Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia Prijo Sidipratomo melaporkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam laporannya, Ia juga menyerahkan rekaman telepon yang diduga terjadi antara staf Terawan dengan salah satu pejabat di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Suaranya saya kenal betul, karena dia teman sekolah saya, sama-sama S3 hukum di RSPAD,” kata Prijo saat membuat laporan di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis, 23 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rekaman yang diserahkan Prijo itu berdurasi 2 menit 28 detik. Prijo mengatakan rekaman itu diambil pada pertengahan Februari 2020 secara tidak sengaja. Berikut adalah isi percakapan antara orang yang diduga staf Terawan dan pejabat UPN.
Staf Terawan: Itu aku telepon Bu Rektor kok ga diterima-terima e, piye iki
Pejabat UPN Veteran: Apa dokter WA (WhatsApp) dulu kali ke Bu Rektor, WA dulu dok
Staf: Udahlah mba aja, sudahlah, gimana caranya itu, saya minta suratnya itu aja
Pejabat: Coba nanti saya ngomong ke Bu Rektor ya
Staf: Udah berapa kali, udah berpuluh puluh kali ndak bisa, coba saya minta yang penting rektor, penilaian saya minta berdasarkan penilaian selama dua tahun ini, apa namanya masa depan UPN begini, begini, begini. Kan sudah kita diskusikan, dan itu menteri sudah minta, lah kita dasarnya kan surat itu gitu loh. Jangan sampai nanti saya sama --- ke Kemhan (Kementerian Pertahanan) minta pencabutan status dikti-nya. Kita arahkan ke Kemenhan, kita kembalikan lagi nanti, kan repot nanti kalau kita kembalikan lagi.
Saya kan udah janji, kalau ada surat situ, ada penarikan, saya akan upayakan nanti UPN itu tetap praktek di RSPAD, dan menjadi center of excellent, center untuk pendidikan spesialisasi, kan sudah bilang saya. Pak menteri sudah menyetujui, gitu loh. Ga usah ragu, ga usah takut, ga usah apa. Gitu ya, udah perintah, udah petunjuk beliau. Masa sudah berapa minggu ini, hampir satu bulan ga dilaksanakan gimana. Menteri tinggal ngomong sama Menhan (Menteri Pertahanan), selesai sudah UPN ya, tinggal ngomong aja, satu klik sudah selesai UPN.
Maksud saya, saya ingin membantu, jangan sampai. Karena kalau menteri udah denger UPN itu udah langsung mendidih darahnya, ini kan kita saling menjaga gitu loh, udah perintah menteri kaya gitu, udah satu bulan ga ditindaklanjuti kan salah namanya.
Pejabat: Nanti saya bicara dulu sama Bu Rektor, saya sampaikan dok ya
Staf: Ga usah didiskusikan lagi, sudah apa petunjuk beliau itu sudahlah, surat langsung meluncur aja, nanti kita yang ngurus, tinggal narik aja.
Menurut Prijo, sebelum ada telepon ini, Terawan telah berulang kali menekan pihak UPN Veteran Jakarta untuk mencopot dirinya. Upaya Terawan menarik dirinya dari posisi Dekan FK UPN Veteran berhubungan dengan sanksi yang pernah diberikan oleh MKEK kepada Terawan. Pada Februari 2018, MKEK IDI yang diketuai oleh Prijo menjatuhkan sanksi etik kepada Terawan karena metode penyembuhan stroke, yaitu ‘cuci otak’.
MKEK IDI menganggap Terawan melanggar 4 prinsip kode etik kedokteran Indonesia dalam metode tersebut, salah satunya menarik bayaran dari tindakan yang belum terbukti secara medis. MKEK IDI menjatuhkan sanksi berupa pencabutan keanggotaan IDI selama 12 bulan dan mencabut rekomendasi izin praktek Terawan. Sanksi itu tak pernah dilaksanakan hingga sekarang.
Prijo mengatakan setelah sanksi itu dijatuhkan, posisinya sebagai Dekan FK UPN Veteran Jakarta dipersulit. Dia menyebutkan, secara tiba-tiba Terawan membatalkan perjanjian kerja sama koasisten untuk mahasiswanya di RSPAD Gatot Subroto pada Maret 2018.
Tekanan kepada Prijo tak berhenti setelah Terawan dilantik menjadi Menteri Kesehatan pada 2019. Prijo mengatakan mendapatkan informasi dari pejabat UPN Veteran Jakarta, bahwa Terawan menginginkan dirinya dicopot dari posisi Dekan. "Ancamannya adalah kalau dekannya masih yang namanya Prijo, ini rumah sakit pendidikan tidak akan diproses," ujar dia. Prijo menjelaskan kerja sama antara universitas dengan rumah sakit pendidikan harus mendapatkan izin Menteri Kesehatan.
Menurut Prijo, permintaan yang disampaikan oleh pihak Terawan itu tak pernah digubris. Hingga akhirnya, Terawan mengirimkan surat ke UPN pada Mei 2020. Surat itu meminta UPN Veteran mengembalikan Prijo, selaku Pegawai Negeri Sipil Kemenkes. Prijo merupakan PNS yang dipekerjakan sebagai Dekan FK UPN Veteran. Surat pengangkatannya diteken oleh Nila Djuwita Anfasa Moeloek, menteri kesehatan sebelum Terawan.
Dalam suratnya, Terawan menyatakan menarik Prijo karena Kemenkes membutuhkan dokter pendidik klinis di bidang radiologi. Radiologi merupakan spesialisasi Prijo. Terawan menyebut Prijo akan dipindahtugaskan di Unit Pelaksana Teknis Kemenkes. “Kiranya pengembalian tersebut dapat kami terima dalam waktu yang tidak teralalu lama,” seperti dikutip dari dokumen surat.
Atas surat tersebut, Rektor UPN Veteran Erna Hernawati telah mengirimkan surat ke Kemenkes. Isi surat meminta agar penarikan Prijo ditunda sampai masa tugasnya selesai sebagai Dekan yang baru berakhir pada Januari 2022. Akan tetapi Kemenkes menolak permintaan itu. Kemenkes malah mengirim lagi surat berisi perintah agar Prijo dihadapkan ke Sekretaris Jenderal Kemenkes dan Kepala Biro Kepegawaian. Surat itu belum dibalas oleh UPN Veteran.
Tempo telah meminta konfirmasi kepada staf Terawan tersebut namun belum dibalas. Konfirmasi pertama, pesan yang dikirim centang biru namun tak dibalas. Pada kesempatan kedua, hanya centang dua hitam.
Adapun Terawan, Sekjen Kemenkes Oscar Primadi dan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Widyawati juga belum merespon pesan dari Tempo mengenai pelaporan yang dilakukan oleh Prijo. Belakangan, pada hari yang sama saat Prijo membuat laporan ke Komnas HAM, Kemenkes mengirimkan surat penarikan kepada Prijo.