MAYOR Tato, kepala Dinas Reserse Jakarta Barat, tergelincir. Senin pekan lalu, kapolda Jakarta Mayjen Soedarmadji menyatakan akan "mengambil tindakan tegas" terhadapnya. "Banyak laporan yang menyebutkan, ia sering melakukan perbuatan kurang baik," ujar Soedarmadji kepada wartawan. Sumber TEMPO menyebutkan, salah satu perbuatan kurang baik itu adalah menggelapkan barang bukti kasus perjudian. Pertengahan Februari lalu, kata sumber itu, Tato memimpin penggerebekan ke sebuah rumah di daerah Tomang. Tiga tersangka penjudi, yang dekat hubungannya dengan seorang bekas dedengkot judi, ditangkap. Barang bukti sebesar Rp 7,5 juta disita Tato, dan dibawanya pulang. Sampai kini ia tak berhasil mengembalikan uang sebanyak itu, walau atasannya pernah memberi kesempatan untuk itu. Berita dicopot dan akan dialihtugaskannya Tato, 35, ke Polda Jakarta cukup mengejutkan. Perwira menengah polisi tamatan Akabri (1971) itu selama ini dikenal berprestasi tinggi. Sekitar setahun menduduki jabatan kadis reserse. ia berhasil mengungkapkan berbagai kasus perampokan dan pencurian kendaraan bermotor di Jakarta Barat. Prestasi terakhirnya yang gemilang adalah membongkar kasus pengeboman Bank Central Asia (BCA), dalam waktu singkat. Para pelaku pengeboman itu kini diajukan ke pengadilan. "Dia seorang reserse yang senantiasa sigap dan tak mengenal waktu," kata seorang rekan dekatnya. Kesalahan Tato, menurut sumber TEMPO yang lain, karena kurang perhitungan dalam kasus judi itu. Para tersangka, yang kemudian dilepas, meminta uang mereka dlkembalikan. Karena tidak berhasil, kata sumber itu, mereka lewat bekas bandar melapor kepada seorang perwira tinggi Polri. "Kalau uang Rp 7,5 juta itu dikembalikan, Tato tak mungkin mengalami nasib tragis," ujar sumber tadi. Dugaan lain, Tato melakukan langkah keliru dengan mengundang atasannya, kepala Polres Jakarta Barat Letkol Eko Suwarno, saat sang mayor mengkhitankan anaknya sehari setelah penggerebekan. Ketika itu, dari sekitar 300 undangan yang hadir, ternyata banyak sekali WNI keturunan Cina yang berpenampilan seperti cukong, yang menurut Eli, istri Tato, teman-temannya ngebrik. Melihat undangan khusus itu, kata Eli, Kapolres Eko Suwarno sempat terheran-heran. Ia juga kagum melihat sebuah akuarium besar di rumah anak buahnya itu. "Hanya orang kaya yang punya akuarium seperti ini," komentar Eko seperti dituturkan kembali oleh Eli. Soal akuarium, Eli bilang, "Tukang ikan saja bisa punya yang seperti itu." Biaya hajat khitanan itu, katanya, bukan uang sitaan kasus Judi, tetapi berasal dari tukar tambah rumahnya. "Berani sumpah, suami saya belum pernah membawa uang Rp 7,5 juta," kata Eli bersemangat. Memang tidak. Sebab, seperti dikatakan sumber TEMPO, Tato cuma kebagian Rp 2,5 juta. Selebihnya dibagi rata. Baik atasan maupun bawahannya, yang ikut penggerebekan, kebagian. Itu sebabnya, Tato mengalami kesulitan waktu diminta mengembalikan semua uang hasil sitaan. Benarkah cerita "bagi hasil" itu? Belum bisa dipastikan. Letkol Eko Suwarno menolak menjelaskan soal itu. Tato pun tak dapat ditemui. Ayah enam anak itu, kini, sedang cuti. Tapi kabar lain menyebutkan, ia diperiksa Provost, sehingga jarang dl rumah. Bulan lalu, seorang kapten dari Polda Jakarta dan tiga oknum polisi lain juga diperiksa Provost - juga dalam kasus penggelapan. Mereka diduga menggelapkan Rp 35 juta - dari jumlah Rp 51,8 juta - uang milik Liong Aliem, yang kena rampok waktu hendak menyetor ke bank, Februari lalu. Seperti halnya Tato, kapten itu dikenal pula sebagal perwira reserse yang berdedikasi tinggi. Tapi, kata kepala Direktorat Reserse Polda Jakarta, Kolonel Usman Ibrahim, "Biar pahlawan, kalau salah, ya tetap salah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini