PUJI, 15, berlari di kegelapan malam. Tubuh gadis itu menggigil karena kedinginan dan ketakutan. Para tetangga hampir tidak percaya sewaktu Puji, dengan suara gemetar, memberi tahu bahwa ibu, kakak, kakek, dan neneknya tewas terbunuh. Bahkan adik Puji, Rahmatia, yang berusia lima tahun, hampir pula menjadi korban kalau tidak segera melarikan diri. Puji tidak berbohong. Ketika para tetangga berdatangan, Sabtu subuh lalu, dari dalam rumah Puji, di Pantai Paotere, Ujungpandang, memang tercium bau amis darah. Yang mula-mula terlihat adalah mayat Daeng Mawang, 55, yang tergeletak di ruang tamu dengan luka di punggung dan tenggorokan. Istrinya, Daeng Ceba, 50, ditemukan di ruangan lain. Kepalanya hampir terbelah, dan sebilah parang taJam, senjata yang diduga dipakai pembunuh, tergeletak disisi korban. Di ruangan Itu juga terbujur Baso alias Muzakkir, 17, cucu mereka, dengan luka lebar di bagian leher. Sedangkan mayat Nursiah - anak Daeng, yang juga ibu kandung Baso terbujur di dekat tempat tidur di kamarnya, juga dengan luka menganga dileher. Anak bungsu Nursiah, yang baru berumur tiga bulan, didapati sedang menangis panjang ketika ditemukan. Sang bayi, yang tak mengalami cedera apa-apa itu, seperti tahu telah kehilangan Ibu tercmta. Senin lalu, dua hari setelah pembunuhan terjadi, kapolres Ujungpandang Kolonel A. Hasanuddin, belum bisa memastikan siapa pelakunya. Tapi berdasarkan keterangan Puji, polisi menduga bahwa pelaku pembunuhan tak lain dari ayahnya sendiri: Daeng Lalang. Menurut Puji, pada dinihari itu ia sempat mendengar seperti ada sesuatu di kamar ibunya. Saat itu, Puji dan adiknya, Rahmatia, tldur dl kamar lain. Begltu terbangun, kata Puji kepada polisi, ia melihat ayahnya menghunus sebilah badik. Tanpa pikir panjang, Puji lari menyelamatkan diri. Rahmatia, yang tahu ada bahaya, ikut lari menyusul kakaknya. Tapi ia sempat dilukai badik sang ayah di bagian kepala, dekat telinga. Kini gadis cilik itu dirawat di Rumah Sakit Umum Ujungpandang. Kesaksian Puji dikuatkan oleh H. Sattuang, yang sempat melihat Daeng Lalang, 45, keluar dari rumahnya sambil memegangi sebilah badik di subuh itu. Dalam jarak dua meter, Sattuang sempat menegur Lalang yang bertubuh tinggi kekar itu, dan ia hanya menyahut, "Saya dibikin bingung mertua." Dan sejak itu Lalang, yang sehari-harinya berjualan buah-buahan, pergi entah ke mana. Ia kini dicari polisi. Kalau betul pelakunya Daeng Lalang, sangat mungkin korban disembelih dan dibacok saat mereka tertidur lelap. Itu sebabnya tidak terdengar bunyi gaduh atau gedebak-gedebuk. "Pokoknya, kunci persoalan ada pada Lalang. Kalau dia tertangkap, saya kira kasus pembantaian ini akan menjadi jelas," ujar Hasanuddin kepada TEMPO. Kecurigaan terhadapnya bukan tanpa alasan. Lalang pernah kesal kepada Nursiah. Sebab, uangnya, Rp 100 ribu, yang diberikannya kepada Nursiah untuk dlslmpan ternyata sebagian dibelikan istrinya perhiasan. Sisanya diberikan Nursiah kepada Baso, anaknya dari suami pertama, yang kini tinggal di Gowa. Meski sudah 16 tahun kawin dengan Nur dan dikaruniai empat anak, Lalang agaknya masih khawatir. Sebab, menurut sumber TEMPO, Nur digaet Lalang saat suaminya pergi merantau. Sampai sekarang pun, kabarnya, Nur belum cerai resmi dengan suami pertamanya. Tambahan lagi, belum lama ini, Norma, 13, anak kedua hasil perkawinan Lalang dengan Nur, diam-diam diajak ke Jakarta oleh tetangga mereka. Meski Nur merahasiakan hal itu, suaminya yang kemudian tahu menjadi berang sekali karena merasa tidak dihargai. Selama dua hari terakhir, kata Puji, "Ayah selalu berdiam diri dan mengasah parang terus-menerus." Parang itulah yang ditemukan tergolek di dekat mayat Daeng Ceba. Sampai pekan ini masih diteliti, mana korban yang dihabisi dengan parang dan mana yang disembelih dengan badik. Pembunuhan dalam keluarga, yang korbannya lebih dari satu orang, di Ujungpandang bukanlah hal baru. Desember 1983 lalu, gadis Lenteng, 21, dan ayahnya Haya, 55, tewas dikerubuti saudara dan anaknya sendiri di Desa Tenrigangka. Sebelum terbunuh, sehabis magrib, keluarga itu terlihat menari bersama, seperti orang kesurupan. Ada dugaan, pembunuhan itu akibat ilmu hitam atau guna-guna, meski ada juga yang menduga karena soal siri. Bulan sebelumnya, November 1983, pembantaian terjadi di rumah Haji Badaruddin-seorang koordinator pengecer daging yang tlnggal di Kelurahan Antang. Istrinya, Hajjah Suhada, dan dua anaknya (Sahrudin, 12, dan Rosmiaty, 17), serta seorang keponakan bernama Ismail, 13, tewas terluka benda tajam. Uang Rp 11,5 juta dan perhiasan sebanyak 100 gram emas, ketika itu, ikut lenyap. Setelah diusut, pelaku pembunuhan terhadap empat nyawa sekaligus itu tak lain menantu Badaruddin sendiri. Surasono Laporan Syahrir Makkurade, Ujungpandang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini