Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH sepuluh tahun menjabat, Hilmi Aminuddin akhirnya melepaskan jabatan Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera. Posisi tertinggi di partai berasaskan Islam ini berpindah ke Salim Segaf Al-Jufri dalam musyawarah Majelis Syura PKS di Hotel Mason Pine, Bandung, Senin pekan lalu.
Menurut Hilmi, peristiwa itu menandai berakhirnya hari panjang penantiannya. "Saya generasi tua. Regenerasi kepemimpinan ini sudah lama saya tunggu," kata Hilmi, yang kini berusia 69 tahun.
Memang suara untuk Hilmi jauh di belakang yang dikoleksi Salim-dan Hidayat Nur Wahid, yang pernah menjadi Presiden PKS. Dalam pemilihan suara khusus untuk anggota Majelis Syura, Salim mendapat 54, Hidayat 50, dan Hilmi 41. Pemilihan itu diikuti 67 dari 69 anggota. Mereka memilih tiga nama calon ketua umum Majelis Syura, dari 29 orang yang memenuhi syarat.
Salim, Hidayat, dan Hilmi menggunakan mekanisme musyawarah dan mufakat untuk memilih Ketua Majelis Syura. Hasilnya, ketua umum dijabat Salim, sedangkan Hidayat menjadi wakil ketuanya. "Seperti melaju di jalan tol, musyawarah berlangsung cepat, dan tidak melanggar aturan," ujar Salim.
Setelah memilih pengurus tertinggi partai, Majelis Syura PKS memilih pengurus eksekutif partai. Melalui mekanisme musyawarah dan mufakat, terpilih Muhammad Sohibul Iman, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PKS, yang pernah menjadi Wakil Ketua DPR. Anggota Majelis Syura, Tifatul Sembiring, membeberkan suasana rapat yang agak tegang ketika hendak memutuskan orang yang menjadi Presiden PKS.
Dalam kicauan di Twitter, Tifatul mengatakan, sebagai Ketua Majelis Syura, Salim punya hak istimewa menetapkan orang di posisi presiden partai. Namun dukungan kepada Anis Matta juga besar. Untuk meredakan ketegangan ini, Hidayat Nur Wahid mengusulkan Anis menduduki posisi di Badan Kerja Sama Internasional. "Sempat tegang, tapi tak sampai gebrak meja," ujar Tifatul.
Kekalahan Hilmi dan tersingkirnya Anis dari posisi paling penting PKS bukan hasil kerja yang pendek. Seorang kader PKS yang dekat dengan Majelis Syura mengatakan Salim kerap melontarkan kritik pedas terhadap gaya kepemimpinan Hilmi dan Anis. Menteri Sosial di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menyampaikan kritik itu ketika bertemu dengan kader PKS dalam forum terbatas di daerah-daerah, yang disebut taujih atau nasihat berisi pesan kebajikan.
Taujih bernada keras tercatat ketika Salim berjumpa dengan kader di lereng Merbabu, Kabupaten Semarang, September tahun lalu. Ringkasan kalimat pesan Salim ini belakangan beredar melalui pesan berantai di kalangan kader PKS. "Nasihat Ustad Salim itu keras dan menjadi amunisi untuk menggembosi dukungan terhadap Anis di daerah-daerah," kata kader tadi.
Salim mengkritik kecenderungan di dalam PKS yang menjadikan politik sebagai panglima, sehingga melupakan dakwah dan kaderisasi. Dia juga mengecam berubahnya gaya hidup politikus PKS setelah memegang jabatan. Tak hanya itu, Salim mengkritik perolehan suara PKS yang mandek, bahkan berkurang kursinya.
Tudingan Salim bukan tanpa dasar. Dalam deraan kasus korupsi impor daging sapi yang menimpa PKS setelah Luthfi Hasan Ishaaq-ketika itu Presiden PKS-ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2013, kursi partai dakwah ini turun signifikan di DPR. Jumlah pemilih PKS memang sedikit bertambah dari 8,2 juta pada Pemilihan Umum 2009 menjadi 8,4 juta suara. Tapi kursi PKS anjlok dari 59 pada Pemilu 2009 menjadi 40 pada Pemilu 2014.
Tersingkir dari pucuk pemimpin partai, Anis menyatakan menerimanya dengan lapang dada. "Baik dalam posisi di bawah maupun di atas, kami punya niat yang sama untuk membesarkan partai," ujarnya.
Sunudyantoro, Akbar Tri Kurniawan (jakarta), Iqbal T. Lazuardi S. (bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo