Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Awal Mula Kasus Perdagangan Orang Berkedok Magang Mahasiswa Indonesia di Jerman Terungkap

Bareskrim menetapkan 5 tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang Indonesia di Jerman berkedok magang mahasiswa Ferienjob.

21 Maret 2024 | 22.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro saat memberikan keterangan di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Selasa, 27 Februari 2024. ANTARA/Rio Feisal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Mabes Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan 33 perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini dibeberkan oleh Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Setelah dilakukan pendalaman, hasil dari KBRI mengungkap bahwa program ini dijalankan oleh 33 Universitas di Indonesia,” ucap Djuhandhani melalui keterangan resmi yang dibagikannya pada Rabu, 20 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Djuhandhani menjelaskan, tindak pidana tersebut dilakukan dengan modus pengiriman program magang mahasiswa ke negara Jerman melalui program Ferienjob atau kerja paruh waktu saat libur semester. Diketahui, sebanyak 1.047 mahasiswa diberangkatkan untuk program ini dan dibagi dalam 3 agen tenaga kerja di Jerman. 

Lantas, bagaimana kronologi terkuaknya kasus dugaan perdagangan orang di kampus tersebut? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.

Kronologi Terungkapnya Dugaan Perdagangan Orang

Berdasarkan penuturan Djuhandhani, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman. Disebutkan, ada empat mahasiswa yang mendatangi KBRI karena program magang tersebut.

“Para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi,” kata Djuhandhani, Rabu, seperti dilansir dari Antara.

Menurut keterangan keempat mahasiswa yang mengikuti program ferienjob, kronologi kasus ini bermula ketika mahasiswa mendapat sosialisasi program magang ke Jerman dari CV GEN dan PT SHB.

Pada saat pendaftaran, mahasiswa dibebankan membayar uang pendaftaran sebesar Rp 150 ribu ke rekening atas nama CV GEN dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekitar Rp 250 ribu lebih) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

Setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa yang menjadi korban diminta membayar sebesar 200 Euro (sekitar Rp 3,5 juta) kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan.

“Ini nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa,” ujar Direktur Tipidum Bareskrim Polri.

Selain itu, para mahasiswa dibebankan dana talangan sebesar Rp 30 juta - Rp 50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulan.

Selanjutnya mahasiswa diminta teken kontrak kerja soal biaya penginapan dan transportasi...

 

Setelah tiba di Jerman para mahasiswa juga langsung disodorkan surat kontrak oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

“Surat dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa,” kata dia.

Karena para mahasiswa sudah berada di Jerman, mau tidak mau mereka menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut. Dalam kontrak kerja itu, tertuang biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman dibebankan kepada para mahasiswa yang nantinya akan dipotong dari gaji yang didapatkan.

Mahasiswa yang menjadi korban ferienjob tersebut bekerja dalam kurun waktu tiga bulan mulai Oktober-Desember 2023.

Polri juga menyelidiki bahwa program magang ferienjob tersebut masuk dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjanjikan dapat dikonversikan ke 20 satuan kredit semester (SKS). Hal ini tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh PT SHB, yang menjalin kerja sama dengan universitas.

Namun Kemendikbud membantah ferienjob itu bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). “Kemendikbud menyampaikan bahwa program ferienjob bukan merupakan bagian program MBKM dari Kemendikbud,” ucap Djuhandhani.

Dari penyelidikan pihak berwajib, Dittipidum Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka, yang seluruhnya warga negara Indonesia (WNI). “Dua orang berada di Jerman,” tutur Djuhandhani.

Mabes Polri juga telah bekerja sama dengan divisi hubungan internasional dan KBRI Jerman untuk penanganan dua tersangka yang berada di Jerman. 

Kelima tersangka ini terdiri dari SS (laki-laki) 65 tahun, AJ (perempuan) 52 tahun, MZ (laki-laki) 60 tahun. Sedangkan kedua tersangka yang masih berada di Jerman yaitu ER alias EW (perempuan) 39 tahun, A alias AE (perempuan) 37 tahun. 

Atas perbuatannya, kelima tersangka dikenakan pasal 81 Undang-Undang no 17 tahun 2017  tentang perlindungan pekerja migran Indonesia dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 15 miliar. 

Ada juga pasal pidana tambahan yakni pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pencabutan status badan hukum, pemecatan pengurus, dan pelarangan yang ditujukan kepada pengurus PT.SHB untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.

Di sisi lain, Kemendikbudristek menjelaskan program Ferienjob bukan merupakan bagian dari program MBKM. Kemendikbudristek menolak program itu sebab kalender akademik di Indonesia tidak sama dengan Jerman. Adapun mekanisme program pemagangan dari luar negeri harus melalui usulan KBRI atau Kedubes terkait untuk diterbitkan surat endorsement bagi program tersebut. 

RADEN PUTRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus