Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jerat dari Bafana

Yang ditimbang hakim di sidang praperadilan Ba'asyir ternyata bukan kesaksian Al-Faruq, melainkan pernyataan seorang tahanan Singapura.

10 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAKBIR Allahu Akbar bergemuruh, menggetarkan Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Senin pekan lalu ratusan pendukung Abu Bakar Ba'asyir berteriak tak puas sesaat setelah hakim tunggal Tjaroko Imam Widodo mengetukkan palu, menolak gugatan praperadilan Ba'asyir, dan menyatakan penangkapannya oleh polisi adalah sah adanya. Koordinator Tim Pembela Ba'asyir, Adnan Buyung Nasution, sontak berdiri. "Kami kecewa dengan putusan itu. Berarti pengadilan tidak menjalankan fungsi kontrolnya sehingga memberi kesempatan terus kepada penyidik untuk bertindak sewenang-wenang. Kami mengajukan kasasi," kata Buyung, lantang. Senin ini memori kasasi akan dilayangkan ke Mahkamah Agung. Kesewenang-wenangan polisi, kata Luthfie Hakim, pengacara Ba'asyir yang lain, sangatlah jelas. Menurut dia, kliennya ditangkap sejak 18 Oktober lalu tanpa bukti permulaan yang cukup. Oleh polisi, ustad pendiri Pondok Pesantren Ngruki ini dituduh berlapis telah melakukan empat tindak pidana sekaligus: melakukan makar dengan berencana membunuh Presiden Megawati, mendalangi peledakan bom Natal 2000 dan Masjid Istiqlal, serta melanggar peraturan keimigrasian ketika ia keluar-masuk Malaysia dulu. Dan yang diajukan di persidangan, masih kata Luthfie, ternyata cuma sebiji laporan polisi tentang kasus bom Natal di Batam. Laporan polisi tentang tiga tuduhan lain tak selembar pun diikutkan. Sudah begitu, laporan bom Batam itu tak sedikit pun merujuk ke Ba'asyir. "Penuh tip-ex lagi," katanya. Yang paling jadi masalah buat Luthfie, bukti awal yang diajukan polisi tak memenuhi asas persesuaian. Misalnya, Ba'asyir disangka terlibat bom Natal yang utamanya terjadi di Bandung dan Jakarta, tapi laporan yang disodorkan justru kasus di Batam. Contoh lain, keterangan saksi tentang pelanggaran keimigrasian disodorkan, tapi laporan polisinya malah tak ada. Argumen Luthfie disanggah juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Besar Prasetyo. Menurut dia, mereka tak akan bertindak tanpa dasar. Di persidangan, polisi merujuk pada keputusan MA, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI tahun 1984 yang merumuskan "bukti permulaan yang cukup seyogianya minimal laporan polisi ditambah satu alat bukti lainnya". Menurut Prasetyo, bukti di sidang praperadilan baru sebagian. Banyak data lain yang telah dikantongi, yang meyakinkan petugas bahwa Ba'asyir memang melanggar hukum. "Kami belum bisa buka semua," ujarnya. Tak seperti yang ramai diberitakan selama ini, polisi ternyata tak hanya mengandalkan keterangan Al-Faruq, tahanan CIA di Afganistan. Menurut data yang diperoleh mingguan ini, aparat juga telah mengajukan sejumlah kesaksian lain yang tak kalah "seram" dan amat memberatkan Ba'asyir. Selain Faruq, yang dijadikan bukti di sidang praperadilan adalah keterangan dari Faiz bin Abu Bakar Bafana, warga Malaysia yang ditahan pemerintah Singapura. Yang gawat, kesaksian ini salah-salah bisa mengaitkan Ba'asyir dengan bom Bali. Soalnya, dalam pernyataannya kepada penyidik Negeri Singa, Bafana juga menyebut-nyebut nama Muchlas dan Imam Samudra dalam jaringan teror mereka. Tak lain, Muchlas dan Imam adalah dua nama yang juga ditunjuk Amrozi sebagai anggota komplotan pengebom Kuta. Tak cuma itu. "Amunisi" tambahan pun telah disiapkan di sidang pokok perkara nanti. Setidaknya, polisi kini telah memasukkan berita acara pemeriksaan empat tahanan Malaysia lain yang kesemuanya lagi-lagi menuju pada dugaan keterlibatan Ba'asyir. Benar-tidaknya berbagai keterangan itu tentu masih harus diuji. Ba'asyir sendiri, sebagaimana dikatakan Luthfie, telah keras menyanggahnya. "Itu kan cuma keterangan dari orang yang ditahan," kata Luthfie menirukan. Hakim Tjaroko menyatakan materi sejumlah kesaksian itu baru akan teliti diperiksa di persidangan pokok perkara. Tapi ia beranggapan, di tahap praperadilan, bukti-bukti polisi telah memenuhi prosedur formal. Keterangan saksi yang diajukan pun dinilai cukup kuat. Sebelum menjatuhkan vonis, selain laporan polisi, ia juga banyak menimbang sejumlah kesaksian lain, terutama pernyataan Bafana itu. Bagaimana dengan keterangan Al-Faruq? Hakim Tjaroko berkata, "Faruq malah tidak saya masukkan karena, seperti orang bilang, jawabannya cuma yes atau no. Itu tidak menjelaskan sesuatu." Karaniya Dharmasaputra, Suseno, Nezar Patria
Daftar Bukti
  • Laporan polisi tentang kasus peledakan bom Natal di Batam (25 Desember 2000).
  • BAP Umar Al-Faruq (Kabul, Afganistan, 14 Oktober 2002).
  • BAP Bambang Karsono (anggota Polri, 2 Oktober 2002).
  • BAP Natsir Djafar (anggota Polri, 2 Oktober 2002).
  • BAP Slamet Saptono (anggota Polri, 2 Oktober 2002).
  • BAP Slamet Santoso (Dirjen Imigrasi, saksi ahli, 3 Oktober 2002).
  • Berita Acara Interogasi oleh Badan Intelijen dan Keamanan Polri (25 Januari 2002).
  • Surat Pernyataan Faiz bin Abu Bakar Bafana (Pahang, Singapura, 4 September 2002, dilegalisasi oleh Kedutaan Besar RI di Singapura).
  • Dokumen keimigrasian yang disahkan Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur.

Cat: diajukan Polri dalam sidang praperadilan Ba'asyir

Ke Arah Ba'asyir
BAP Umar Al-Faruq

Faruq menjawab "ya", tanpa penjelasan apa pun, atas pertanyaan penyidik Polri:

  • Faruq memimpin program Rashid di Ambon untuk melatih muslim menjadi mujahidin, termasuk latihan senjata dan bahan peledak.
  • Ba'asyir setuju membeli bahan peledak untuk digunakan dalam program itu.
  • Ba'asyir menyetujui rencana Faruq menyerang Kedutaan Amerika di Jakarta.
  • Ba'asyir setuju menggunakan anggota Jamaah Islamiyah (JI) untuk membantu menyerang kepentingan Amerika Serikat di Asia Tenggara.

Surat Pernyataan Faiz bin Abu Bakar Bafana
Warga negara Malaysia, usia 40 tahun

  • Kenal Sungkar dan Ba'asyir sejak 1987.
  • Kenal Agus Dwikarna.
  • Rabitatul Mujahidin (RM), organisasi Islam militan yang menjalin kerja sama dengan JI, pernah mengeluarkan resolusi menyerang Filipina.
  • Pertemuan dengan Ba'asyir: membahas rencana penyerangan kepentingan AS di Singapura, dan rencana peledakan bom Natal 2000 sebagai aksi balas dendam atas serangan terhadap umat Islam di Ambon. Rencana ini disetujui dan direstui Ba'asyir.
  • Pertemuan dengan Ba'asyir, Rozy, Muchlas, Zulkarnaen: merencanakan pembunuhan Megawati dan penyerangan terhadap sejumlah pendeta Kristen.
  • September-Oktober 2000, bertemu Hambali di kereta api. Hambali bilang pengeboman rumah Duta Besar Filipina di Jakarta dilakukan oleh JI berdasarkan resolusi RM, dan melibatkan Fathur Rahman al-Ghozy. Peledakan bom Natal 2000 di Batam dan di Atrium Senen, Jakarta, dilakukan oleh Kudama alias Imam Samudra alias Abdul Azis. Peledakan di Atrium tak disengaja, karena sebenarnya direncanakan diledakkan di tempat lain.

Untuk persidangan Ba'asyir di tahap berikutnya, polisi juga mengajukan hasil pemeriksaan aparat Kepolisian RI terhadap empat tahanan pemerintah Malaysia, yaitu:

BAP Ahmad Sajuli bin Abdul Rahman alias Fadlul Rahman alias Uyong alias Mat (30 Oktober 2002)
WNI, punya izin tinggal tetap Malaysia, usia 40 tahun

  • Menjelaskan tentang Darul Islam dan Jemaat Mujahidin Malaysia (JMM)
  • Abdullah Sungkar dan Ba'asyir adalah pimpinan Majelis Syuro JMM
  • Menjelaskan hubungannya dengan Hambali dan Fathur Rahman al-Ghozy

BAP Mohamad Faiq bin Hafidh (30 Oktober 2002)
WNI, punya izin tinggal tetap Malaysia, usia 44 tahun

  • Pada tahun 1980 bertemu Abdullah Sungkar.
  • Berjihad ke Afganistan pada 1985.
  • Kembali ke Malaysia pada tahun 1987, bertemu lagi dengan Sungkar dan Ba'asyir.
  • Mengikuti pengajian Darul Islam pada tahun 1990-an.
  • Sungkar bersama Ba'asyir mendirikan JMM.
  • Tahun 1998 pergi ke Indonesia, bertemu sejumlah tokoh partai politik dan ditawari menjadi formatur salah satu partai Islam. Faiq belum memutuskan ya atau tidak.
  • Tahun 1999 diajak Ba'asyir menjadi pengurus JMM. Faiq tidak menjawab.
  • Juli 2000 pergi ke Pesantren Ngruki, Solo, bertemu Ba'asyir. Diajak Ba'asyir menjadi pengurus Majelis Mujahidin Indonesia. Faiq menolak.
  • Pernah mengunjungi Poso.
  • Ditangkap di Malaysia, 2 Januari 2002.

BAP Agung Biyadi alias Husain alias Husaini bin Ahmad Bunyamin (31 Oktober 2002)

  • Kerap mengikuti pengajian Ba'asyir selama di Malaysia, isinya tentang jihad.
  • JI dipimpin Abdullah Sungkar, lalu digantikan Ba'asyir.
  • Hambali adalah salah satu pemimpin teras JI Malaysia.
  • Ditangkap polisi Malaysia, 17 April 2002.

BAP Ferial Muchlis bin Abdul Halim (31 Oktober 2002)
Stateless, punya izin tinggal tetap Malaysia, usia 46 tahun

  • Menikah dengan anak tiri Sungkar.
  • Sering mengikuti ceramah Ba'asyir, isinya tentang jihad.
  • JI dipimpin Sungkar, Ba'asyir wakilnya

Sumber: disarikan dari dokumen pengadilan

K.D.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus