Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bolpoin Palsu dari Yiwu

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyita sebuah kontainer berisi bolpoin palsu dari Cina di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Jaringan pemalsu juga mengedarkan barang lancung lain, seperti silet dan lem cair.

18 Januari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Barang bukti pulpen tiruan merek Standar AE7 Alfa Tip 0.5 saat konferensi pers ‘penindakan barang impor tiruan’ di Terminal Petikemas Surabaya, Jawa Timur, 9 Januari 2020./TEMPO/ Nurhadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bolpoin palsu diduga berasal dari pabrik di timur Cina.

  • Harga produksi bolpoin palsu asal Cina jauh lebih murah.

  • Kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah.

KECURIGAAN itu berawal dari selembar manifes. Petugas Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, hanya diberi tahu bahwa isi kontainer milik PT Putra Alka Mandiri yang datang dari Cina pada 6 Desember 2019 adalah bolpoin. “Petugas curiga karena bolpoin kan ada banyak merek dan varian,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Kamis, 9 Januari lalu.

Petugas Bea dan Cukai membongkar isi kontainer dan menemukan puluhan kardus berwarna kuning berisi bolpoin bertulisan “Standard AE7 Alfa Tip 0,5” Jumlahnya mencapai 850 ribu batang, yang nilainya ditaksir mencapai Rp 1 miliar. Sepintas tak ada yang aneh dari rupa dan bentuknya. Tapi batang bolpoin terasa lebih kasar saat diraba.

Menduga bolpoin itu palsu, petugas kemudian membuka basis data perekaman kepabeanan terhadap barang-barang yang memiliki hak kekayaan intelektual. Bolpoin Standard AE7 Alfa Tip 0,5 sudah terdaftar di database. Bea dan Cukai Tanjung Perak kemudian memberi tahu PT Standardpen Industries, yang berkantor di Petojo Selatan, Jakarta Pusat. “Setelah tim turun, kami memastikan bolpoin-bolpoin itu adalah tiruan dari pabrik kami,” kata Direktur Utama PT Standardpen Industries Megusdyan Susanto kepada Tempo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Barang bukti berupa tumpukan dus berisi pulpen bermerek palsu saat konferensi pers ‘penindakan barang impor tiruan’ di Terminal Petikemas Surabaya, Jawa Timur, 9 Januari 2020./ANTARA/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Bea dan Cukai tak bisa berlama-lama membancang kontainer tersebut. Agar kontainer tak lepas, PT Standardpen mengajukan permohonan penahanan ke Pengadilan Niaga Surabaya pada 19 Desember 2019. PT Putra Alka Mandiri menjadi terlapor dalam gugatan itu.

Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan PT Standardpen pada 9 Januari lalu. Putusan yang dibacakan hakim Sifa’urosidin memerintahkan Bea dan Cukai membeslah semua bolpoin tersebut saat proses penyelidikan berlanjut. “Disimpulkan terjadi pelanggaran hak kekayaan intelektual yang dilakukan PT Putra Alka Mandiri," ucap Sifa’urosidin.

Heru Pambudi mengatakan impor palsu bolpoin ini terungkap lewat kerja sama berbagai instansi. Selain mengajak Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Bea dan Cukai menggandeng pengadilan dan kepolisian. “Kolaborasi ini baru pertama terjadi. Ini untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia serius memerangi pelanggaran hak kekayaan intelektual,” ujarnya.

Kini mereka masih mengejar otak pemalsuan. Heru menyebutkan PT Putra Alka Mandiri dikenal sebagai importir alat tulis dan perlengkapan perkantoran. Dari berbagai penelusuran, perusahaan itu beralamat di salah satu rumah toko di Jalan Raya Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Saat Tempo mengunjungi pada Jumat siang, 17 Januari lalu, ruangan kantor itu terkunci. Ruko tersebut berisi delapan perusahaan lain. PT Putra Alka Mandiri berkantor di lantai satu. Mereka menggunakan sebuah ruangan berukuran 3 x 3 meter. Ruangan itu berdinding tripleks dan pintu kaca. Dari balik pintu, ruangan tampak kosong. “Biasanya ada pegawai, tapi tak pasti kedatangannya,” tutur dua pegawai kantor lain di ruko tersebut.


Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi (tengah) menunjukkan barang bukti bolpoin tiruan merek Standar AE7 Alfa Tip 0.5 yang diimpor dari Cina di terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, 9 Januari 2020. Antara Foto/Zabur Karuru

 

Seorang penegak hukum yang mengetahui kasus impor bolpoin palsu ini mengatakan PT Putra Alka Mandiri diduga tak berperan langsung dalam pemalsuan. Ada importir yang menggunakan bendera perusahaan tersebut untuk memesan bolpoin. Importir itu diduga berinisial AO, seorang pengusaha di Surabaya. Bea dan Cukai bersama kepolisian masih mengumpulkan bukti keterlibatan AO.

Menurut Megusdyan Susanto, jaringan pengimpor bolpoin palsu tersebar hingga ke pelosok daerah. Ia menyebutkan tim investigasi perusahaannya sudah bertahun-tahun meneliti jaringan pemalsu bolpoin. Jaringan tersebut terdiri atas tiga lapis, yaitu pengimpor, pendistribusi ke toko grosir, dan pengecer ke toko-toko kecil. “Target pasar mereka daerah pinggiran,” kata Megusdyan.

Kebutuhan bolpoin di Tanah Air cukup tinggi. Megusdyan mengatakan penjualan bolpoin dari berbagai merek mencapai 60-70 juta batang setiap bulan. Sekitar 10 persen di antaranya produk palsu. Permintaan terhadap bolpoin yang tinggi di pasar diduga menjadi motif pelaku memalsukan bolpoin yang sudah populer di masyarakat.

Bolpoin Standard AE7 Alfa Tip 0,5 adalah produk asli Indonesia. Pabriknya berada di kawasan Jatake, Tangerang, Banten, dengan jumlah karyawan mencapai seribu orang. Megusdyan menyebutkan ayahnya mendirikan PT Standardpen pada 1962. “Jika terus dibiarkan, pemalsuan ini akan mematikan produk-produk lokal,” ujarnya.


Para importir memesan langsung bolpoin palsu ke beberapa pabrik di Cina. Pabrik-pabrik itu diperkirakan berada di kawasan Yiwu, salah satu kota di kawasan timur Cina. Menggunakan kapal, kontainer berisi bolpoin itu kemudian menyebar ke berbagai pelabuhan di Indonesia.

Mereka menggunakan Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Batam, dan Belawan di Medan. “Ada tiga jaringan yang diduga selalu memesan bolpoin Standard palsu dari Tiongkok,” ucap Megusdyan. Polisi tengah menelusuri ketiga jaringan tersebut.

Keuntungan bisnis lancung ini cukup menggiurkan. Harga bolpoin palsu dari Cina jauh lebih murah. Pabrik menjual bolpoin palsu Rp 250-350 per batang. Adapun ongkos produksi bolpoin Standard yang asli mencapai Rp 1.200 per batang. Saat bolpoin palsu dijual di toko, harga jualnya hanya berselisih ratusan rupiah dengan bolpoin asli.

Project Manager PT Standardpen Indonesia Marsudi mengatakan pemalsuan tersebut diduga dilakukan sejak 2005. Mereka menghitung kerugian perusahaan akibat pemalsuan ini ditaksir mencapai Rp 1 triliun hingga 2019. “Kerugian negara juga bisa mencapai puluhan miliar rupiah karena bolpoin palsu itu tak membayar pajak resmi,” katanya.

Menurut Marsudi, selain meniru bolpoin merek Standard, jaringan pemalsu mengedarkan barang lancung lain, seperti silet dan lem cair. "Selama ini kami hanya bisa mencium atau mengestimasi keberadaan mereka," tuturnya.

Mustafa Silalahi, Nur Hadi (Surabaya)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus