Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua puluh polisi merangsek masuk ke kantor PT Garindo Sejahtera Abadi, Surabaya, Selasa pekan lalu. Selama tiga setengah jam, tim satuan tugas khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya menggeledah kantor importir garam di Jalan Perak Barat Nomor 281 itu.
Dari pantauan Tempo, tim satgas menyebar ke lantai dua dan tiga kantor PT Garindo. "Komputer ini sudah sejak kapan digunakan? Datanya di sini semua?" seorang anggota tim satgas bertanya kepada seorang karyawan. Tak lama kemudian, polisi mengangkut central processÂing unit (CPU) komputer dari kantor itu.
Tim satuan tugas yang dipimpin Ajun Komisaris Besar Hengki Hariadi itu juga menyita beberapa dokumen keuangan perusahaan. Polisi pun memboyong Victor, seorang anggota staf keuangan perusahaan, untuk dimintai keterangan. "Penggeledahan untuk mengumpulkan bukti dugaan suap dan gratifikasi," kata Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Khrisna Murti, Rabu pekan lalu.
Polisi menduga PT Garindo menyuap sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan sebesar Sin$ 25 ribu. Menurut seorang penyidik, Direktur PT Gariando Lucia Eryatie Kuwandi menitipkan uang suap kepada mantan Kepala Seksi Dokumen Ekspor dan Impor Carel Gusram. "Uangnya dalam pecahan Sin$ 1.000," kata sang penyidik.
Suap untuk pengurusan impor garam ini terbongkar ketika tim satuan tugas menggeledah lantai sembilan gedung Kementerian Perdagangan pada Selasa, 28 Juli 2015. Penyidik menemukan uang tunai US$ 42 ribu dan Sin$ 4.000 di meja Kepala Seksi Barang dan Aneka Industri Ronal Genri Silalahi.
Kepada polisi, Ronal menyebutkan semua uang itu milik bosnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan. "Uang Sin$ 4.000 itu merupakan jatah Partogi dari Sin$ 25 ribu yang diberikan Lucia," kata Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Polda Metro Ajun Komisaris Besar Adjie Indra Dwiatma.
Penyidik Polda Metro menetapkan Partogi sebagai tersangka kasus suap sejak Kamis, 30 Juli 2015. Polisi juga menuduhnya melakukan pencucian uang hasil suap. Adapun Lucia menjadi tersangka penyuapan dan ditahan sejak Sabtu dua pekan lalu.
Kuasa hukum Partogi, Yudha Ramon, mengatakan kliennya memang mengakui uang itu miliknya. Namun Partogi menyangkal tudingan bahwa uang itu berasal dari suap. "Pak Partogi beberapa kali dinas ke luar negeri dan menyimpan mata uang asing," kata Yudha. Adapun mengenai tuduhan polisi soal suap dari Lucia, Yudha enggan berkomentar. "Tanyakan saja kepada penyidik," ujarnya.
Kasus suap impor garam merupakan penemuan baru polisi ketika menyeliÂdiki kasus suap dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Dwelling time adalah waktu tunggu sejak barang impor diturunkan dari kapal hingga ke luar pelabuhan. Dalam kasus suap dwelling time, polisi menetapkan tiga tersangka, yakni pegawai lepas harian di Direktorat Perdagangan Luar Negeri, Musafah; bekas Kepala Sub Direktorat Barang Impor Bukan Modal Imam Aryanta; dan pengusaha importir PT Rekondisi Abadi Jaya, Hendra Sudjana alias Mingkeng.
Rapat selama hampir enam jam itu memicu kegusaran Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Pertemuan di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 6 Maret 2015 tersebut dihadiri Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan dan sejumlah importir garam. "Rapat itu hanya menghasilkan kekecewaan," kata Susi pekan lalu. Di mata Susi, para importir tak menunjukkan iktikad baik untuk mendukung program swasembada dan mengurangi impor garam.
Dalam rapat itu, Menteri Susi mengusulkan penertiban impor garam melalui satu pintu, yaitu PT Garam (Persero) dan asosiasi petani garam. Namun usul itu ditolak mentah-mentah oleh Partogi dan para importir. Alasan mereka, penertiban impor bakal berdampak pada "ekonomi biaya tinggi". Begitu mendengar kabar Partogi dan salah seorang importir garam ditahan polisi, kecurigaan Susi menguat. "Perlu audit impor garam," kata Susi.
Setelah pertemuan di Kementerian Kelautan itu, Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor garam dengan kuota 1,5 juta ton per 30 Juni 2015. Kuota impor itu dibagi untuk kepentingan garam industri, farmasi, dan aneka pangan.
Kementerian Perdagangan memberikan kuota terbesar kepada importir garam untuk kepentingan industri CAP (chlor-alkali plant), sebanyak 1,1 juta ton. Selebihnya, kuota garam industri farmasi 2.564 ton. Adapun kuota untuk aneka pangan 356 ribu ton.
Ada tujuh perusahaan yang mendapatkan kuota impor garam aneka pangan. Salah satunya PT Garindo Sejahtera Abadi. Perusahaan ini mendapat jatah impor garam paling banyak dibanding tujuh perusahaan lain. Pada Juli 2015, PT Garindo mendapat kuota 116 ribu ton. Tahun sebelumnya PT Garindo hanya memperoleh kuota 82 ribu ton.
Sementara kuota untuk PT Garindo naik, kuota untuk enam importir lain malah turun (lihat infografis). "PT Garindo diduga menyuap karena takut kuota impornya dipangkas," kata Komisaris Besar Khrisna Murti, yang juga Koordinator Tim Satuan Tugas Penyalahgunaan Proses Impor.
Menurut sejumlah importir garam, Lucia sudah lama kenal dekat dengan para pejabat di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Karena itu, beberapa importir kerap meminta bantuan dia untuk mengurus izin di kedua kementerian. Kebetulan pula Lucia, yang sehari-hari tinggal di Surabaya, punya rumah di Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Selain Lucia, pemilik PT Garindo, C. Johan, sudah ditetapkan sebagai tersangka. Polisi pun tengah menelisik dugaan permainan kuota impor garam oleh perusahaan lain. "Ada perusahaan yang mendapatkan keistimewaan kuota, itu sedang kami selidiki," kata Khrisna.
Untuk mengklarifikasi tuduhan polisi atas Lucia dan PT Garindo, dalam dua pekan terakhir Tempo tiga kali menyambangi kantor PT Garindo di Surabaya. Namun permintaan wawancara Tempo selalu ditolak manajemen perusahaan, seperti disampaikan petugas keamanan kantor.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Muhammad Syarkawi Rauf menduga ada sejumlah importir yang melakukan praktek kartel dan memainkan harga. Indikasinya, harga garam di tingkat petani amat rendah, yakni Rp 350-400 per kilogram. "Murahnya harga garam diduga akibat rembesan garam industri ke pasar konsumsi," katanya.
Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Tony Tanduk membantah adanya rembesan garam industri ke garam konsumsi. Menurut dia, impor garam terus meningkat dari tahun ke tahun karena pasokan dan kualitas garam dalam negeri masih rendah. Industri pangan, menurut Tony, memerlukan garam berkualitas bagus dengan kadar natrium klorida (NaCl) 97 persen serta kadar magnesium dan kalsium di bawah 600 ppm. "Itu hanya bisa dipenuhi oleh 25 persen dari garam lokal," kata Tony, yang juga bekas Direktur Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian.
Perihal dugaan suap oleh Lucia, Tony menolak berkomentar panjang. Ia hanya menjelaskan bahwa PT Garindo merupakan salah satu dari tujuh perusahaan aneka pangan yang menjadi anggota asosiasi. PT Garindo mengimpor garam sejak enam tahun lalu, antara lain dari Australia. "Saya kaget mendengar kabar anggota kami terlibat penyuapan," kata Tony, yang juga mengaku mengenal Lucia.
Yuliawati, Devy Ernis, Mustafa Silalahi, Artika Rachmi Farmita (surabaya), Avit Hidayat (surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo