Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa anak mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Mohamad Haniv, Feby Paramita alias Feby Haniv. Mohamad Haniv ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima gratifikasi untuk menyelenggarakan peragaan busana merek pakaian milik anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penyidik kemungkinan besar akan melakukan upaya pemanggilan, walaupun kami tidak tahu apakah yang bersangkutan dapat hadir atau tidak,” ucap juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 6 Maret 2025. Menurut Tessa, Feby saat ini sedang berada di luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tessa mengatakan, berdasarkan aturan KUHP, keluarga tersangka yaitu anak, istri, dan orang tua, memiliki hak untuk tidak memberikan keterangan. Akan tetapi, kata dia, mereka harus tetap hadir terlebih dahulu apabila dipanggil.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui perusahaan valuta asing dan pihak-pihak yang bekerja pada perusahaan valuta asing dengan total Rp 6.665.006.000 pada periode 2013-2018. Haniv juga disebut menerima gratifikasi untuk menggelar peragaan busana (fashion show) merek pakaian FH Pour Home pada Desember 2016.
Menurut Asep, Haniv mengirim email kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3 (KPP PMA 3) Yul Dirga untuk mencarikan sponsor untuk fashion show tersebut. “Permintaan ditujukan untuk '2 atau 3 perusahaan yang kenal dekat saja', dan pada budget proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone atas nama Feby Paramita dengan permintaan sejumlah Rp150.000.000," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Februari 2025.
Atas perbuatannya, Haniv diduga telah melakukan perbuatan TPK berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show sebesar Rp 804.000.000. Ada juga penerimaan lain dalam bentuk valas Rp 6.665.006.000 dan penempatan pada deposito BPR Rp 14.088.834.634 sehingga total penerimaan mencapai Rp 21.560.840.634 atau Rp 21,5 miliar.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.