Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Baret Merah di Punggung Grassberg

Polisi Papua menduga keterlibatan 11 anggota Kopassus dalam kasus penyerangan Timika. Akankah mereka dihadapkan ke meja hijau?

10 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORPS Baret Merah untuk kesekian kalinya kembali mencoreng wajah tentara. Kamis pekan lalu Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua, Brigjen Raziman Tarigan, melansir pengumuman: 11 dari 12 tersangka pelaku penyerangan terhadap sejumlah karyawan pertambangan PT Freeport Indonesia di Timika, Tembagapura, adalah anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Insiden berdarah ini terjadi 31 Agustus silam. Ketika itu, di sebuah kelokan di kilometer 62 jalan raya Timika, serentetan tembakan brutal menghujani kendaraan yang sedang berjalan beriringan. Bus Sekolah Internasional Tembagapura yang mengangkut rombongan guru jadi sasaran empuk pertama. Tiga orang tewas seketika: Ted Burcon dan Rickey Spear, warga Amerika Serikat, serta F.X. Bambang Riwanto. Sembilan bule lain luka-luka. Dua truk di belakangnya tak luput. Beruntung, kali ini badai peluru hanya melukai tiga orang lokal. Polisi tak sembarang menuduh. Kata Jenderal Raziman, mereka punya bukti dan saksi yang menunjukkan keterlibatan para anggota kesatuan elite itu. Keterangan kunci antara lain diungkapkan salah seorang tersangka sendiri. Dialah Decky Murib, informan yang bekerja di unit lokal Korps Baret Merah. Seminggu setelah penyerangan, Decky datang melapor ke polisi karena menyesal ikut terlibat dalam peristiwa berdarah itu. Ia lalu menunjuk nama empat anggota Kopassus: Kapten Markus, Letnan Satu Wayan, Sersan Putu, dan Sersan Juffri. "Mereka anggota operasi intelijen," kata Raziman. Karena mereka tentara, polisi tak berwenang menyidik lebih jauh. Temuan hanya bisa disampaikan ke Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto untuk selanjutnya diambil oper oleh polisi militer. Selasa pekan lalu, sebuah tim gabungan dari Cilangkap, Markas Besar TNI, telah datang ke Jayapura. Mereka terdiri dari delapan perwira tinggi dan menengah, dipimpin Kolonel Bambang Suyono dan wakilnya, Kolonel Chairawan, perwira Kopassus yang pernah terlibat kasus penculikan aktivis. Pada pertemuan tertutup itu, menurut juru bicara Kepolisian Daerah Papua, Ajun Komisaris Besar Daud Sihombing, tim penyelidik militer menguji kesimpulan polisi. Salah satunya menyangkut mayat misterius yang ditemukan di semak-semak tak jauh dari tempat kejadian. Kuat diduga, tubuh tanpa nyawa itu milik Elly Murib atau Eliken Kwalik, warga Kampung Banti, Timika, yang diidentifikasi penduduk setempat sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Semula dia diduga merupakan salah satu penyerang. Namun, setelah diselidiki, polisi menyimpulkan Elly bukanlah pelaku. Soalnya, polisi melihat banyak keanehan. Di tempat ia ditemukan, misalnya, tak terdapat darah sebercak pun. Sewaktu diautopsi, buah zakarnya telah membengkak. Visum dokter menyimpulkan Elly sudah tak bernapas sebelum penembakan. Saat ditemukan, enam jam setelah peristiwa, jasadnya sudah dimakan ulat. Padahal lokasi kejadian bercuaca dingin, yang tak akan membuat mayat membusuk secepat itu. Penyelidikan polisi searah dengan hasil investigasi Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia Papua. Menurut koordinatornya, Alberth Rumbekwan, kecil kemungkinan anggota OPM berada di tempat itu. Lokasi itu ketat diisolasi. Hanya aparat keamanan, pegawai Freeport, dan warga sekitar yang mengantongi izin yang bisa lewat. "Bahkan warga yang memiliki tanah ulayat di punggung Gunung Grassberg pun tak bisa melintas tanpa izin," kata Alberth. Belum lagi, untuk bisa sampai ke situ, orang harus melewati dulu markas Kostrad. Jadi, para pelakunya segera dihukum? Tunggu dulu. Pagi-pagi Komandan Jenderal Kopassus, Mayjen Sriyanto, sudah menyanggah. "Saya sangat-sangat percaya anggota saya tak terlibat." Sriyanto mengajukan alibi menyangkut dua anak buahnya yang kena tuding. Menurut dia, Letnan Wawan tak bertugas di Papua saat peristiwa terjadi. Ia tercatat di periode sebelumnya di bawah Letkol Hartomo, Komandan Satuan Tugas Tribuana yang kini jadi tersangka pembunuhan Theys Eluay. Begitu pula Kapten Markus. Setelah dicek, sudah sejak setahun lalu ia mengikuti kursus perwira di Pusat Persenjataan dan Infanteri. Karena itulah, kata Sriyanto yang juga baru ditetapkan sebagai tersangka kasus Tanjung Priok, "Kalau dijadikan bukti, itu ngawur." Ahmad Taufik, Bernarda Rurit, Cunding Levi (Papua)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus