Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Korban tabrak lari

Kamaruddin Napitupulu, 55, tewas minum racun serangga di Muara Bahari, Tanjung Priok, setelah mengetahui anaknya Vitman, 23, meninggal di RSCM akibat tabrak lari. (krim)

16 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LELAKI tua penjaja koran itu, Kamaruddin Napitupulu, 55, mengakhiri hidupnya. Tubuhnya yang kurus ditemukan tergeletak di atas sofa butut di serambi sebuah rumah di Kampung Muara Bahari, Tanjung Priok, Sabtu malam lalu. Di dekatnya, tercampak sekaleng racun serangga yang sudah tak utuh. "Saya tak sangka dia nekat, karena selama ini dia orang yang gigih," kata Nyonya Simanjuntak, pemilik rumah dan sepupu korban. Tapi kemudian, soainya jadi jelas, setelah di tempat itu ditemukan koran Sinar Pagi, edisi 9 Maret, yang memuat berita tentang sesosok mayat tak dikenal di RSCM, korban tabrak lari. Dari ciri-ciri mayat, dan sebuah foto yang dimuat koran itu, segera diketahui, korban adalah Vitman Napitupulu, 23, anak kandung Kamaruddin. Di atas berita koran itu, ada tulisan tangan Kamaruddin, berbunyi: "Kalau saya mati, jangan ada yang dituntut. Nantl akan tahu sendiri. Kuburkan saya dengan anak saya." Vitman ditemukan sekarat Rabu malam, 6 Maret, di depan Rumah Sakit Islam Yarsi di Jalan Suprapto, Jakarta Pusat. Karena terluka parah, korban dilarikan ke RSCM, dan meninggal dunia keesokan harinya. Penyelidikan polisi menyatakan bahwa korban pada malam itu ditabrak sebuah kendaraan yang berlari kencang dari arah Senen menuju Pulogadung, ketika sedang menyeberangi jalan. Sebagaimana halnya korban tabrak lari yang lain, polisi kesulitan mengusut peristiwa. Di RSCM, Vitman sulit pula diidentifikasikan, karena di saku celana pendek abu-abu yang dipakainya tak ditemukan apa-apa. Setelah dua hari mayat itu tersimpan di lemari pendingin RSCM, polisi mengumumkan ciri-ciri berikut foto korban dl koran-koran. Ketika itulah, Kamaruddin, yang telah tiga hari kehilangan anaknya, melihat foto Vitman terpampang di surat kabar sebagai korban kecelakaan. Kamaruddin pun bergegas mengecek ke RSCM. Tak pelak lagi, mayat itu memang anaknya. Puas meraung di sana, ayah malang itu pun pulang dan mengambil putusan traglS itu. Pernah menjadi guru SMA di Tarutung, Sum-Ut, 1973, Kamaruddin nekat merantau ke Jakarta bersama keluarganya. Mula-mula mereka mencoba berdagang kain, tapi bangkrut. Empat tahun kemudian, istrinya meninggal. Belakangan, dibantu anaknya, Vitman, lelaki itu berdagang koran eceran di kaki lima. Seorang anak gadisnya dikirim ke Medan ikut neneknya. Karena itu, ia putus asa begitu tahu anak laki-laki tunggalnya meninggal. Harapan Kamaruddin lenyap. "Bagi orang Batak, anak laki-laki itu penting, untuk meneruskan marganya," kata Nyonya Simanjuntak menangis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus