Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Saya Tidak Menerima Duit Rp 2,4 Miliar

Jawaban Alex Noerdin atas pertanyaan dan tuduhan dugaan korupsi Masjid Raya Sriwijaya sewaktu ia menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Jaksa menghitung kerugian negara Rp 116 miliar.

21 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya sedang ditangani pengadilan Sumatera Selatan.

  • Alex Noerdin sebagai Gubernur terseret.

  • Panitia menyebut Sumsel 1 menerima Rp 2,4 miliar.

MENJADI Gubernur Sumatera Selatan dua periode sejak 2008, Alex Noerdin disebut-sebut dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Kota Palembang. Ia disebut menerima duit Rp 2,4 miliar dan Rp 300 juta untuk sewa helikopter. Pada Jumat, 20 Agustus lalu, Alex, yang kini anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, memberikan keterangan tertulis soal proyek tersebut. 

Nama Anda disebut-sebut dalam sidang empat terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya. Bagaimana tanggapan Anda?

Dengan disidangkannya empat terdakwa tersebut, saya hanya bisa berdoa dan berharap, semoga pengadilan yang digelar berjalan lancar dan bisa mendapatkan keadilan yang hakiki. Yang benar ya benar, yang salah ya salah. Jangan sampai yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan.

Dalam catatan salah satu terdakwa yang disita jaksa, kemudian dituangkan di surat dakwaan, Anda disebut menerima Rp 2,4 miliar. Benarkah?

Saya tidak mengetahui maksud catatan itu. Silakan ditanyakan kepada yang mencatatnya. Saya juga tidak pernah mengenal apalagi menerima dana tersebut.

Di buku itu tercantum juga pengeluaran sewa helikopter senilai Rp 300 juta untuk Anda.

Saya juga tidak mengetahui tentang sewa helikopter itu.

Jaksa juga menanyakan kepada Anda soal aliran dana tersebut?
|
Saya sudah diperiksa dua kali. Waktu itu penyidik mengajukan sekitar 25 pertanyaan. Saya memberi keterangan soal latar belakang pembangunan masjid dan rencana ke depannya.

Bagaimana perencanaan proyek masjid yang disebut menjadi yang terbesar se-Asia ini?

Awalnya saya mendapat usul dari tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Selatan yang tersebar di Jakarta. Mereka berencana membangun Masjid Raya Sriwijaya di lahan wakaf seluas 9,5 hektare di Jalan Sukarno-Hatta, Palembang. Rencana ini muncul sekitar 2009. Ada tokoh masyarakat Palembang di Jakarta yang mendapat wakaf tanah dari Pak Hatim seluas 9,5 hektare dan berencana membangun masjid raya.

Anda mengecek lokasi tanah itu?

Saya selaku gubernur mengecek lokasi tersebut dan sepertinya kurang cocok untuk pembangunan Masjid Sriwijaya. Lokasinya jauh dari pusat kota dan sebagian lahannya rawa-rawa. Saya mengusulkan untuk menggunakan lahan milik pemerintah provinsi di Jakabaring. Di situ sedang dibangun Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang Kampus B.

Bagaimana proses pendanaannya?

Kami menggunakan dana hibah Rp 130 miliar. Pencairan pertama pada 2015 sebesar Rp 50 miliar, dan yang kedua Rp 80 miliar pada 2017. Dana hibah dikucurkan sebagai umpan bagi masyarakat di dalam ataupun luar negeri untuk berpartisipasi dalam pembangunan masjid.

Kami mendapat informasi proyek ini tidak memiliki blue print. Bagaimana desain awal diputuskan?

Desain masjid disayembarakan pada 2011. Desain yang terpilih disosialisasi di Hotel Swarna Dwipa, lalu dipublikasikan untuk menjaring pendapat publik. Jika pembangunannya selesai sesuai dengan desain, masjid ini menjadi yang terindah di Kota Palembang. Juga, menjadi pusat pendidikan Islam di Sumatera Selatan sekaligus ikon pusat pendidikan religi di Indonesia.

Kenapa anggarannya berubah-ubah?

Setelah ditetapkan desainnya, estimasi biaya pembangunan Masjid Sriwijaya sekitar Rp 1 triliun. Menurut saya, wajar jika terjadi beberapa kali penambahan anggaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus