagaan menuju pintu pengamanan utama, melalui ruangan kesehatan. Empat petugas jaga lain terjebak di pos masing-masing. Saragih terjebak di blok pengamanan maksimum, Asian di blok tahanan, serta Tamrin dan Jumanta Hurung di menara. Mereka selamat dari amukan karena mengganti baju seragam dengan pakaian narapidana. Api segera melalap ruang registrasi di sebelah kanan bangunan utama. Setelah itu, giliran ruangan kepala pengamanan di depan ruang registrasi dilalap api.
Sewaktu amuk meletus, Kepala LP Labuhan Ruku Sutopo Berrutu tengah berada di rumah dinasnya, masih di dalam kompleks penjara. Dia baru mendengar kerusuhan ketika salah satu bawahannya menghubunginya dengan Handie-Talkie. Bergegas menuju penjara, Sutopo mendapati pintu utamanya dikuasai narapidana. Dua penjaga langsung ngacir ketika puluhan tahanan merangsek dengan beringas. Melihat kekacauan itu, Sutopo kembali ke rumah. Dia mengambil senjata laras panjang, lalu berlari kembali ke penjara.
Ditemani Binsar dan dua petugas pengamanan, Sutopo mencoba menahan narapidana yang hendak kabur. Tiga tembakan peringatan dia muntahkan ke udara, sambil memerintahkan tahanan masuk kembali. Tapi peringatan dan perintah itu tak digubris lagi. "Mereka justru melempari kami dengan batu," kata Sutopo, yang akhirnya hanya bisa melongo ketika melihat puluhan tahanan berlarian kabur ke segala penjuru.
Di sisi kanan dan kiri LP, misalnya, puluhan tahanan memanjat tembok yang hanya setinggi 2,8 meter. Mereka meloncat, lalu kabur menembus perkebunan sawit. Sebagian lagi melarikan diri melewati perumahan penduduk di belakang penjara. Sedangkan lidah api terus menjilati bangunan penjara. "Suasana sangat mencekam, kayak perang," ujar Ifan, warga sekitar yang menyaksikan kejadian itu, kepada Tempo.
Bantuan pengamanan baru datang sekitar 30 menit kemudian. Sebanyak 380 petugas dikerahkan Kepolisian Resor Batubara, Polres Asahan, kesatuan Brigade Mobil, dan Tentara Nasional Indonesia. Dua mobil pemadam kebakaran pun datang.
Awalnya polisi mencoba bernegosiasi dengan tahanan, tapi terpidana menolak. "Banyak yang enggak suka pada polisi," ucap Aguswandi, terpidana narkotik, kepada Tempo pekan lalu.
Tim negosiasi pun diganti anggota TNI. Komandan Distrik Militer Asahan Letnan Kolonel Ayub Afga langsung memimpin tim pembujuk itu. Amarah tahanan mulai mereda ketika mereka bersedia mengeluarkan 26 narapidana wanita dan 3 narapidana sakit yang mereka "sandera". "Sekitar pukul delapan malam keadaan berlangsung normal," kata Sutopo.
Dalam kerusuhan itu, tercatat 84 narapidana melarikan diri. Hingga akhir pekan lalu, baru 39 orang yang kembali. Sebagian ditangkap polisi, yang lainnya menyerahkan diri. Meski banyak yang kabur, penghuni Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku masih melebihi daya tampungnya. Sejak Senin pekan lalu, 442 tahanan dipindahkan ke 13 penjara lain di Sumatera Utara.
Desas-desus akan ada kerusuhan menjalar di kalangan narapidana Labuhan Ruku beberapa hari sebelum kejadian. Ditemui Tempo di penjara pekan lalu, seorang narapidana menuturkan desas-desus itu muncul seiring dengan kabar soal pengetatan pemberian remisi bagi tahanan narkotik oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Bukan hanya tahanan kasus narkotik yang sering membicarakan pengetatan remisi itu. Ada juga narapidana kasus pembunuhan yang getol meniupkan isu tersebut. Salah satunya Syafruddin alias Udin. Dia pindahan dari LP Tebing Tinggi, Sumatera Utara. "Ya, si Udin itu salah satu yang nafsu betul untuk keluar," ujarnya.
Udin, menurut narapidana yang tak mau disebutkan namanya itu, sempat mengajak sejumlah narapidana narkotik meniru kerusuhan di LP Tanjung Gusta, Deli Serdang, Juli lalu. Tapi ajakannya tak serta-merta disambut tahanan lain. Di antara mereka bahkan ada yang menentang rencana Udin dan kawan-kawan.
Soal peran Udin dalam menghasut tahanan lain, Kepala LP Sutopo kepada Tempo mengaku tak tahu persis. Dia hanya tahu narapidana dengan hukuman 15 tahun itu pernah pindah-pindah penjara. Sebelum mendekam di Tebing Tinggi, Udin diterungku di LP Binjai, lalu dipindahkan ke LP Tanjung Gusta. "Orangnya temperamental," kata Sutopo.
Komandan jaga LP, Binsar, juga mengaku sempat mendengar sejumlah narapidana mengeluhkan soal remisi ini. Namun dia tak menyangka pergunjingan itu akan menjadi pemicu kerusuhan. "Ada beberapa napi yang mengeluhkan itu," ujar Binsar.
Sejauh ini polisi sudah menetapkan enam tersangka otak kerusuhan. Salah satunya Udin, yang masih buron. "Kemungkinan akan ada 10 tersangka lagi," ucap Kepala Kepolisian Resor Batubara Ajun Komisaris Besar J.P. Sinaga. Mereka akan dijerat pasal kejahatan berencana dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kerusuhan Labuhan Ruku merupakan yang kedua di Sumatera Utara setelah kerusuhan di LP Tanjung Gusta, Juli lalu. Di Tanjung Gusta, kerusuhan juga ditunggangi isu pengetatan remisi.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan investigasi peristiwa Labuhan Ruku belum final. Temuan sementara, kerusuhan ini dipicu isu pengetatan remisi, penundaan pembebasan bersyarat sejumlah narapidana, dan kedatangan 45 tahanan baru pindahan dari LP Lubuk Pakam, Deli Serdang. "Ada penyesatan informasi," ujar Amir kepada Tempo pekan lalu.
Setelah kerusuhan Tanjung Gusta, menurut Amir, isu pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat untuk tahanan kasus korupsi, narkotik, dan terorisme terus bergulir. Di Labuhan Ruku, dari 866 tahanan, 460 di antaranya narapidana narkotik. "Isu pengetatan remisi membuat mereka resah karena kehilangan harapan untuk segera bebas." Padahal, kata Amir, pemerintah tak pernah benar-benar menutup pintu remisi. Buktinya, dari 67 ribu remisi yang diberikan pada Hari Kemerdekaan Indonesia tahun ini, 6.000 di antaranya untuk narapidana kasus narkotik.
Di luar urusan remisi, Amir mengakui pengamanan LP Labuhan Ruku tak memadai. Tembok setinggi 2,8 meter yang mengelilingi penjara, misalnya, masih di bawah standar keamanan. Jumlah penghuninya, 866 orang, pun jauh melebihi daya tampung penjara yang hanya 251 orang. Dengan tahanan sebanyak itu, LP Labuhan Ruku hanya memiliki 12 penjaga. Karena kerja bergiliran, ketika amuk melanda Labuan Ruku, hanya lima petugas yang berjaga. Karena itu, tak mengherankan jika para sipir tersebut tak berdaya menghadapi "keroyokan" para narapidana.
Febriyan (Jakarta), Andri El Farouqi (Batubara)
Meledak di Sana, Meledak di Sini
Kerusuhan beruntun terjadi di sejumlah lembaga pemasyarakatan dalam beberapa waktu terakhir. Penjagaan yang minim dan kapasitas berlebihan dituding biang keladinya.
Jumlah lembaga pemasyarakatan: 248
Jumlah tahanan: 156.914 orang.
Profil Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku
Dibangun pada 1979, penjara ini terletak sekitar 120 kilometer dari Medan. Penjara ini terdiri atas empat blok dengan jumlah kamar sebanyak 43.
Kendati kapasitasnya untuk 251 orang, faktanya, hingga kerusuhan terjadi pekan lalu, penghuninya ada 866 orang, yakni 564 narapidana dan 303 tahanan. Adapun jumlah pegawai dan sipir sebanyak 54 orang.
Kerusuhan yang Meledak di Lembaga Pemasyarakatan Sepanjang Dua Tahun Terakhir
4 April 2011
18 September 2011
Februari 2012
22 Februari 2012
Akibat:
11 Juli 2013
Akibat:
18 Agustus 2013
Akibat:
Febriyan, Evan/PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo