Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut terdampak pemangkasan anggaran kebijakan Presiden Prabowo Subianto. Dengan anggaran yang dipangkas hampir 62 persen, LPSK hanya memiliki anggaran sebesar Rp 85 miliar untuk tahun ini dari pagu sebesar Rp 229 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan pemangkasan anggaran membuat lembaganya kesulitan untuk bekerja. Ia menuturkan pemotongan anggaran terhadap LPSK dapat berujung pembatasan kuantitas penanganan karena akan banyak permohonan perlindungan korban dan saksi yang ditolak. Selain itu, efisiensi juga bisa mengamputasi kualitas layanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bisa saja satu pemohon mengajukan dua bentuk perlindungan tetapi kami hanya bisa penuhi satu,” kata Sri, saat dihubungi, Sabtu, 8 Februari 2025.
Tahun lalu, LPSK mendapatkan pagu sebesar Rp 279 miliar. Dana itu, kata Sri, digunakan untuk memberikan layanan terhadap 79 saksi dan atau korban. Sementara itu, ada sekitar 10.217 permohonan yang masuk kepada LPSK pada 2024.
Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, Sri menuturkan permohonan perlindungan mengalami tren kenaikan. Sri mengatakan, dengan anggaran yang diterima sebesar Rp 85 miliar membuat LPSK semakin terhimpit untuk memberikan layanan. “Logikanya untuk yang sekarang ini kami menjangkau jauh dari 10 aja belum tentu bisa kita jangkau.”
Adapun layanan yang diberikan oleh LPSK adalah medis, perlindungan fisik, psikologis, hingga pengawalan. Pemangkasan itu membuat Sri kelabakan untuk mengontrol pemberian layanan. Sehingga mau tidak mau LPSK perlu mengurangi pemberian layanan itu. Belum lagi ketika LPSK mendapatkan laporan permohonan dari korban atau saksi di wilayah pelosok yang perlu dijangkau langsung.
“Prinsipnya kami sih mendukung efisiensi anggaran dan penghematan ini, hanya memang kami tetap menghadapi kesulitan-kesulitan untuk layanan-layanan tersebut.”
Sri menyatakan LPSK merupakan bagian dari sistem penegakan hukum Indonesia bersama dengan kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung. LPSK, kata Sri, turut andil dalam meningkatkan kualitas pengungkapan kasus bagian dari penegakan hukum Indonesia, bersama dengan kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung. Musababnya, mereka memberikan perlindungan terhadap korban dan saksi agar berani mengungkap kejahatan.
“Itu yang sebenarnya harus dipertimbangkan posisinya dalam pengurangan anggaran. Kami itu supporting sistem yang paling penting untuk ketiga lembaga (itu),” ujar dia.
Imbas pemangkasan anggaran ini, Sri mengatakan LPSK juga menempuh siasat untuk menekan bujet. Misalnya mengurangi penggunaan internet, listrik, dan pendingin ruangan. Sementara itu, untuk memastikan layanan mereka tetap berjalan, LPSK masih berupa menyampaikan kesulitan yang dihadapi imbas efisiensi anggaran ini. “Kami sih berupaya ya untuk melakukan komunikasi, tetapi juga memang melakukan penghematan,” tutur dia.
Pemangkasan anggaran tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang dikeluarkan pada 24 Januari 2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN TA 2025.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah memerintahkan kementerian/lembaga dan kepala daerah untuk berhemat. Perintah berhemat itu dituangkan lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Inpres tersebut diteken oleh Prabowo pada 22 Januari 2025.
Dalam instruksi tersebut, Prabowo meminta jajarannya untuk melakukan efisiensi atas anggaran belanja negara tahun anggaran 2025 sebesar Rp 306,6 triliun yang terdiri atas efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun, dan efisiensi anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.