Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Api asmara bakar rumah

Di Sumatera Utara, dua kejadian yang menewaskan anak sendiri berawal dari suami yang mata gelap.

6 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERNYATA seks itu asyik dan perlu, walau tak urung melahirkan tragedi. Kali ini korbannya Dinayanti boru Daulay, 14 bulan, yang menemui ajal dengan hangus terbakar. Dan Armadin Daulay, ayah kandungnya, kini menjadi tersangka atas tewasnya bayi itu. Armadin, 28 tahun, mengakui semua: membakar rumah mertuanya di Desa Tolang Julu, Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 25 Mei lalu. Tujuannya, katanya, untuk menghabisi istrinya, Dewiyana boru Siregar, 26 tahun, yang sedang hamil sembilan bulan. "Aku benci dia. Bunuh saja, habis cerita," ujarnya kepada TEMPO. Menjelang hari sial itu, Armadin jengkel luar biasa kepada istrinya. Pangkalnya, Dewiyana selalu menampik ajakannya untuk bermain cinta. "Ada saja dalihnya. Yang capek dan hamillah. Buat apa punya istri yang sering jual mahal?" gerutunya. Desa mereka bertetangga di Kecamatan Batang Angkola. Setelah pacaran sepekan, mereka menikah tiga tahun silam. Usai menikah, mereka boyong ke ibu kota. Armadin bekerja sebagai sopir mikrolet. Ia mengaku kehidupannya di Jakarta cukup bahagia. Toh di mata Nasril Siregar, abang Dewiyana, ia malah dianggap suami yang tidak bijak. "Ia suka main gebuk," kata Nasril. Rumah tangga mereka mulai he'ho', menurut Armadin, setelah lahir Dinayanti. Istrinya mulai malas di ranjang. Dan keadaan itu berubah serius, menurut Armadin, sekitar empat bulan lalu. Ia dilanda penyakit sulit berpisah dengan Dewi. "Walau satu jam pun aku tidak sanggup," katanya. Maka, istri dan anaknya itu selalu diajaknya menarik mikrolet, mulai pukul 4 pagi sampai 12 siang. Ia menampik dugaan: di balik perbuatannya yang aneh itu terselip curiga pada hadirnya orang ketiga. Yang dirasakannya hanya kena sakit ajaib. Maka, ia percaya ketika seorang kawannya bilang agar berobat pada seorang dukun di Kotapinang, Sumatera Utara. Berbekal uang tabungan, Armadin mencari dukun sakti itu, dua bulan lalu. Istri dan anaknya dibawa. Seperti laiknya dukun, diagnosa pertama adalah kena gunaguna. Dua pekan berobat di situ, kemudian mereka pindah ke Padangsidempuan, menumpang di rumah paman Armadin. Dan karena kandungan Dewi kian besar, mereka kembali ke rumah orangtua Dewi di Desa Tolang Julu, 23 Mei lalu, menunggu sampai si bayi lahir. Semula pengobatan dukun dirasanya mangkus. Dewi mulai mau lagi diajak intim. Belakangan kembali malas. Bersamaan dengan itu Armadin merasa dihinggapi penyakit baru: benci setengah mati pada istrinya. Jadi, setelah beberapa kali "terujung" dan ditolak, Armadin menjadi mata gelap. Tengah malam, rumah mertuanya itu dibakarnya. Berkat bantuan masyarakat sekitarnya, api dapat dijinakkan sebelum menghabiskan seluruh rumah. Namun, Dinayanti tidak terselamatkan. Bayi itu hangus bersama kasurnya. Ketika api mengamuk, Armadin sudah raib. Tapi, menjelang fajar, polisi meringkusnya ketika mencoba kabur dengan bus ke Padangsidempuan. Api asmara yang sampai melalap rumah tangga ini juga menimpa keluarga Johni Dunan Panggabean, 38 tahun, warga Desa Bange, Kotapinang, Labuhanbatu, Sumatera Utara. Dunan kesal hanya lantaran istrinya yang menjaga warung bergurau dengan kepala dusun setempat yang sedang lewat. Kejadian akhir April itu berbuntut perang mulut. Untuk meredakan ketegangan, istrinya, Nurhayati, mengungsi ke rumah tetangga, sambil nonton TV. Menjelang tengah malam, Nur pulang. Namun, Dunan yang oleh tetangganya dikenal pemberang itu masih marahmarah, dan mencekik si istri. Nur lalu purapura pingsan. Begitu suaminya lengah, ia kabur ke luar rumah. Eh, Dunan malah kian menjadijadi. Botolbotol minuman keras yang berjejer di warung dipecahkannya. Dalam pitamnya itu Dunan menyulut rumah. Api marak berkobar. Padahal, di dalam empat anaknya tengah nyenyak tertidur. Tetangga berdatangan. Tapi terlambat. Pangasian, 2 tahun, dan Marthalena, 6 bulan, tak bisa diselamatkan. Kedua bocah tak berdosa itu tewas. Lain dengan Armadin, Dunan tidak lari. Kini ia tidur di sel polisi. Ia menyesal setelah memanggang anak sendiri. Putut Trihusodo, Affan B. Hutasuhut, dan Mukhlizardy Mukhtar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus