Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua mantan hakim Pengadilan Negeri Surabaya terdakwa kasus suap dan gratifikasi Ronald Tannur mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator. Dua hakim itu ialah Erintuah Damanik dan Mangapul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Niat keduanya itu disampaikan langsung kepada majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025. "Kami, atas kesepakatan dengan klien kami, mengajukan permohonan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator," kata penasihat hukum Erintuah Damanik dan Mangapul, Philipus Sitepu, kepada majelis hakim.
Mengenal Justice Collaborator dan Syaratnya
Dilansir dari laman Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Seorang justice collaborator adalah individu yang terlibat dalam tindak kejahatan tetapi memilih untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum dengan memberikan kesaksian dan bantuan dalam proses penyelidikan. Sebagai bentuk penghargaan atas kerja samanya, ia dapat memperoleh keuntungan hukum seperti pembebasan bersyarat, hukuman percobaan dengan ketentuan khusus, remisi, serta program asimilasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang mengakui perbuatannya, namun bukan aktor utama dalam kejahatan tersebut. Mereka bersedia memberikan kesaksian di persidangan untuk membantu mengungkap kasus yang lebih besar.
Dalam sistem hukum nasional, status justice collaborator telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, serta Ketua LPSK. Regulasi ini mengatur perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor, dan saksi pelaku yang bekerja sama dengan pihak berwenang.
Namun, jika seorang justice collaborator terbukti memberikan keterangan palsu, maka hak-hak istimewa yang diperolehnya dapat dicabut, dan ia dapat dikenakan tuntutan atas kesaksiannya yang tidak benar.
Prosedur Justice Collaborator
Tidak semua saksi pelaku kejahatan bisa mengajukan diri sebagai justice collaborator. Hanya saksi pelaku dalam tindak pidana serius dan atau terorganisir yang bisa melakukan ini. Namun, pengajuan diri saksi pelaku kejahatan akan ditentukan oleh hakim. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011 poin 9 menjadi pedoman hakim dalam menentukan status justice collaborator.
1. Yang bersangkutan merupakan pelaku tindak pidana tertentu, sebagaimana yang dimaksud SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara di dalam proses peradilan;
2. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkapkan pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan asset-aset/hasil suatu tindak pidana
Selain itu, ada beberapa syarat untuk menjadi justice collaborator, yaitu:
1. Tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana serius dan atau terorganisir.
2. Memberikan keterangan yang signifikan, relevan dan andal untuk mengungkap suatu tindak pidana serius dan atau terorganisir.
3. Bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang akan diungkapnya.
4. Kesediaan mengembalikan sejumlah aset yang diperolehnya dari tindak pidana yang bersangkutan, hal mana dinyatakan dalam pernyataan tertulis.
5. Adanya ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan adanya ancaman, tekanan secara fisik maupun psikis terhadap justice collaborator atau keluarganya. Apabila tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya.
Hendrik Khoirul Muhid, Amelia Rahima Sari, dan Muhammad Syaifulloh berkontribusi dalam penulisan artikel ini.