Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Apa Saja Kurikulum yang Diajarkan Pondok Pesantren Al Zaytun?

Tempo mendatangi Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Seorang pengurus menjelaskan kurikulum yang digunakan di ponpes itu.

5 Agustus 2023 | 19.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah santri dan jamaah Pondok Pesantren Al Zaytun melakukan ibadah shalat jumat di Masjid Rahmatan Lil Alamin, kawasan Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, Jumat 28 Juli 2023. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama akan melakukan asesmen dan mengganti kurikulum Pondok Pesantren Al Zaytun dan mengganti kepengurusan saat ini setelah Panji Gumilang ditetapkan tersangka penodaan agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Kamis, 3 Juli 2023, setelah mengikuti rapat koordinasi tingkat menteri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Rapat membahas Al Zaytun pascapenetapan tersangka Panji Gumilang, pendiri dan pimpinan pondok pesantren.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lalu apa sebenarnya kurikulum yang diajarkan Mahad Al Zaytun kepada santrinya? Kepada Tempo, pemandu tamu Mahad Al Zaytun, Nurdin Abu Tsabit, mengatakan ponpes yang diresmikan pada 2019 itu mengikuti kurikulum yang diterbitkan pemerintah. Ia menjelaskan Al Zaytun menggabungkan dua kurikulum agama dan kurikulum umum. Ia menuturkan kurikulum agama sesuai dengan yang dikeluarkan Kementerian Agama. Sedangkan kurikulum umum mengikuti yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kurikulum agama dan kurikulum umum digabung dua-duanya. Masing-masing 100 persen dan ada muatan lokal,” kata Tsabit saat Tempo mengunjungi Ponpes Al Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, 26 Juli 2023.

Pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diajarkan nilai kemampuan agama dan moral. Pada usia ini anak-anak diajarkan pendidikan jasmani dan juga pendidikan kognitif seperti pengetahuan umum dan sains; konsep bentuk, warna, ukuran, dan pola; konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf. Anak-anak juga diajarkan pengenalan bahasa dan aksara, juga diajarkan seni. Adapun muatan lokal pada PAUD antara lain seperti belajar Lagu Indonesia Raya 3 stanza, Lagu Mars Al Zaytun, pengenalan huruf hijaiyah, qiroah, hafalan juz amma, asmaul husna, dan praktik ibadah. 

Sementara itu pada tingkat ibtidaiyah kelas 1-3 (kelas rendah), santri diajarkan tafaqquh fi al din, yakni Alquran dan hadits, akidah akhlak, fikih, qiro’ah wal kitabah, dan tahfidz. Pada tingkat ini juga diajarkan pendidikan jasmani dan kemampuan bahasa. Lanjut ke kelas 4-6 (kelas tinggi), santri tetap belajar pelajaran tafaqquh fi al din di kelas rendah, hanya saja ditambah Sejarah Kebudayaan Islam. Selain itu, pada tingkat ini mulai diajarkan pelajaran umum seperti matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan Jasmani. 

Selanjutnya, pada tingkat tsanawiyah diajarkan sejumlah mata pelajaran, antara lain akidah akhlak, Alquran dan Hadits, fikih ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, matematika, dan pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, TIK, dan pendidikan jasmani. Pada tingkat ini muatan lokal terdiri dari muhadharah atau berpidato dan taffaquh fii al-Din.

Pada tingkat aliyah atau setingkat Sekolah Menengah Atas dibagi dua peminatan, yakni peminatan MIPA dan IPS. Kedua peminatan sama-sama diajarkan pendidikan umum dan agama Islam, yakni Alquran dan Hadits, akidah akhlak, fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. \

Untuk pendidikan umum juga diajarkan di dua peminatan ini, seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris. Muatan lokal juga sama, yakni Bahasa Sunda, tafaqquh fii al-Din, muhadharah, metodik didaktik, dan jurnalistik. Yang membedakan masing-masing peminatan adalah, untuk MIPA diajarkan mata pelajaran eksakta. Sedangkan IPS diajarkan ilmu sosial, seperti halnya pada kurikulum SMA sederajat. Baik MIPA dan IPS bisa belajar lintas peminatan. Misalnya, santri MIPA bisa belajar ekonomi dan geografi. Sedangkan IPS bisa mempelajari biologi atau kimia.

Tsabit mengatakan para santri mempunyai rutinitas sejak subuh. Ia menjelaskan santri bangun untuk salat subuh kemudian sarapan yang disediakan oleh pesantren. Sehabis sarapan, santri berangkat sekolah pukul setengah 7. 

“Kemudian lagu Indonesia Raya 3 stanza sebelum belajar,” kata Tsabit.

Santri kembali mendapat camilan pukul setengah 10. Kemudian santri istirahat untuk salat dzuhur dan makan siang. Santri kembali mendapat camilan kedua pukul 3 sore lalu olahraga. Setelah salat maghrib dan isya para santri kemudian makan malam dan kembali mendapat camilan ketiga pukul setengah 10. 

“Itu kegiatan santri sehari-hari,” kata Tsabit.

Tsabit menuturkan santri tinggal di pondok pesantren selama 5 bulan dan libur atau pulang ke rumah orang tua selama satu bulan. 

Ia menjelaskan sistem pendidikan Mahad Al Zaytun memakai sistem satu pipa. Artinya, santri harus mengenyam pendidikan dari awal tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, hingga aliyah sampai perguruan tinggi.

Jenjang ibtidaiyah selama enam tahun, kemudian tsanawiyah dan aliyah masing-masing tiga tahun hingga sampai jenjang perguruan tinggi. Ponpes ini memiliki Institut Agama Islam Al Zaytun. 

“Sampai umur 25 dia sekolah 20 tahun dong. Tidak ganti-ganti sekolah. Masuk di sini keluar 20 tahun. Umur 25 tahun dia sudah doktor. Satu pipa namanya. Orang tua tidak susah payah lagi cari-cari sekolah,” kata Tsabit. 

Kompleks Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), yayasan yang menaungi Al Zaytun, berdiri di tanah seluas 1.200 hektar di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. Saat ditanya Tempo kenapa memilih Indramayu, Panji hanya mengatakan ia tidak memilih tempat.

“Kita tidak bisa memilih dilahirkan di mana. Sama, Al-Zaytun juga dapatnya di Indramayu enggak pakai milih. Kalau milih inginnya di Washington, toh,” kata Panji berkelakar.

Adapun 200 hektar dari total lahan tersebut adalah area pendidikan dan operasional pesantren. Sisanya merupakan sarana pendukung pesantren, seperti perkebunan, sawah, hutan jati, peternakan, pabrik pengolahan padi, pabrik pengolahan ikan, bengkel alat berat, bahkan sampai batching plant atau tempat produksi beton. Bahkan, Al-Zaytun juga mengklaim mereka memiliki sistem daur ulang atau zero waste sendiri. 

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus